Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kisah 100 KK Transmigran

Akibat perlakuan pemborong tidak memenuhi tugasnya 100 keluarga transmigran di lokasi transmigrasi di irian jaya menyedihkan. Mereka dijejal dalam rumah yang baru separuh rampung, tanpa atap. (dh)

19 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGALAMAN pahit pertama 100 keluarga transmigran sesampainya di Jayapura (TEMPO, 29 Mei 1976), ternyata masih berkelanjutan. Bahkan lebih tragis lagi. Sebab kemudian ternyata yang dibawa langsung ke tempat pemukiman transmigran itu tak hanya 20 keluarga, melainkan seluruhnya. Karena kabarnya M.H. Thamrin, Kepala Transmigrasi di sana, tak kepingin kehilangan gengsi. Tentu saja ke 100 keluarga tersebut harus dijejalkan dalam rumah yang baru separoh rampung. Yang cuma terlindung atap, bertanah lumpur dan kotor. Juga kesohor sebagai tempat nyamuk malaria tropika. Hingga tak salah lagi bila kemudian banyak yang terkena penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk tersebut. Apalagi keluarga yang mau menghindar dari penderitaan hidup di tanah asalnya, Jawa nun jauh di sana itu, tak disediakan kelambu. Awal Mei lalu, dikabarkan seorang ibu dan seorang anak telah meninggal dunia, menyusul berita kemudian seorang mantri kesehatan segera dikirim khusus ke sana. Dan beberapa pemuka Islam akan datang membawa bantuan berupa obat-obatan, pakaian dan lainnya hasil pengumpulan Panitia Hari-hari Besar Islam Jayapura dan sekitarnya, yang konon biasa dilakukan Nasib menyedihkan tersebut agaknya memang tak bisa dihindarkan. Sebab persiapan kedatangan para transmigran tersebut memang samasekali menyimpang dari ketentuan yang mestinya berlaku. Yakni: sebelum keluarga transmigran itu tiba pembukaan hutan untuk kebun dan pekarangan sudah bersih dan siap dikerjakan, mestinya telah dilakukan. Ternyata pemborongnya tak memenuhi tugasnya. Kabarnya cuma papan nama, bangunan darurat yang kosong dan traktor mogok lebih 3 bulan yang nongkrong saja tampak di sana. Juga yang mestinya siap di tempat lokasi transmigrasi ialah rumah dengan masing-masing kamar, tempat tidur dan dapur. Tapi yang kemudian disodorkan pemborong, baru rumah-rumah yang baru selesai diberi atap dan cuma 14 rumah yang punya 2 kamar. Tanpa tempat tidur dan dapur. Padahal itu pemborong ditunjuk oleh fihak Transmigrasi dengan biaya dari anggaran Pelita II. Kabarnya karena para transmigran sudah menempati rumah-rumah yang belum rampung, ia merasa telah bebas dari kewajibannya. "Toh, mereka sendiri tentunya yang akan melakukan penyelesaiannya", begitu fikir sang pemborong. Dan begitulah memang kenyataannya. Para transmigran itu terkena pula beban penyelesaian rumah-rumah yang upan borongannya masuk saku si pemborong. Tambah pula tentunya, harus membuka hutan yang mestinya dilakukan pemborong yang lain lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus