INGIN naik pelaminan, sampainya di penjara. Inilah ujung kisah cinta Bambang, 37 tahun, dan Eni, 18 tahun, yang sempat dijalin tiga bulan menjelang akhir tahun lampau. Duda satu anak itu berasal dari Situbondo, sedangkan Eni, ibu satu anak, dari Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka berkenalan di kawasan Ambengan Kanginan, Surabaya. Bambang bekerja dengan ngobyek mobil omprengan, dan Eni mirip layangan putus setelah suaminya raib entah ke mana. Walhasil, perkenalan itu cepat dibumbui kencan di hotel. Ketika Eni minta dinikahi, Bambang mengajaknya ke Situbondo untuk diperkenalkan pada kaum familinya. Tapi mereka tak langsung menemui keluarga Bambang, melainkan singgah di hotel. Cinta sudah melekat, kata orang, Eni tak rewel menutup semua perongkosan. Tak ada uang, perhiasan dilego. Binggel atau gelang kaki dan cincin emasnya menguap untuk sang kekasih yang mengaku sudah kehabisan uang. Seminggu di sana, belum sempat sama sekali sowan pada keluarganya, Bambang mengajak Eni ke Jakarta, sekaligus dia bilang akan cari kerja di Ibu Kota. Kali ini satu lagi cincin plus anting-anting Eni melayang. Di Jakarta, mereka tinggal di sebuah rumah petak di bilangan Kramatjati. Bambang kemudian kerja serabutan sebagai calo bus. Berapalah penghasilannya. Namun, sebulan mereka di Jakarta, tabiat asli Bambang kumat, yakni ringan tangan alias suka menampar. Hidup sudah susah, Bambang sering pula marah. Parah, sementara mereka belum juga nikah. Sampai pada suatu hari Bambang melihat Eni menerima uang Rp 1.000 dari seorang lelaki. Bak-buk! Eni dikemplangnya dengan kayu. Lalu, sreset! Rambut cewek berperawakan sedang dan berkulit sawo matang itu diguntingnya, nyaris mirip potongan serdadu. Tak tahan dianiaya, Eni pun minggat. Bambang bengong mendapatkan lemari melompong. Rupanya, Eni melego pakaian untuk ongkosnya. Mengaku cinta setengah mati, Bambang menyusul Eni ke desanya. "Saya ke rumah orang tuanya minta Eni kembali, dan melamarnya baik-baik," tuturnya kepada Widjajanto dari TEMPO. Tak jelas apa dia lupa kelakuannya membuat Eni kabur, tapi tanggapan yang didapatnya tak jauh dari itu. Eni bukan cuma mendampratnya, tapi juga meneriakinya maling. Akibatnya, Bambang lari lintang-pukang. Penduduk yang mendengar teriakan Eni segera membekuk Bambang di sekitar Porong. Urusan akhirnya sampai di tangan polisi. Di sini Bambang tak mungkin berkelit lagi mengenai perlakuannya terhadap Eni. Cuma, ia menampik dakwaan menggagahi dan menipu hingga ludesnya perhiasan Eni. "Perbuatan mesum itu kami lakukan suka sama suka, kok," katanya. Tapi, apa boleh buat, tangannya yang berbisa telah membelokkan jalan ke pelaminan menjadi jalan ke tutupan alias bui.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini