Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Tancap Gas BBM Bersubsidi

Warisan defisit anggaran yang membengkak membuat sempit "ruang gerak" anggaran pemerintah Jokowi. Memberi sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi sebelum akhir tahun.

20 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA bulat diperoleh setiap kali ada pembahasan tentang kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi oleh Tim Transisi yang dibentuk presiden terpilih 2014-2019, Joko Widodo. Tak satu pun anggota tim, yaitu Rini Mariani Soemarno, Andi Widjajanto, Hasto Kristiyanto, Anies Baswedan, dan Akbar Faizal, menyampaikan keberatan atas rencana yang dihasilkan dari belasan rapat yang digelar sepanjang Agustus-Oktober itu.

Rencana ini sejak awal memang sudah mendapat restu dari Jokowi. Penasihat Tim Transisi, Luhut Binsar Panjaitan, malah sempat membocorkan besaran kenaikan harga BBM, Rp 3.000, untuk Premium dan solar pada November mendatang. Seorang pengusaha yang ikut dalam Tim Transisi malah menyebutkan kebijakan harga baru BBM bersubsidi sudah diputuskan berlaku mulai 30 November.

Jokowi tak menyangkal rencana kenaikan tersebut. "Kita bicara mengalihkan subsidi dari konsumtif ke produktif," katanya kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu. Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla memberi sinyal bahwa menaikkan harga BBM adalah kebijakan pertama yang akan diambil pemerintah baru. "Harus pertama kali. Kalau tidak, negara bangkrut," ujarnya. "Sekolah dan lainnya tidak akan bisa dibangun."

Kenaikan harga BBM mendesak untuk menjaga defisit anggaran 2,4 persen setara dengan Rp 241 triliun yang dipatok Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014. Undang-undang yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni lalu harus dijalankan pemerintah baru hingga akhir tahun ini.

Masalahnya, dalam anggaran itu, asumsi nilai tukar rupiah yang ditetapkan adalah 11.600 per dolar. Padahal nilai tukar rupiah sudah tembus level 12.207 hingga penutupan Jumat dua pekan lalu. Menurut Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri, defisit anggaran bisa melebar karena rupiah terus mengalami lesu darah.

Pelemahan rupiah Rp 100 berimbas pada kenaikan defisit Rp 3-4 triliun. Artinya, defisit tahun berjalan bisa melonjak menjadi Rp 18-24 triliun dengan penyumbang terbesar subsidi BBM dan listrik yang masih mengandalkan impor. Apalagi konsumsi BBM bersubsidi, menurut Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya, diprediksi melebihi kuota hingga 1,35 juta kiloliter.

Deputi Tim Transisi Hasto Kristiyanto mengatakan langkah mengerem defisit juga dicarikan jalan lewat penghematan belanja rutin. Tim menemukan anggaran perjalanan dinas yang mencapai Rp 30 triliun dan anggaran rapat sebesar Rp 18 triliun sebagai belanja yang bisa dihemat.

Anggota Tim Transisi mengatakan Tim juga menyigi laporan proses bisnis distribusi minyak mentah hingga menjadi bahan bakar minyak. Hasilnya, besaran penyusutan setiap jenis komoditas minyak yang didistribusikan dipukul rata tiga persen. Termasuk biaya mengolah minyak impor berjenis oktan 92 (Pertamax) menjadi oktan 88 (Premium). "Ada sekitar Rp 30 triliun yang bisa dihemat," ujar salah satu pengusaha di Tim Ekonomi Jokowi.

Namun upaya penghematan itu tak bisa dinikmati langsung. Penghematan ini bisa dilakukan paling cepat pada anggaran tahun depan. Padahal ancaman defisit sudah di depan mata. Kalla mengatakan defisit anggaran semakin tertekan dengan penerimaan pajak meleset Rp 100 triliun tahun ini. Penerimaan pajak baru mencapai Rp 663 triliun atau 62 persen dari target hingga September lalu. Hitungan ini semakin menguatkan rencana pemerintah baru segera menaikkan harga BBM. "Untuk membayar gaji pegawai bisa dari berutang," ujarnya.

SETELAH harga BBM dinaikkan, langkah yang tak kalah penting disiapkan adalah pengalihan alokasi anggaran ke sektor produktif. Beberapa anggota Tim Ekonomi Jokowi menyebut pembahasan penyiapan sistem jaring pengaman sosial dan skema pengalihan subsidi ke sektor produktif yang memakan waktu paling lama. Jokowi sempat hadir dalam sejumlah rapat dan minta disiapkan skenario yang jitu untuk melindungi masyarakat yang paling rentan terkena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Pembahasan skema jaring pengaman ini juga kerap diisi bongkar-pasang skenario.

Skenario besar jaring pengaman sosial adalah membagikan kartu keluarga Indonesia sejahtera (KKIS). Kartu ini akan diberikan kepada 15,5 juta keluarga miskin berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang bekerja di bawah Wakil Presiden Boediono. Untuk keluarga itu juga akan diberikan kartu Indonesia sehat dan kartu Indonesia pintar bagi anggota keluarga yang masih menyandang status siswa.

Pemilik KKIS berhak mendapat dana tunai seperti bantuan langsung tunai (BLT) pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Besaran BLT yang dikucurkan per keluarga mengacu pada standar Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mematok keluarga miskin, yaitu pengeluarannya kurang dari US$ 2 per hari.

Dana tunai itu diharapkan murni untuk kebutuhan pangan, tidak terpakai untuk biaya kesehatan dan pendidikan-karena sudah dijamin lewat kartu Indonesia sehat dan kartu Indonesia pintar. Penyaluran bantuan tunai ini akan menggunakan sistem lama, yaitu didistribusikan lewat PT Pos Indonesia. Jokowi membenarkan, ada dua model jaring pengaman sosial itu. "Ada kartu Indonesia pintar, yang cash transfer juga ada," ujarnya.

Anggaran BLT dan beragam jaring pengaman sosial akan diambil dari pemangkasan subsidi. Dengan kenaikan harga Rp 3.000 dan konsumsi 46 juta kiloliter, anggaran negara yang bisa dihemat mencapai Rp 138 triliun.

Untuk mengerek pertumbuhan, anggaran negara juga akan lebih banyak dikucurkan ke sektor produktif, terutama nelayan dan petani. Tumbuhnya ekonomi di dua kelompok itu sekaligus menjadi program mengentaskan masyarakat miskin. Malah Jokowi sempat meminta pengalihan ke sektor produktif tidak menunggu kenaikan harga BBM. Tujuannya agar masyarakat miskin bisa merasakan lebih awal manfaat pengalihan subsidi.

Salah satu program pengalihan itu adalah membangun kampung nelayan modern. Model perkampungan ini adalah pembangunan perumahan layak huni untuk nelayan, bantuan perahu baru, pembangunan tempat pelelangan ikan yang modern, penyediaan cold storage, jaminan suplai solar bersubsidi, serta pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan di satu kawasan.

Seorang anggota kelompok kerja Rumah Transisi mengatakan program ini mulai digulirkan pada 1 November mendatang. Kampung nelayan itu akan dibangun di sepuluh daerah, di antaranya Sumatera Utara, Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Maluku. Hitungan Tim, pembangunan sepuluh kampung nelayan ini membutuhkan anggaran Rp 300 miliar. "Sebagai proyek percontohan," katanya. "Sumber berasal dana corporate social responsibility, yang mencapai Rp 9 triliun."

Jusuf Kalla optimistis beragam skenario jaring pengaman sosial dan pengalihan ke program produktif dapat segera digulirkan. Yang terpenting dari kenaikan harga BBM, anggaran negara tahun ini terselamatkan dari bengkaknya subsidi konsumtif yang 70 persen dinikmati penduduk kaya. "Kami akan menaikkan secepatnya. Sebab, satu hari telat, Rp 1 triliun hilang percuma," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus