Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Surga di bawah air, di kapal-kapal tua

Di kawasan pasifik, merupakan kuburan bagi kapal-kapal jepang yang tenggelam karena serangan as pada tahun 1944. (sel)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GIBRALTAR Pasifik' adalah julukan yang diberikan ahli strategi militer AS untuk Truk Lagoon. Tapi apa pun sebutannya, terletak sekitar 2.500 kilometer dari Samudra Pasifik yang bergelora, "Laut Pedalaman Truk" menjadi kuburan yang cukup aman bagi sekitar 100 kapal Jepang. Masih termasuk kawasan Pasifik, 2.100 pulau bertebaran di daerah seluas lima juta kilometer persegi, yang disebut Mikronesia. Dan pada tujuh derajat lintang utara, di sebelah timur Kepulauan Caroline, di situlah "Laut Pedalaman Truk" menempatkan diri. Wilayah ini pula yang diuber-uber para penyelam dari seluruh dunia. Di sini, di wilayah yang terentang sepanjang 60 kilometer, lagoon tropis itu menampung 11 pulau utama -- yang kecil-kecil tak terbilang -- yang berhutan-hutan. Pulau-pulau itu dilindungi karang kukuh di sekelilingnya. Dan di antara rimbunan dan kehijauan daratan-daratan kecil itu, kapal-kapal Angkatan Laut Kerajaan Jepang tenggelam karena serangan Angkatan Laut AS, Februari dan April 1944. Bukan saja jumlahnya yang mengesankan. Juga cara tenggelamnya. Banyak di antaranya masih terbilang utuh, seperti dituturkan John Tait, yang telah menyelam sekitar 10 tahun, dalam majalah Journey. Lelaki kelahiran Skotlandia yang kini menetap di Brisbane ini juga memotret sendiri hasil-hasil penemuannya. Menurut penyelam yang pernah dilatih Angkatan Laut Kerajaan Inggris ini, apa yang terpendam di Truk lebih bernilai lagi bagi para biolog bahari. Tidak satu pun tempat di dunia yang begitu banyak menyimpan kapal karam, menumpuk di satu lokasi yang lautnya dangkal, dan airnya jernih kemilau, selain di sini. Beberapa di antaranya malah berkubur di kedalaman hanya 30 meter. Truk memang menjadi kubu pertahanan Jepang semasa Perang Dunia kemarin. Pulau-pulaunya diperkuat dengan meriam-meriam besardan landasan-landasan pesawat terbang. Di sana ada gudang bahan bakar, tempat-tempat penyimpanan senjata dan amunisi, barak-barak, dan bengkel. Kawasan itu di jadikan oleh Armada Gabungan Jepang sebagai batu loncatan lalu lintas peralatan antara Jepang dan Pasifik Selatan. Dalam masa perang, daerah ini pernah ketempatan 50 ribu pasukan dan pekerja. Namun dongeng Truk sebagai benteng tak terkalahkan nyatanya porak poranda melalui 'Operasi Hailstone', yang dilancarkan segera setelah fajar 17 Februari 1944. Pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat bergerak dari kapal-kapal angkut sekitar 145 kilometer sebelah timur laut. Gelombang demi gelombang penempur-penempur Hellcat dan pengembom Dauntless datang dan menghunjamkan peluru-peluru dan bom-bom mereka. Armada Jepang yang waktu itu mangkal di sana lebih banyak kapal dagangnya ketimbang kapal perangnya. Kapal-kapal perang justru memperoleh pemberitahuan lebih awal terhadap serangan, dan mereka kabur ke Pulau dua hari sebelumnya. Kalau tidak, tentu lebih banyak kapal lagi yang berkubur di situ. Setelah serbuan dua hari berturut-turut, yang menumpahkan lebih dari 400 ton bom dan terpedo udara, hasil yang didapat Angkatan Laut AS lumayan. Sekitar 64 kapal dan sebuah kapal selam -- seluruhnya 250 ribu ton -- berikut 260 pesawat udara, turun ke dasar laut. Dan serangan udara yang diulang dua minggu kemudian menambah jumlah mereka. Dan semua itu menjadikan laut pedalaman tersebut sasaran penyelaman yang paling menawan. Hampir tak tersentuh selama 35 tahun di kapal-kapal karam itu masih dapat ditemukan berbagai peralatan dan perlengkapan perang. "Ketimbang menyelami kapal-kapal kosong yang cuma memiliki baling-baling kuningan untuk dicopoti, penyelam lebih baik memilih kapal perang tenggelam," kata Tait. Dan memang lebih menarik. Di sana kita bisa menemui berbagai tipe senjata dan amunisi, peralatan kapal, telepon, telegrap, mobil truk, botol, sepatu, barang porselin, piring mangkuk, perlengkapan dapur .... "Salah satu sensasi yang paling aneh datang ketika turun ke sebuah lorong kapal yang sudah berlumut dan berkarang," tutur Tait. "Membayangkan bagaimana paniknya awak kapal turun naik di gang-gang dan geladak, bingung dan putus asa mencari-cari jalan keluar dari kapal yang sedang tenggelam." Tidak kurang sensasionalnya adalah memikirkan betapa kapal-kapal berikut adegan seramnya itu kini tampil sebagai sebuah taman keindahan tiada tara. Berbagai jenis ikan berseliweran di sini, di batu-batu karang ini. Ada hiu, barracuda, tuna, sampai ke ubur-ubur. Cahaya matahari tembus dan bermain di sana, di antara bunga karang dan moncong meriam. Suatu sajian keindahan yang istimewa. Fujikawa Maru adalah salah sebuah kapal karam yang terkenal. Kapal pengangkut pesawat udara ini panjangnya 137 meter, dan tiang agungnya mencuat di permukaan. Kini ia dihiasi bunga karang yang indahnya tak tepermanai, batu karang, dan remis. Karang lembut berwarna merah lembayung, jingga strawberry, kuning kenari, lembayung muda, dan nila, bisa ditemui di mana-mana. Mereka bergelantungan di popor bedil, di terali, malah di tiang agung. "Impian fotografer di sini menjadi kenyataan," tulis Tait. "Yang soal, di mana harus mulai menjepretnya!" Fujikawa tegak di kedalaman 40 meter air. Anjungannya hanya 12 meter dari permukaan, dan geladaknya 20 meter. Berdiri di anjungan, di dekat peralatan kompas, seseorang dapat membayangkan bagaimana perintah kapten kapal diserukan. Shinkoku Maru adalah tanker berukuran 152 meter. Berdiri pada sekitar 40 meter kedalaman, ia dianggap "kapal karam terindah di Truk". Karang-karang lunak di permukaan geladak lebih subur dan aneka warna ketimbang yang di Fujikawa. "Mungkin yang paling indah di dunia," tulis Tait rada menggebu-gebu. Di sekitar taman aneka warna yang disiram cahaya surya ini lalu-lalang sekitar sepuluh ribu ikan karang kecil-kecil. Mengadakan penyelidikan ke perut kapal, menyibak rahasia lain pula dari kapal karam itu. Kamar-kamar, lorong-lorong, palka, dan kamar mesin ditutupi endapan lumpur cokelat. Kamar mandi berubin yang dilengkapi secukupnya dapat ditemukan di sana. Palka berisikan lempengan baling-baling kapal, mesin, dan peluru 457 mm yang didisain untuk kapal tempur Yamato dan Musashi. Peralatan militer dan perlengkapan penerbang, drum minyak, dan sepeda -- serta kamar mengerikan yang berisi tulang-tulang manusia. Interior kapal-kapal karam itu merupakan museum bawah laut yang menakjubkan. Sekaligus ia juga dokumen pertarungan hidup mati. Kapal-kapal lainnya memang tidak memuat banyak temuan, namun tak kurang dihiasi tumbuhan dan hewan laut yang indah. Bangunan bawah dan atas yang menarik, kamar-kamar, palka, dan kamar mesin, memiliki keistimewaannya masing-masing. Misalnya seperti yang dapat disaksikan di kapal-kapal Yamagiri Maru, Rio de Janeiro Maru, Hoyo Maru, Sankisan Maru, Fujisan Maru, dan Kiyosumi Maru. Ada pula yang tenggelamnya lebih dalam, 60 sampai 80 meter. Misalnya, Seiko Maru dan San Fransisco Maru, yang memuattigatank ringan di geladaknya. Kapal ini dibantai ketika sedang memunggah muatan. Di kapal lain, Aikoku Maru, jatuhan bom yang menimpa geladak yang penuh muatan amunisi membuatnya meledak bagai petasan renteng -- dalam ukuran,jauh lebih besar. Begitu hebatnya ledakan, pesawat yang mengebomnya berikut sang pilot ikut tersambar -- dan menjadi bagian dari ledakan. Laut pedalaman Truk, yang kini tampak tenteram dan damai, bagaimanapun telah menjadi monumen bersejarah. Ada larangan untuk mengangkut sesuatu yang ada di sana. Dan karenanya kawasan itu menjadi obyek petualangan yang tetap menawan. Dan kenangan pun segera melayang kepada segala perbuatan sia-sia peperangan. Ironisnya, kawasan itu menjadi tonggak pencanangan kemenangan akhir -- dari Sekutu, terutama AS. Namun ada gema yang datang dari buku 20.000 Leagues Under the Sea karangan Jules Verne: "Di permukaannya . . . manusia boleh saling bertarung, saling memakan sesamanya . . . dan saling mempertukarkan kengerian. Tapi tiga puluh kaki di bawah permukaan laut, kekuatannya lumpuh . . . kekuasaannya sirna."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus