Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Yang Tak Jera Atau Milik Bupati

Izin untuk pukat harimau di Sumatera utara hanya diberikan oleh gubernur & jumlahnya telah dibatasi. Pelanggaran yang meningkat sulit untuk ditindak karena pejabat setempat banyak yang terlibat. (dh)

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASALAH pukat harimau (trawl) belum juga beres. Di Sumatera Utara belakangan ini terjadi sedikit selisih antara pihak Dinas Perikanan dengan pihak Kantor Gubernur Sumatera Utara. Dengan tujuan membatasi jumlah pukat harimau, sekitar akhir tahun lalu Gubernur Sumatera Utara mengeluarkan dua buah surat keputusan. Di dalamnya disebutkan wewenang memberi izin kepada pukat harimau hanya ada di tangan gubernur. Tidak lagi oleh Dinas Perikanan. Tapi setelah diteliti ternyata hingga pertengahan bulan lalu masih terdapat sejumlah pukat harimau yang beroperasi dengan memanfaatkan izin Dinas Perikanan Sumatera Utara yang dikeluarkan Desember 1977 dan Maret 1978. Karena itu di samping mencabut beberapa izin yang mencurigakan, juga penelitian terus dilakukan. Baik terhadap izin yang telah dikeluarkan maupun belum. Malahan di Pelabuhan Belawan dikabarkan 72 surat izin pukat harimau telah ditahan pihak syahbandar. Di Sibolga Sementara di pantai timur Sumatera Utara, yaitu di Selat Malaka, jumlah pukat harimau itu dibatasi dengan berbagai cara, keadaan di pantai barat berlainan. Khususnya pukat-pukat harimau yang berpangkalan di Sibolga, masih tetap mendapat angin baik. Dari 500 buah pukat harimau yang diperkenankan beroperasi di kawasan propinsi ini (dari jumlah seluruhnya 1.215 buah) 150 buah di antaranya harus melabuhkan sauh di pantai barat, yaitu Sibolga. Pembantu TEMPO di Sibolga Bersihar Lubis, menulis laporan berikut. Berbeda dengan daerah-daerah lainnya, di Tapanuli Tengah, khususnya bagi Kota Sibolga, pukat harimau dianggap sebagai sumber rezeki besar bagi kas pemerintah daerah. Begitu juga bagi para nelayan tradisionil. Mereka berbondongbondong meninggalkan perahu tradisionil, lalu menjual tenaga sebagai buruh: pembelah ikan, penjemur ikan atau pengecer ikan dari para pemilik perusahaan penangkapan ikan yang memiliki pukat harimau. Menurut buruh-buruh itu, pendapatan mereka sebagai pekerja naik 100% dibanding ketika masih menjadi nelayan tradisionil. Tak kalah dari itu, menurut Walikota Sibolga, Pandapotan Nasution SH, pendapatan kotamadya malahan naik 1000% dibanding ketika pukat-pukat harimau itu belum menggalak di sini. Keadaan di Asahan berbeda dengan Tapanuli Tengah. Koresponden TEMPO di Medan, Zakaria M. Passe, mengutip keluhan nelayan-nelayan tradisionil d daerah ini. Rezeki mereka masih tetap terpukul oleh pukat-pukat harimau. Baik ketentuan Menteri Pertanian maupun SK Gubernur Sumatera Utara yang mengatur operasi pukat-pukat harimau, tak banyak dipatuhi di Asahan. Karena itu Badan Perjuangan Penertiban Pukat Harimau 19 September lampau mengadukan nasib para nelayan tradisionil di sini melalui surat kepada Presiden Soeharto. Antara lain surat itu menyebutkan: pukat-pukat harimau itu masih menggerayangi perairan terlarang. Yaitu 6 mil dari pantai surut. Akibatnya tak sedikit ambai dan jaring milik nelayan tradisionil disapu pukat-pukat harimau itu. Badan tadi juga melaporkan adanya pemalsuan nomor selar kapal pukat dengan cara menukar nomornya. Menariknya surat pengaduan kepada kepala Negara RI tadi dikirim tanpa melalui Bupati Asahan. Menurut sumber TEMPO di Asahan, hal itu dilakukan karena badan tadi tak banyak menaruh harapan pada bupatinya. Sebab kabarnya 2 di antara pukat harimau yang beroperasi di pantai Asahan adalah milik bupati. Di Aceh Di pantai barat Aceh hampir sama dengan Asahan. Tapi deru pukat harimau di sini selalu diimbangi dengan berbagai tindakan tegas. Koresponden TEMPO di Banda Aceh, Darmansyah, melaporkan, misalnya di wilayah Singkil, Aceh Selatan, puluhan pukat harimau telah diseret jauh dari laut, masuk ke kuala Sungai Singkil. Pembantu Bupati (Aceh Selatan) di Singkil, drs. Hussain Alamsyah tak segan-segan turun ke laut dan mengejar pukat-pukat harimau yang melanggar daerah operasi. "Kita tangkap sewaktu mereka menabur jaring" ungkap Hussain tentang cara-caranya menangkap pukat-pukat itu. Tapi ternyata para pemilik pukat itu tak jera. Malahan dari 12 pukat harimau yang berkasnya diserahkan Hussain ke Pengadilan Negeri Singkil, 4 di antaranya divonis bebas. Sisanya hanya dikenakan denda masing-masing Rp 7.500. Sementara itu frekwensi pelanggaran semakin meningkat. Lebih celaka lagi karena kemudian ternyata tak sedikit dari pengelola pukat itu yang terdiri dari pejabat-pejabat pemerintah. Bukan pejabat Pemda Aceh. Tapi dari Sibolga. "Kalau boat mereka kita sikat, akan datanglah Ketua DPRD-nya, atau utusan bupati, atau utusan walikota" kata Hussain kepada TEMPO. Untuk membuat mereka jera, akhir-akhir ini Hussain punya cara lain. Begitu mereka tertangkap, boat-nya diperam saja di pelabuhan. Perkaranya ditunda-tunda. Dengan begitu, menurut pembantu bupati itu, pemiliknya kewalahan. Sebab mereka harus tetap membayar makan anak buah perahu motor itu. Cara begini memang ada hasilnya, meskipun tak berarti menghentikan deru pukat-pukat itu seluruhnya. Memerangi pukat harimau rupanya sudah menjadi kesepakatan di kawasan Aceh Selatan. Bupatinya sendiri, Sukardi, pernah mengungkapkan bujukan beberapa cukong maupun pejabat di daerah ini, agar Sukardi memberi izin operasi pukat. Tapi ia tetap menolak. Meskipun seorang di antara pejabat yang membujuknya adalah Wakil Ketua DPRD Aceh Selatan sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus