Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMPETISI itu seperti candu. Awalnya membuat pusing dan tegang. Kalau perut tak kuat, kadang membuat mual. Tapi, setelah menang lomba, semua berubah menjadi kegembiraan dan membuat orang ingin mencoba lagi di kesempatan lain.
Itulah yang dirasakan oleh Rezy Pradipta, Agustinus Peter Sahanggamu, dan Widagdo Setiawan, yang kini belajar di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. Ketiga mahasiswa asal Indonesia ini pernah meraih medali emas dalam olimpiade fisika tingkat dunia saat masih duduk di bangku SMU. Setelah menjadi mahasiswa di Amerika, mereka pun merindukan suasana kompetisi ilmiah. Lalu, Rezy dan dua rekannya memutuskan mengikuti Boston Area Undergraduate Physics Competition (BAUPC), yang digelar 24 April silam. Bersama empat mahasiswa lainnya, mereka mewakili MIT.
BAUPC adalah sebuah lomba fisika tahunan yang biasa diadakan oleh Fakultas Fisika Universitas Harvard, Amerika Serikat. Lewat ajang ini, mahasiswa S-1 dari berbagai universitas mengadu kemampuannya dalam ilmu fisika. Tujuannya, untuk tetap menjaga semangat persaingan para mahasiswanya yang pernah ikut serta dalam olimpiade dunia bidang fisika tingkat sekolah menengah atas.
Tidak semua mahasiswa diperbolehkan ikut serta dalam kompetisi ini. Mereka mesti terdaftar sebagai mahasiswa S-1 di perguruan tinggi ternama di Amerika, seperti Berkeley, Stanford, California Institute Technology (Caltech), Princeton, MIT, dan tentu saja Universitas Harvard. Beberapa perguruan tinggi di luar Amerika boleh ikut, tapi dengan syarat tertentu. Tahun ini, satu perguruan tinggi asal Jerman, International University of Bremen, ikut serta.
Dalam kompetisi fisika tersebut, tim MIT bertanding dengan para peserta lain yang tahun ini totalnya berjumlah 70 orang. Semuanya diwajibkan menjawab enam pertanyaan dalam waktu empat jam. Jika jawabannya benar semua, mereka mendapat nilai sempurna 60.
Hasilnya? MIT menjadi juara umum. Ini berarti ketujuh wakilnya mencetak angka tinggi. Empat mahasiswa MIT menempati urutan 10 pencetak angka tertinggi. Rezy termasuk satu di antaranya. Pemuda 21 tahun ini mendapat nilai 46.
Meski tak masuk dalam 10 besar, prestasi Peter dan Widagdo tak mengecewakan. Peter meraih nilai sempurna, 10, untuk tiga pertanyaan. Sedangkan Widagdo mengantongi nilai sempurna untuk sebuah pertanyaan dan mendapat nilai 8 dan 9 untuk pertanyaan lain.
Rezy, Peter, dan Widagdo adalah alumni Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) yang diasuh Yohanes Surya. Rezy pernah mendapat medali emasnya pada Olimpiade Fisika 2001. Saat masih bersekolah di SMU Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, ia juga merebut hadiah penghargaan untuk penyelesaian soal teori fisika yang paling kreatif. Setahun berikutnya, giliran Peter dari SMU 78 Jakarta dan Widagdo dari SMUN I Denpasar yang menyabet emas dalam Olimpiade Fisika di Bali.
Berbekal prestasi tersebut, selepas SMU mereka mengajukan permohonan beasiswa ke MIT. Dengan rekomendasi dari Yohanes Surya yang juga Presiden Olimpiade Fisika periode 2000-2005, mereka bisa duduk di perguruan tinggi ternama ini. Rezy, yang lebih dulu lulus, berangkat ke Amerika pada 2001. Setahun kemudian, Peter dan Widagdo menyusul.
Di tengah kesibukan menjalani kegiatan kuliah, membaca buku-buku, dan mengerjakan banyak tugas di MIT, rupanya mereka merindukan suasana kompetisi ala olimpiade fisika. "Selain itu, kami juga ingin rekreasi," kata mereka bertiga, kompak. Bagi pemuda-pemuda cerdas ini, tampaknya lomba fisika bagaikan sebuah hiburan.
"Rekreasi" itu ternyata membuahkan prestasi. Tak hanya berhasil mengharumkan kampusnya, Rezy dan dua rekannya juga mengerek nama Indonesia. Apalagi prestasi kuliah mereka di kampus luar biasa pula. Ketiganya selalu masuk peringkat 10 besar. Bahkan menurut Yohanes Surya, yang selalu memantau bekas anak didiknya, Rezy sekarang ini sudah mengambil mata kuliah untuk tingkat S-2 dan S-3. "Untuk mata kuliah itu pun dia mendapat A," kata Yohanes. Tiada kata lain kecuali ucapan "salut dan selamat" buat mereka.
Rian Suryalibrata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo