Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sistem penanggalan Ethiopia menggunakan kalender Julius, yakni penanggalan dengan sistem solar yang sudah digunakan sejak 45 sebelum Masehi.
Penanggalan Julius lebih tua daripada penanggalan Gregorius atau Romawi, yang kita kenal dan gunakan sehari-hari. “Bahkan penanggalan Julius lebih akurat daripada yang digunakan Romawi,” kata Abebaw Ayalew, sejarawan dari Addis Ababa University, ketika ditemui di ruang kerjanya pada awal Desember 2018.
Secara umum, penanggalan Julius dan Romawi hampir sama, yakni mengenal 365 hari dalam setahun dan 366 hari pada tahun keempat atau tahun kabisat. Bedanya, kalender Romawi mengenal 12 bulan, sementara penanggalan Julius memiliki 13 bulan. Dalam penanggalan Ethiopia, terdapat selisih 7 tahun 3 bulan dari kalender yang kita kenal.
Menurut Ayalew, penanggalan Romawi baru mulai dihitung pada abad ke-3. Para ahli ketika itu mereka-reka dan menghitung mundur penanggalan ke masa ketika Mesias lahir untuk memulai kalender Masehi. Akibatnya, terdapat perbedaan di antara kedua penanggalan tersebut.
Jika sekarang tahun 2018, dalam penanggalan Julius orang Kristen Ortodoks Ethiopia saat ini adalah tahun 2011. Penanggalan Masehi oleh Romawi tidak bisa menentukan kapan Yesus lahir, sementara penanggalan Julius, yang sudah ada ketika itu, mencatat Yesus lahir pada tanggal 29 bulan keempat.
Hal inilah yang menjelaskan kenapa terdapat kebingungan dan perdebatan mengenai penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal untuk memperingati kelahiran Yesus. Jika benar Yesus lahir pada akhir tahun, ketika itu adalah musim dingin di Yerusalem, termasuk Betlehem. Sedangkan dari penggambaran kisah kelahiran Yesus tidak dijelaskan ihwal adanya musim dingin.
Karena punya penanggalan itu, Ayalew menjelaskan, umat Kristen Ortodoks Ethiopia merayakan Natal berdasarkan sistem kalender mereka sendiri, yaitu setiap 7 Januari. “Itu dihitung dari bintang yang dilihat oleh tiga majusi dalam kisah kelahiran Yesus,” ujarnya.
Bukan hanya tidak ada perayaan Natal pada 25 Desember, umat Kristen Ortodoks Ethiopia bahkan sedang berpuasa ketika itu. Pada masa Adven atau penantian kelahiran Yesus, penganut Ortodoks berpuasa selama 45 hari. Bahkan 25 Desember bukan hari libur atau tanggal merah di Ethiopia. “Jadi kami biasanya masuk kerja,” kata Aregay Kidane, 68 tahun, pensiunan pegawai pemerintah.
Meski tidak ada perayaan pada 25 Desember, suasana Natal tetap terasa di Ethiopia. Hotel dan pusat belanja memasang ornamen Natal sebagai hiasan. Bahkan kegiatan menyambut Natal berlangsung. Di antaranya temu Sinterklas yang diadakan di Hotel Sheraton, Addis Ababa, pada akhir pekan awal Desember 2018. Terlihat anak-anak Ethiopia diikutkan orang tuanya dalam acara tersebut.
Bagi Kidane dan pemeluk Ortodoks Ethiopia lain, melihat umat kristiani lain yang merayakan Natal ketika mereka sedang berpuasa bukanlah masalah. “Meski sedang berpuasa, kami tidak terlarang mengucapkan selamat Natal kepada yang merayakannya,” tutur Kidane.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo