PESAWAT mana pun yang terbang ke Kepulauan Cayman dari Miami,AS, selalu membawa dua kelompok penumpang. Yang pertama adalah mereka yang hendak berlibur, tampak dari T-shirt dan sepatu olahraganya. Mereka terutama hendak menikmati pantai dan matahari dan menyelam gaya skuba. Kelompok kedua adalah penumpang yang berjas dan berdasi. Biasanya pergelangan tangan mereka berhiaskan arloji Rolex, dan di bawah kakinya tergeletak tas kulit diplomat. Sepanjang perjalanan mereka ini cuma membaca. Baru menjelang pesawat mendarat, mereka akan menengok ke jendela, melihat deretan pohon-pohon palem di bawah. Tiga gugusan pulau pasir yang teronggok di selatan Kuba itu rasanya memang cocok untuk berlibur, karena di sini matahari bersinar sepanjang tahun. Dan rasanya kepulauan seluas 260 km2 (lebih kecil daripada sepertiga luas DKI Jakarta), berpenduduk sekitar 26.000, bukan tempat ideal untuk menjadi sebuah pusat keuangan internasional. Tapi itulah yang terjadi dengan Kepulauan Cayman: ia menjadi pesaing Swiss, tempat para milyuner dari seluruh dunia merasa aman menyimpan uangnya. Para kaum berjas dalam pesawat itu, bila bukan anggota kaum berduit, adalah karyawan bank di Georgetown, ibu kota kepulauan yang berada di bawah bendera Inggris itu. Dan siapa tahu, salah seorang berjas itu adalah orang Indonesia. Bisa dipastikan, uang-orang Indonesia yang disimpan di kepulauan yang dulunya sarang nyamuk itu tak sedikit. Untuk apa juru bicara Bank Indonesia, Dahlan Sutalaksana, pekan lalu mengimbau agar bank-bank devisa tak lagi menerima deposito untuk Cayman, kalau uang yang "bersembunyi" di sana tak seberapa banyak. Uang yang bersembunyi? Benar. Jelasnya, simpanan di bank di Cayman sama sekali aman alias bebas pajak. Selain itu, undang-undang Cayman pun menjamin kerahasiaan asal-usul uang, dan melindunginya dari pengusutan apa pun. Meski belakangan, karena tekanan dari Amerika Serikat, yang menduga milyaran dolar uang narkotik mendekam di Cayman, beberapa regulasi dilakukan di Cayman, tetap saja menyimpan uang di sini lebih aman. Ini terutama bagi warga negara negara berkembang yang politik dalam negerinya tidak stabil, dan nilai mata uangnya terancam terus turun. Bagi mereka, Cayman benar-benar surga untuk uang: sedikit peraturan, kerahasiaan dijamin kuat oleh undang-undang, dan itu tadi, simpanan bebas pajak. Suasana kepulauan yang ditemukan oleh Christophorus Columbus dalam perjalanannya mencari "Benua India" itu, tahun 1503, sungguh damai. Kata orang, pemandangan pantainya mirip pemandangan dalam kartu pos bergambar yang menjelma menjadi nyata. Air lautnya yang biru kehijauan menampilkan pemandangan dasarnya yang diselimuti oleh hamparan pasir putih asli. Ketenangan ini hanya sesekali terusik oleh pancing seorang pengail, atau gerakan seorang penyelam. Suasana yang jauh berbeda dengan pusat kegiatan di Georgetown, ibu kota koloni Inggris ini. Di pusat kota kepadatan bank dan mesin faksimile tak ada duanya di dunia. Di ibu kota ini tak kurang dari 540 bank yang mewakili bank-bank internasional beroperasi. Di antaranya termasuk bank dari Indonesia: Bank Dagang Negara, Bang Bumi Daya, Bank BNI, Bank Rakyat Indonesia, Bank Exim (lihat Ekonomi & Bisnis). Total asetnya lebih dari US$ 400 milyar, naik lima kali lipat dibanding aset sepuluh tahun yang lalu. Dari ukuran itu, Georgetown hanya dikalahkan oleh Zoerich di Swiss. Tapi jangan dibayangkan George town adalah kota pencakar langityang kemudian membentuk jurang-jurang beton macam di New York. Soalnya, bank-bank di sini hanyalah semacam pusat booking atau hanya semacam bank papan nama. Yang ada di bank-bank itu hanyalah catatan utang-piutang. Maka, praktis tak terlihat ada almari besi, teller, satpam, bahkan bangunan yang disebut bank seperti lazimnya. Kekayaan nasabah di situ hanya diwujudkan dalam angka. Debet dan kredit berseliweran lewat komputer. Operasi bank disitu boleh dikata hanya dijalankan lewat secarik kertas yang disodorkan pada piring kuningan, sementara transaksi berjalan cepat melampaui lautan dan gunung, lewat telepon dan faksimile ke segala penjuru dunia. Bank-bank Amerika memiliki sejumlah pusat booking di Cayman untuk menghindarkan peraturan dari Federal Reserve Bank, semacam bank cadangan nasional yang dikelola oleh bank sentral. Peraturan mengatakan, setiap bank, setiap hari harus menyimpan sebagian uangnya di Federal Reserve. Uang cadangan itu tak bergerak alias tanpa bunga. Dengan cara itulah Pemerintah Amerika mengontrol kebijaksanaan moneternya. Tapi tentu saja bank-bank berupaya menghindari peraturan itu, dengan sesedikit mungkin menyetor uang yang tak produktif itu. Soalnya, bank mendapatkan uang dari bunga uang. Maka, pada umumnya nasabah yang hendak menyimpan uang dalam jumlah raksasa -- biasanya ini dilakukan oleh sebuah perusahaan -- dianjurkan menyimpannya di cabang bank tersebut di luar negeri. Bila lalu nasabah disarankan untuk melakukan transaksi di cabang di Cayman, itulah karena undang-undang kepulauan ini menyatakan simpanan uang bebas pajak. Memang, pajak deposito biasanya kecil persentasenya, tapi bila dikalikan simpanannya yang milyaran, jatuhnya akan sampai juga dalam jutaan dolar. Di Cayman, jutaan dolar itu bisa diselamatkan. Inilah mengapa kepulauan ini lalu dijuluki "surga uang". Pada kenyataannya dari 500-an bank yang ada di Georgetown, hanya kurang dari 70 bank yang memiliki kantor sendiri dan karyawan. Dipusat kegiatan keuangan di Georgetown itu terlihat beberapa gedung, paling tinggi berlantai lima. Inilah karena peraturan diCayman "melarang mendirikan gedung lebih tinggi dari pohon yang tertinggi." Mungkin inilah satu-satunya peraturan yang bisa disebut sebagai kendala bagi perkembangan bisnis keuangan disini. Cayman memang mendapat keuntungan besar dari ledakan lalu lintas uang dalam dasawarsa belakangan ini. Dari tahun ke tahun makin banyak negara yang tak lagi membatasi keluar-masuknya uang dari dan ke negara itu. Ditambah dengan berkembangnya teknologi, hingga memungkinkan seorang bankir membantu transaksi antar negara nasabahnya cukup dengan menekan beberapa tuts di komputer, pusat booking macam Cayman menjadi pusat lalu lintas pula. Menurut Anthony S. Ginsberg, ahli pajak dan konsultan keuangan di Los Angeles, separuh dari uang yang beredar di seluruh dunia lewat pusat-pusat booking macam di Cayman itu. Tak bisa ditolak lagi, cabang-cabang bank di luar negeri menjadi bagian dari ekonomi global sekarang ini. Kini ada sekitar 50 pusat booking uang seperti itu, terbentang dari Eropa, di Swiss dan Lichtenstein yang sudah kesohor, sampai tempat-tempat baru di kepulauan Pasifik Selatan, misalnya di Nauru dan Vanuatu. Di antara jumlah itu, Kepulauan Cayman termasuk salah satu yang amat menarik karena dinilai sebagai wilayah yang stabil secara politis, efisien, dan dekat dengan Amerika Serikat. Bagi perseorangan, siapa pun, mudah saja membuka perusahaan cabang di Cayman dengan biaya beberapa ribu dolar AS. Kemudian perusahaan itu bisa membuka rekening bank di situ juga, dan ditanggung aman. Tak akan ada siapa pun yang bakal mengutak-atik simpanan uang atau menanyakan perusahaan apa yang didirikan itu. Beberapa lembar kertas yang merupakan bukti pemilikan atau kekayaan bisa disimpan di kantor pengacara di Cayman itu. Aman seaman-amannya. Menurut para pengacara Cayman, sebagian besar dari sekitar 23.500 peusahaan dan bank yang tercatat didirikan oleh orang Amerika. Mereka mendirikan cabang usaha atau menyimpan uangnya di Kepulauan Cayman pada pokoknya hanya untuk menghindari undang-undang Amerika. Tentu, mereka pun terikat pada aturan untuk melaporkan keuangan mereka pada Internal Revenue Service (kantor pajak). Jadi, teori yang mengatakan orang Amerika tak perlu menyimpan uangnya di luar Amerika karena nilai dolar relatif stabil, dan ada jaminan hukum yang aman, kenyataannya banyak juga uang Amerika bersembunyi di luar. Sejalan dengan perkembangan jumlah perusahaan dan bank di Cayman adalah munculnya operator bayangan yang kemampuan mereka semakin piawai juga. Mereka juga tertarik beroperasi di kepulauan"surgauang" ini. Kata Brian M. Bruh, direktur Jaringan Anti-Kejahatan Keuangan (Financial Crimes Enforcement Network), sebuah unit di Departemen Perbendaharaan AS, dulu pengusutan kebohongan dianggap sebagai kasus lokal. "Kini kasus kebohongan tidak saja berskala nasional, tapi dunia. Dan pusat-pusat keuangan internasional biasanya dijalankan oleh para penjahat," tambahnya. Ketika pada tahun 1986 FBI, polisi federal AS, menahan Dennis B.Levine, seorang bankir, orang tak heran mengapa ia baru saja berkunjung ke Cayman. Di kepulauan "surga uang" itu Levine merencanakan mendirikan perusahaan dan membuka rekening bank. Rencananya ia berniat menyetorkan simpanan sebesar US$ 10 juta, berupa keuntungan dari penjualan saham. Juga di Cayman, konon, Letnan Kolonel Oliver North, sebagai orang dari Dewan Keamanan Nasional Kepresidenan Amerika, mencari dana untuk jual-beli senjata yang kemudian dikenal sebagai kasus Iran-Contra itu. Di Cayman pula BCCI, bank internasional yang punya 70 cabang di sejumlah negara, melakukan transaksi tak legal. Bank yang didirikan oleh seorang bankir Pakistan dan pemegang saham terbesarnya adalah Syeikh Al Nahyan, kepala negara Uni Emirat Arab, itu akhirnya bangkrut. Tapi tuduhan kegiatan kotor BCCI -- antara lain menyuap sejumlah orang hingga memungkinkan pembelian bank-bank di sejumlah negara, memeras sejumlah nasabah, sampai membentuk satu kelompok tukang pukul -- sampai kini tak terungkapkan secara jelas. Transaksi di Cayman, seperti diketahui, memang cukup sulit dilacak bahkan oleh para intelijen, apalagi oleh bank-bank sentral. Sejumlah kendala pengusutan, termasuk adanya undang-undang perlindungan kerahasiaan simpanan uang di Cayman, menggelapkan skandal BCCI yang terungkap tahun lalu oleh majalah Time itu. Tapi uang akan tetap mengalir ke Cayman. Soalnya, ada rumus tak tertulis dalam ilmu ekonomi, bahwa uang akan semakin berkembang di tempat yang aturannya paling sedikit. Adapun milik siapa uang itu, ini perkara lain. BBU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini