Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sumpah Serapah Masih Untuk Sampah

Dinas kebersihan DKI hanya mampu mengangkut 70% sampah kota Jakarta. Penduduk masih terbiasa membuang sampah ke sungai yang sudah dipenuhi oleh hasil buangan industri. (kt)

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAH di Jakarta masih memerlukan perhatian serius. Bersama Dinas Kebersihan DKI beberapa orang pencinta lingkungan pekan lalu melakukan widia wisata kebersihan. Sasaran yang dituju tak lebih dari tempat-tempat tumpukan sampah di ibukota. Tumpukan sampah yang terkenal di Cawang (Jakarta Timur) dan sudah mengambil korban 32 anak muntah-muntah itu tak luput dari sasaran peninjauan. Bau busuk tentu masih tercium, malahan menghambur ke mana-mana (TEMPO 14 Oktober). "Tapi kalau hanya soal bau bisa tanggulangi dengan tehnologi modern," kata seorang dari pencinta lingkungan yang turut dalam widia wisata kebersihan itu. Tapi persoalan sebenarnya adalah pencemaran alam sekitar, bukan hanya sekedar bau. Pihak Dinas Kebersihan DKI mengusulkan agar tumpukan sampah yang masih banyak terlihat di kawasan ibukota ini dikeruk dan dipadatkan (sanitary landfill). "Biayanya memang mahal, lebih besar dari anggaran Rp 2 milyar seperti sekarang, tapi lebih kecil dari perhitungan WHO yang Rp 14 milyar" kata M. Fajar dari Pembinaan dan Pengawasan Dinas Kebersihan DKI. Sanitary landfill ini diusulkan mengambil tempat di kawasan Jakarta Timur, berareal 14 hektar. Tapi mengapa kotoran-kotoran bekas itu tak disalurkan ke pabrik kompos? Ternyata pabrik kompos yang ada sekarang di DKI sudah tak berproduksi. Kabarnya karena biaya eksploitasi jauh lebih besar, sehingga penjualan pupuk komposnya juga harus dengan harga 40% lebih tinggi dari pupuk kimia. Apalagi kalangan petani sudah lebih terbiasa dengan pupuk jenis terakhir ini. Kali Tanah Tinggi Para peserta widia wisata kebersihan dengan peserta 20 orang itu kemudian meninjau Kali Tanah Tinggi di daerah Bungur. Di atas sungai yang sudah hitam pekat dan seperti mengental itu selalu bertengger jamban warga sekitarnya. Dan juga tumpukan sampah. Di tepi sungai ini terlihat pula beberapa gerobak sampah. Maksudnya agar warga sekitarnya membuang kotoran bekas ke gerobak dan sekaligus juga sebagai alat untuk mengangkutnya. Tapi penduduk kawasan itu masih melempar sampah sesuka hati, ke Kali Bungur. Sampah hasil buangan industri di Jalan Sepor atau Pedongkelan (Jakarta Timur) lebih tak sedap lagi. Di sini bekas-bekas oli dan kotoran-kotoran lain dari pabrik-pabrik di Pulo Gadung sudah menghitam dan berbau menusuk. "Lima menit di sini nafas saya sudah sesak" kata seorang peserta widia wisata. Lalu, bagaimana nasib para pekerja yang sepanjang hari ada di sekitar sana? Padahal menurut hasil tes laboratorium sampah oli ini sangat berbahaya. "Mereka membuangnya mencuri-curi di malam hari" tutur seorang dari dinas kebersihan. Penduduk Jakarta yang 5,7 juta ini menghasilkan sampah tak kurang dari 12.000 m3 sehari. Tak seluruhnya terserap oleh mobil pengangkut dari dinas kebersihan. "Hanya 70% yang terangkut, sisanya diserap oleh masyarakat" kata M. Fajar. Artinya sampah itu dibakar atau dibiarkan berserakan sampai hilang sendiri. Armada angkutan sampah milik Dinas Kebersihan DKI: 571 buah truk, 26 buldozer dan 2.164 gerobak sampah. Jumlah ini sudah dianggap cukup. Masing-masing truk bekerja 2 rit sehari. Di antaranya ada yang hanya bekerja di malam hari. Tempat-tempat pembuangan sampah yang sudah dinyatakan tertutup dan padat, selanjutnya menjadi wewenang Pemda DKI. Terserah penggunaannya, untuk bangunan atau taman. Tapi tempat serupa itu jika dibiarkan berlama-lama, seperti di Cawang dan Jalan Pramuka, tak salah lagi akan menjadi tumpuan sumpah serapah warga ibukota karena bau dan menusuk penglihatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus