Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengenal medan, kenali selera

Suatu produk yang sukses belum tentu berhasil di tempat lain. kentucky fried chicken atau lainnya, harus mengubah konsepnya sesuai dengan tuntutan konsumen. harus mampu mengenal medan sebelum pelaksanaan.

6 September 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YA, di Medan ada warung kweetiauw yang menurut beberapa penggemarnya adalah yang paling enak di seluruh Indonesia. Di dekat Medan, di Belawan, juga ada warung-warung hidangan seafood yang boleh juga. Tetapi, bukan mengenal Medan itulah yang saya maksud. Yang dimaksud sebenarnya adalah mengenal medan, knowing the field. Orang Jepang menyebutnya sebagai gemba-shugi. Mengapa harus saya terjemahkan ke dalam bahasa Jepang? Karena sebentar lagi akan banyak cerita tentang Jepang dalam Kiat ini. Dalam gemba-shugi, orang Jepang punya pengertian tradisional bahwa pengenalan medan sudah harus dilakukan sebelum orang mulai melakukan perencanaan. Dan ini cocok pula dengan konsep modern tentang perencanaan. Suatu produk yang sukses pada suatu pasar belum tentu berhasil memasuki pasar yang lain. Kadang-kadang diperlukan pengikisan dan penyesuaian di sana-sini untuk membuat suatu produk pas benar bagi suatu pasar. Rubrik Kiat ini, setahun yang lalu, pernah mengetengahkan konsep Jepang yang lain, yaitu suri-awase: saling menggesekkan pantat mangkuk yang baru agar keduanya menjadi mulus. Kentucky Fried Chicken, misalnya, mulai masuk ke Jepang bersamaan dengan penyelenggaraan Expo '70 Osaka. Bekerja sama dengan mitra lokal, Mitsubishi Corporation, Kentucky lalu membuka warung-warungnya mengikuti gaya Amerika -- yaitu di sekitar pintu masuk ke jalan raya bebas hambatan. Ternyata, sambutan masyarakat Jepang tak seberapa menggembirakan. Lalu, barulah diselenggarakan penelitian yang menemukan bahwa warung-warung Kentucky justru harus ditempatkan pada lokasi yang ramai oleh para pejalan kaki. Kentucky juga menerima saran lokal untuk menambahkan kecap Jepang pada 13 bumbu ramuan Colonel Sanders yang populer itu. Kini Kentucky menghasilkan penjualan sekitar Rp 400 milyar setahun di Jepang. Dunkin' Donuts, yang kini juga mulai memasuki pasar Indonesia, pun berubah konsep di Jepang. Mereka mengubah counter-style dengan gaya kafetaria. Di Indonesia Dunkin' Donuts menerapkan gaya kafetaria ini juga. Soalnya, tidak seperti di Amerika, orang Jepang merasa tak pantas untuk makan sambil berjalan. Padahal, di Amerika orang merasa sah untuk makan donat sambil keluar-masuk toko. Mereka juga merasa sah menjilati jari-jari bekas donat di hadapan umum. Pemandangan seperti itu tak akan kita jumpai di Jepang, sekalipun dulu orang selalu sinis menunjuk turis Jepang yang tak segan-segan kencing di pinggir jalan. Masalahnya, kencing adalah hajat darurat. Sedangkan makan dan minum dapat direncanakan secara lebih baik. Fox Bagel (bagel adalah sejenis donat juga, sering kali dibelah dua dan diisi tengahnya) sudah mulai menjual produknya di Jepang, karena melihat remaja-remaja Jepang menyukai hal-hal yang berbau Amerika. Toh, Fox Bagel harus mengadakan perubahan dengan memperkecil ukuran bagel Amerika yang dianggap terlalu besar untuk mulut Jepang. Johnson & Johnson pun, mau tak mau, harus melakukan perubahan-perubahan yang dituntut oleh masyarakat Jepang. Sikat gigi Reach, misalnya, sedikit diperpendek tangkainya setelah penelitian menemukan bahwa orang Jepang tak suka sikat gigi yang tangkainya panjang. Bahkan bayi-bayi Jepang pun menuntut Johnson & Johnson melakukan perubahan untuk membuat baby lotion yang lebih encer. J & J kini juga sedang mencoba "mendidik" masyarakat Jepang menggunakan dentalfloss sebagai pengganti tusuk gigi. Entahlah, bila tak berhasil, J & J mungkin justru harus memasarkan tusuk gigi di Jepang. Gemba-shugi yang terjemahan harfiahnya kurang lebih berarti bahwa medan harus didahulukan -- field first -- mungkin memang harus dimengerti secara harfiah pula. Tanpa kemampuan membaca medan, pemasar tak akan mungkin mampu memasarkan produknya. Gudeg Yogya yang manis mungkin harus ditambah garam bila hendak dipasarkan secara luas di Jawa Timur. Kentucky Fried Chicken pun di Indonesia terpaksa berjualan nasi pula karena perut Indonesia merasa belum makan kalau hanya kemasukan ayam dan kentang goreng. Sebelum perang tentara menyusupkan pasukan sandi elite memasuki medan yang akan ditembus. Para pemasar, karenanya, tak bisa menyerahkan pekerjaan pengenalan medan pada orang-orang yang nonprofesional. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus