Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARA di seberang telepon pada Rabu siang pertengahan Februari lalu membikin Ramdansyah hampir melonjak dari kursi. "Pak, betul Bapak mendukung salah satu calon independen?" kata Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum DKI Jakarta itu menirukan si penelepon, Kamis pekan lalu. Si penelepon adalah Muhammad Subur, anggota Panitia Pengawas Kecamatan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta yang sedang mengawasi verifikasi dokumen dukungan calon perseorangan di kantor Kelurahan Lagoa, Koja, Jakarta Utara.
Menemukan nama Ramdansyah dalam tumpukan fotokopi kartu tanda penduduk pendukung calon independen, Panitia Pemungutan Suara meminta Subur mengontak si empunya. "Kami lihat fotokopi KTP dan tanda tangan dukungan Bapak," kata Subur kepada Ramdansyah.
Betul Ramdansyah warga Lagoa, tapi ia merasa tak pernah menyerahkan fotokopi kartu identitas itu dan meneken surat dukungan. Ditilik dengan teliti, Ramdansyah membenarkan, salinan KTP difotokopi dari aslinya. Tapi tanda tangannya pada surat dukungan dilancungkan. "Yang palsu, sudut-sudut tanda tangan saya lancip-lancip."
Tiga hari setelah mengetahui tanda tangannya dipalsukan, Ramdansyah mendatangi kantor Kelurahan Lagoa untuk meneken formulir B8—pernyataan menarik dukungan. Tapi, hingga kini, ia masih memutar otak bagaimana fotokopi KTP-nya ada di tangan mereka. "Apakah mereka mendapatkan fotokopi KTP saya dari leasing, kelurahan, atau penyedia kartu kredit, saya tak tahu," ujarnya.
Ia menolak menyebutkan calon independen yang mencatut namanya. Tapi koleganya di Panitia Pengawas mengatakan dukungan palsu itu diberikan ke pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin.
Keganjilan dari pendukung pasangan independen lainnya, Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria, juga ditemukan. Kejadiannya di Kelurahan Kedaung Kali Angke, Cengkareng, Jakarta Barat, pada saat verifikasi administrasi Februari lalu. Yang mengalaminya Siti Khadijah, ibu mertua Restu Saraswati, anggota Panitia Pengawas Kecamatan. Menurut Restu, mertuanya yang kini 63 tahun itu merasa tak pernah menyerahkan fotokopi KTP. "Sebaliknya, tak ada juga yang minta KTP," katanya.
Restu pernah mendengar ada kegiatan pengumpulan KTP di Cengkareng. Tapi, setelah ditelusuri, hasilnya hampa. "Tak pernah kelihatan jejaknya," ujarnya. Informasi adanya makelar KTP juga sampai ke telinga Ramdansyah. Akhir tahun lalu, di Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, tersiar kabar calo KTP bergentayangan. Sang makelar, kata Ramdansyah, membeli fotokopi KTP warga seharga Rp 700 per lembar. Sayangnya, calo itu tak pernah tertangkap basah oleh Panitia Pengawas. "Saat kami mulai menyelidiki, orangnya kabur duluan," kata Ramdansyah.
Menurut Ramdansyah, dari praktek itu, seorang makelar bisa menangguk untung Rp 2.000-4.000 per KTP. Celakanya, si calo diduga menjual KTP yang diperolehnya kepada kedua pasangan calon, baik Faisal-Biem maupun Hendardji-Riza.
Data Panitia Pengawas di Jakarta Selatan pada 12-13 Februari lalu menunjukkan ada 18.323 pendukung Faisal-Biem yang juga menyetorkan fotokopi KTP-nya kepada kubu Hendardji-Riza. Sebaliknya, di pihak Hendardji-Riza, ada 12.059 penyokong yang mendukung Faisal-Biem sekaligus. Terhadap dukungan ganda ini, PPS langsung mencoretnya.
BERBULAN-bulan mengumpulkan KTP, Senin pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta mengumumkan jumlah penyokong pasangan Faisal-Biem dan Hendardji-Riza. Dari 422.933 pendukung Faisal-Biem, Komisi Pemilihan mencoret 206.354. Dengan pendukung yang tinggal 216.579 atau 51,21 persen, Faisal-Biem perlu menambah 190.761 KTP untuk menggenapi syarat lolos minimal 407.340 pendukung atau sekitar empat persen penduduk Jakarta.
Hendardji-Riza tampaknya tak perlu bekerja sekeras Faisal-Biem untuk mendapatkan KTP pengganti. Dari 597.719 dukungan, saat verifikasi dicoret 205.218 sehingga tinggal 392.501 atau 65,67 persen. Kekurangan 14.839 KTP, Hendardji berjanji memenuhinya pada 5 April atau empat hari menjelang batas terakhir penambahan dukungan. "Kami sudah menyiapkan 30 ribu KTP baru," kata mantan Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat itu. Hendardji, yang berpasangan dengan Ahmad Riza, salah satu Ketua Partai Gerindra yang juga putra Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan, optimistis bisa ikut pemilihan.
Di pihak lain, Faisal menyatakan penyebab jumlah pendukungnya dikorting banyak adalah tak dipanggilnya mereka saat verifikasi faktual, ketika Panitia Pemungutan Suara memeriksa silang data dalam dokumen dukungan dengan orang yang disebut di sana. "Banyak penduduk yang merasa tak dipanggil," ujar mantan Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional itu.
Faisal percaya diri lolos dari hadangan verifikasi. Sejumlah survei menempatkan namanya di papan atas. Survei Cyrus Network pada Januari lalu, misalnya, menyebutkan popularitas Faisal mencapai 12 persen atau nomor empat di bawah Fauzi Bowo (24 persen), Joko Widodo (17,3), dan Tantowi Yahya (12,3). Dari 11 calon yang disodorkan kepada responden, Hendardji ada di nomor buncit dengan 0,3 persen. Survei lain menempatkan Faisal di urutan ketiga, setelah Fauzi dan Tantowi. Ia jauh mengungguli Alex Noerdin, calon koalisi Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Damai Sejahtera.
Itulah sebabnya Faisal-Biem tetap mendaftar sebagai calon meski jumlah dukungannya masih kurang. Biem Benjamin, pasangan Faisal, juga bukan tak bisa meraup dukungan kelak ketika pemilihan. Biem adalah putra seniman Betawi, almarhum Benjamin S.
Lagi pula, sejak terakhir menyerahkan daftar pendukungnya pada 13 Februari lalu, tim Faisal tak berhenti mengumpulkan KTP. Manajer kampanye Faisal-Biem, Tosca Santoso, mengatakan sejak 13 Februari hingga pekan lalu sudah terkumpul 120 ribu KTP tambahan. Ia optimistis sebelum 9 April kekurangan KTP bakal terpenuhi. "Kami keluar-masuk kampung, bikin posko, dan rekrut relawan," ujarnya. Tosca menyanggah mencatut KTP sembarang orang untuk menggenapi dukungan, termasuk memalsukan tanda tangan Ramdansyah, Ketua Panitia Pengawas.
Kubu Hendardji juga membantah menggunakan jasa calo KTP. Menurut Dadiek Surarto, koordinator pengumpul KTP tim Hendardji, kolektor KTP di timnya tersebar di 267 kelurahan di 44 kecamatan di seluruh Jakarta. Di setiap kelurahan rata-rata ada lima kolektor. "Kami tidak beli KTP, tapi mendatangi rumah warga satu per satu untuk meminta dukungan," ujar Dadiek. Tim, kata dia, hanya memberikan "bonus" kepada para kolektor sebagai pengganti biaya operasional dan uang makan sebesar Rp 1.500 per kartu identitas. Siapa kolektornya? Dadiek menyebutkan antara lain pengurus rukun tetangga atau rukun warga setempat.
Anggota Komisi Pemilihan, Jamaluddin F. Hasyim, menyatakan lembaganya sudah mencoba menyiasati aturan yang memberatkan calon. Misalnya, KTP kedaluwarsa, yang semestinya otomatis dicoret berdasarkan aturan KPU pusat, tak langsung digugurkan oleh KPU Jakarta asalkan si pemilik KTP menunjukkan kartu identitas teranyar.
Ia mengakui Panitia Pemungutan tak optimal ketika melakukan verifikasi, terutama pada tiga hari pertama. Di Kebon Jeruk, misalnya, dari seribu orang yang dikirimi undangan, yang muncul di kelurahan cuma seorang. "Itu pun datang untuk membatalkan dukungan," kata Jamaluddin.
Anton Septian, Amandra Megarani, Maria Goretti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo