Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sulitnya Kesaksian Keris

5 Oktober 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH pos ronda dari bambu berdiri di sebuah gang yang melintang dari Jalan Hamzah di Kota Bahru, Kelantan, Malaysia. Sekitar empat pria dan enam perempuan duduk di dalam. Sekelebat, pejalan kaki akan menduga mereka ini penduduk kampung yang sedang menikmati malam. Pakaiannya tak mencolok, pun tak tampil seronok. Toh, kayaknya ada yang tak beres....

Mereka tampak sangat hati-hati. Tak ada gelak tawa, apalagi colekan genit dari perempuan yang rata-rata sudah di atas 30 tahun itu. Jika melihat orang yang asing, mereka tak akan menggubris sang tamu karena takut itu staf polisi syariah yang sedang menyamar. Untuk masuk ke "lingkaran dalam" tersebut, si tamu mesti melalui barikade yang cukup ketat, biasanya lewat sopir taksi, sopir becak, atau penduduk kampung yang sudah dikenal.

Pemandangan inilah yang TEMPO saksikan ketika bertandang ke Kelantan beberapa waktu lalu. Padahal Kelantan termasuk yang cukup ketat menerapkan syariah Islam—di samping Terengganu. Sayang, penerapan syariah dan undang-undang perzinaan masih belum seragam. Sekitar 13 negara bagian punya undang-undang tentang perzinaan. Mereka mengadopsi secara masing-masing karena belum ada yang difederalisasi.

Sebagai contoh, undang-undang zina yang diterapkan di Serawak dari segi hukum memang sulit dilaksanakan. "Syaratnya berat, yakni memerlukan empat saksi yang melihat 'keris' itu masuk ke 'sarung'-nya," kata Ahmad Sukarno, Ketua Pegawai Penguat Kuasa Agama Kementerian Agama Malaysia. Diperlukan pula pengakuan dari pelaku zina itu sendiri sebanyak tiga kali. "Mana orang mau mengaku?" ujar Ahmad.

Sesuai dengan hukum, ada dua macam keadaan yang dikategorikan perzinaan. Yang pertama, (maaf) alat kelamin sudah telanjur masuk. Hukumannya memang bukan rajam, melainkan tiga tahun penjara, denda 5.000 ringgit, dan enam pukulan rotan. Jika alat kelamin belum masuk, kategorinya "mukadimah zina". Hukumannya denda tak lebih dari 3.000 ringgit atawa penjara tak lebih dari dua tahun atau keduanya.

Hal-ihwal perzinaan ini sudah tersurat dalam undang-undang baru Malaysia 2001. Undang-undang ini belum diimplementasikan karena ada sedikit masalah teknis. Yang masih dipakai adalah undang-undang 1991. Tapi, isinya sama, ada hukuman tambahan berupa sabetan rotan. Lantas adakah polisi khusus syariah yang bakal merazia perzinaan?

Menurut Ahmad Sukarno, ada kerja sama antara Departemen Hukum Agama di Malaysia dan polisi setempat. Tapi pasal perzinaan tetap belum bisa diterapkan maksimal di Malaysia karena sulitnya mengajukan bukti-bukti kuat di depan hakim. "Belum ada satu pun yang pernah dihukum," tutur Ahmad. Yang paling sulit ya itu tadi: kesaksian "keris" masuk ke "sarung" itu.

Para pelaku juga tak kurang akal. Di Kelantan memang ada kasus penangkapan terhadap sejoli yang lagi berduaan secara agak istimewa, misalnya di alun-alun. Namun bisnis esek-eseknya praktis tak tersentuh. Ini bisa terjadi karena para lelaki yang duduk di sekitar lokasi bertugas menjadi mata-mata. Jika petugas syariah datang, mereka akan memberikan kode khusus, sehingga pasangan yang sedang berasyik-masyuk segera memperbaiki sikap. "Kalau lagi nahas betul, baru mereka tertangkap," kata Fadholi, seorang penjaga kampung.

Ada pula teknik lain. "Permainan" dilakukan di lorong gelap, di seberang pos ronda tadi, misalnya. Lorong itu terletak di belakang dua rumah-toko, yang ujungnya dijaga oleh seorang pria. Jika polisi syariah datang, si penjaga akan bergabung dan bebaslah mereka dari dakwaan berdua-duaan. Namun tetap saja petugas syariah di Kelantan cukup ditakuti. Tak banyak yang tahu struktur dan jumlah personelnya.

Cuma, "kriteria" tangkapan sering diperbincangkan. Pernah terjadi sepasang muda-mudi belasan tahun duduk asyik berbincang santai di salah satu sudut alun-alun, tepat ketika matahari di atas tengkuk. Tiba-tiba saja mereka dibekuk petugas pengaman syariah. "Padahal saya, yang juga duduk di situ bersama pacar, tak diangkut mereka," tutur Nur Hikmah. "Mungkin saja kami dikira suami-istri," perempuan lajang berjilbab 30 tahun ini menambahkan.

Rommy Fibri, Dhian N. Utami

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus