Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MESKI mampu bertempur dahsyat dengan gaya "ular mematuk", empat pesawat Sukhoi milik TNI-AU baru dipakai sebatas latihan ringan belaka. Setiap hari pesawat asal Rusia itu wira-wiri di angkasa tanpa senjata. "Kalau untuk operasi, apa gunanya?" ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsekal Pertama Sagom Tamboen.
Sejak tiba pada akhir 2003, tiap hari Sukhoi diterbangkan enam penerbang jebolan pelatihan di Rusia. Jet tempur hasil imbal beli dari Negeri Beruang Merah itu belum maksimal karena belum disesuaikan dengan kondisi In-donesia, termasuk musim.
Tanpa persenjataan, kata Sagom, empat Sukhoi itu belum bisa dipakai untuk tugas patroli. Untuk mengisi bahan bakar pun, Indonesia belum punya konektornya.
Rencananya, empat jet tempur tipe Su-30 MK dan Su-27 SK itu bakal ditempatkan di Makassar. Sebetulnya, kata Sagom, keempatnya belum cukup kuat bertempur atau berpatroli. "Kita butuh paling sedikit delapan unit," ujarnya. Untuk satu skuadron, dibutuhkan 12 unit jet tempur. Pemeliharaan empat Sukhoi ini masih terus dibantu Rusia.
Para Hakim Ad Hoc Korupsi
PRESIDEN Megawati mengangkat sembilan hakim pengadilan ad hoc korupsi. Masing-masing tiga orang akan menjadi hakim di pengadilan pertama, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Mereka adalah M.S. Lumme, Hamrat Hamid, dan Krisna Harahap di Mahkamah Agung, H.M. As'adi al-Ma'ruf, Sudiro, M.Hum., dan Abdurrahman Hasan di pengadilan tinggi, serta Dudu Duswara, I Made Hendra Kusuma, dan Achmad Linoh di pengadilan pertama korupsi.
Menurut Sekretaris Negara Bambang Kesowo, Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2004 tentang Pembentukan Pengadilan Tindak Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin pekan lalu. Pengadilan ini bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan kasus korupsi yang penuntutannya diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Para hakim itu akan dilantik Mahkamah Agung," ujarnya.
Pengadilan ad hoc korupsi tampaknya dibentuk untuk menjawab permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Agung.
Hanya Apel, kok
ACARA kumpul-kumpul yang diadakan Kepala Staf Angkatan Darat Ryamizard Ryacudu tak hanya mendatangkan semua panglima kodam, tapi juga para mantan jenderal seperti Try Sutrisno, Hari Sabarno, Edi Sudradjat, dan Syarwan Hamid.
Pertemuan "Apel Komandan Satuan Angkatan Darat" yang puncak acaranya berlangsung Kamis malam pekan lalu di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta, itu merupakan yang kedua pada tahun ini. Sebelumnya, pertemuan berlangsung Maret lalu, menjelang pemilu legislatif 5 April. Lho, ada apa?
Dengan nada tinggi, seperti biasa, Ryamizard menjernihkannya?dan menyangkal jika dikatakan itu upaya penggalangan dukungan bagi calon presiden tertentu, termasuk seperti yang terjadi pada Kepolisian RI.
"Tidak ada dukung-dukung, saya tidak mengajak sesepuh dan prajurit mendukung (calon presiden tertentu)." Lalu katanya, "Terserah hati nurani."
Luka Kaki Lima di Makassar
HANYA luka yang tersisa dari bentrokan para pedagang kaki lima dengan aparat yang menggusur mereka dari lahan Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Jumat pekan lalu. Delapan dari pihak pedagang dan delapan dari penggusur. Dua lagi yang terluka akibat saling lempar batu dan bentrokan fisik itu adalah wartawan dari satu kantor berita dan kamerawan dari TPI.
Bagi 132 pedagang, ada "luka" lain: ketidakjelasan nasib mereka selanjutnya. Mereka rata-rata mengaku sudah menempati lokasi usaha beratap plastik itu bertahun-tahun, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun. Kini mereka tak tahu harus ke mana karena administrator pelabuhan melarang mereka berjualan di sana.
"Ini terlalu sakit," kata Daeng Nurung sambil mengancam akan bunuh diri karena tak tahan dengan perlakuan aparat. Sambil menangis, di hadapan aparat, ibu dua anak ini sempat membuka baju untuk menunjukkan bilur di punggungnya.
Pihak administrator sendiri menganggap mereka penghuni liar. Karena itu, lewat surat edaran, para pedagang diminta mengosongkan lokasi pelabuhan paling lambat 30 Juli 2004. Tapi permintaan itu ditanggapi dengan perlawanan keras oleh para pedagang dan keluarganya, yang kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak.
Empat Mata Amien-SBY
TAK lolos putaran pertama pemilihan presiden bukan berarti Amien Rais tamat secara politik. Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu masih saja dilirik bekas pesaingnya, Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Setelah melejit di putaran pertama, SBY bertandang ke rumah Amien di Pandeansari, Caturtunggal, Depok, Yogyakarta, Jumat pekan lalu.
Pertemuan itu dilukiskan sangat tertutup. Tak seorang pun, termasuk orang kepercayaan mereka, boleh mendekat ke tempat kedua tokoh itu ber-"empat mata". Mereka berbincang tiga perempat jam. Kepada wartawan, SBY mengatakan pertemuan itu cuma silaturahmi. Mereka berdua juga bersepakat dalam banyak hal. "Yang paling esensial, komitmen kami pada perubahan dan kelanjutan reformasi," ujar Yudhoyono.
Seusai pertemuan itu, Amien menggelar rapat internal dengan timnya. Menurut dia, belum ada pembahasan soal koalisi. "Itu masih terlalu dini," ujarnya. Amien meminta para pendukungnya tetap menggunakan hak pilih dalam pemilihan presiden di putaran kedua nanti. PAN sendiri belum menjatuhkan pilihan: mendukung SBY atau Megawati. "Yang jelas, ada kesan Pak Amien punya trust kepada SBY," ujar Totok Daryanto, anggota tim sukses Amien Rais.
Teror Bom Ancam KPU
BLARR! Dan semua penghuni Gedung Komisi Pemilihan Umum di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, pun panik. Mereka berlarian keluar. Termasuk anggota KPU dan tetamu yang saat itu sedang rihat dari rapat penting: pleno penetapan hasil penghitungan suara manual pemilu presiden dan wakil presiden.
Asal ledakan segera ditemukan: toilet wanita di lantai satu. Pintu kaca toilet hancur, sementara pecahan plafon bertebaran di lantai. Tak ada korban jiwa ataupun terluka.
Menurut polisi, bahan ledakan mengandung potasium klorat. Bahan pembuat petasan itu dimasukkan ke kotak seukuran aki motor, dibungkus kertas cokelat, dan diberi sumbu. Lima menit sebelum ledakan, kotak itu ditemukan Brigadir Dua Joko Firmanto dengan puntung rokok menyala di atasnya. Karena curiga, Joko melaporkannya kepada satuan pengamanan KPU dan Gegana Brimob. "Tapi, belum sempat Brimob datang, sudah keburu meledak," kata Inspektur Firman Gani, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Padahal, sebelumnya, Gedung KPU dijaga ketat aparat. Puluhan polisi, termasuk Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Sukrawardi Dahlan, berada di depan kantor, menghadapi aksi unjuk rasa. Operator telepon KPU memang telah menerima telepon peringatan.
Menurut satu dari delapan saksi mata yang diperiksa, ada seorang lelaki yang memaksa masuk ke toilet dengan mengetuk-ngetuk pintunya. Polisi juga melacak saluran telepon yang masuk beberapa jam sebelum ledakan. Untuk menghadapi ancaman berikutnya, akan dipasang detektor telepon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo