Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kader Istana untuk Nusantara

Presiden Joko Widodo menimbang sejumlah nama menjadi Kepala Otorita Ibu Kota Negara. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berhadapan dengan pilihan partai.

12 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden Jokowi menjajaki sejumlah tokoh untuk Kepala Otorita Ibu Kota Negara.

  • PDI Perjuangan juga mengajukan kandidat kepala otorita kepada Presiden.

  • Setidaknya diperlukan 12 ribu aparatur sipil negara untuk mendukung pemindahan ibu kota negara.

DUA kriteria calon Kepala Otorita Ibu Kota Negara disampaikan Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan para pemimpin media massa di Istana Merdeka pada Rabu, 19 Januari lalu, yaitu memiliki latar belakang arsitek dan pernah memimpin daerah. “Tapi itu kan keinginan saya,” kata Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sehari sebelumnya, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Ibu Kota Negara. Presiden memiliki waktu dua bulan setelah Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara diundangkan untuk memilih pejabat setingkat menteri yang bertanggung jawab dalam pemindahan ibu kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden mengklaim belum memutuskan siapa Kepala Otorita. Ia menyatakan sedang berfokus menyusun regulasi turunan dari Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN). Setelah itu, pemerintah akan membentuk panitia seleksi Kepala Otorita IKN.

Presiden Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kedua kiri) menyapa warga di Pasar Sederhana, Bandung, Jawa Barat, 17 Januari 2022. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Tiga pejabat yang mengetahui rencana pengisian jabatan kepala otorita bercerita, Presiden sudah menimbang-nimbang sejumlah calon untuk memimpin Nusantara—nama ibu kota baru. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil salah satunya.

Menurut tiga pejabat itu, Jokowi mengungkapkan kepada Ridwan soal peluang dia memimpin ibu kota baru di sela-sela kunjungannya ke Bandung pada Senin, 17 Januari lalu. Ridwan memenuhi kriteria yang diungkapkan Jokowi. Ia adalah arsitek dan pernah menjadi Wali Kota Bandung.

Narasumber yang sama mengatakan Jokowi sempat mencetuskan kemungkinan Ridwan merangkap jabatan sebagai gubernur sekaligus Kepala Otorita IKN. Dengan begitu, elektabilitasnya sebagai calon presiden juga terkerek. Ridwan disebut-sebut menyatakan kesiapannya memimpin ibu kota.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Wandy Tuturoong, mengatakan Presiden Jokowi belum menetapkan nama kepala otorita karena punya waktu sampai Maret 2022 untuk mengambil keputusan. “Presiden menimbang berbagai masukan dari publik,” Wandi menjelaskan.

Setelah berdiskusi dengan Jokowi, Ridwan dan timnya bersafari ke sejumlah pejabat. Seorang anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara mengaku pernah bertemu dengan tim Ridwan setelah undang-undang disahkan. Anggota Dewan dari partai pendukung pemerintah ini bercerita, orang dekat Ridwan meminta taklimat mengenai isi Undang-Undang IKN.

Menurut orang dekatnya, Ridwan juga berkomunikasi dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo soal aturan rangkap jabatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dilarang merangkap sebagai pejabat negara lain.

Adapun draf Undang-Undang Ibu Kota Negara versi final menyebutkan kepala otorita setara dengan menteri. Dengan begitu, kepala otorita tunduk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2018 tentang Kementerian Negara yang melarang rangkap jabatan. Tapi Menteri Sosial Tri Rismaharini pernah menjabat menteri sekaligus Wali Kota Surabaya dengan dalih diizinkan Jokowi.

Tjahjo Kumolo membantah jika disebut berjumpa dengan Ridwan Kamil untuk membahas peluang rangkap jabatan kepala daerah dan kepala otorita. “Saya tidak punya kapasitas berbicara mengenai kepala otorita,” ujarnya. Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, tak mengetahui bahwa Tito Karnavian pernah bertemu dengan Ridwan untuk mendiskusikan jabatan kepala otorita.

Sejumlah alat berat membuka akses jalan di lokasi segmen tiga di kawasan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 6 Februari 2022. ANTARA/Bayu Pratama S

Ridwan Kamil mengaku belum mendapat tawaran dari Presiden Jokowi untuk menjadi Kepala Otorita Ibu Kota Negara. Ia menyatakan tak ada pembicaraan soal jabatan di ibu kota baru ketika mendampingi Presiden pada 17 Januari lalu. Tapi Jokowi sempat meminta pendapat Ridwan mengenai proyek ibu kota negara.

Menurut Ridwan, Jokowi membicarakan prinsip agar Nusantara menjadi kota berkelas dunia. “Saya menerangkan dengan sudut pandang ilmu arsitektur,” kata lulusan jurusan desain urban dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat, ini. Ihwal rangkap jabatan gubernur dan kepala otorita, Ridwan enggan berkomentar. “Belum ada kepastian dan khawatir salah.”

Walau begitu, Ridwan kerap membicarakan otorita Nusantara dalam berbagai acara. Saat menjadi tamu di salah satu stasiun televisi swasta pada pekan keempat Januari lalu, ia mengungkapkan latar belakang ilmunya cocok dengan pekerjaan kepala otorita yang membangun Istana Kepresidenan.

Mantan Wali Kota Bandung itu juga terang-terangan menyatakan otorita sebagai format lembaga yang paling pas untuk ibu kota baru. Opini itu disampaikan saat ia mengisi diskusi virtual yang diadakan Ikatan Arsitektur Indonesia pada Rabu, 9 Februari lalu. “Otorita sangat penting agar tak ada ego sektoral dan kebijakan dari presiden bisa terpusat,” tuturnya.

Bukan hanya Emil—sapaan Ridwan Kamil—Presiden Jokowi mengantongi sejumlah nama calon kepala otorita. “Kandidatnya memang banyak. Ada Pak Bambang Brodjonegoro, Pak Ahok, Pak Tumiyana, dan Pak Azwar Anas,” ujar Jokowi di Istana Merdeka pada 2 Maret 2020.

Mantan Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, bercerita, Jokowi mengajaknya berdiskusi mengenai ibu kota pada sekitar April 2021. Saat itu, ia berniat pamit dari kabinet karena Presiden melebur Kementerian Riset ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Nasib otorita ibu kota sempat disinggung saat Bambang berjumpa dengan Presiden.

Menurut Bambang, Presiden Jokowi menanyakan pendapatnya mengenai pembentukan lembaga otorita. Kepada Jokowi, Bambang mengatakan target agar ibu kota baru dapat beroperasi pada 2024 cukup berat karena pandemi Covid-19 belum reda. “Saya tak menolak, tapi waktu itu saya masih menjabat Menteri Riset,” ucapnya.

Bambang bukan orang baru di proyek ibu kota negara. Ia menyiapkan kajian pemindahan ibu kota ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, tatkala menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2016-2019. Berbekal riset dari tim yang dipimpin Bambang, Jokowi akhirnya memilih Penajam Paser Utara sebagai lokasi ibu kota baru.

“Pilihan Presiden Jokowi jatuh ke Penajam karena ada tanah pemerintah yang dapat dipakai sewaktu-waktu,” kata Bambang. Ia mengaku belum berkomunikasi lagi dengan Presiden setelah Undang-Undang Ibu Kota Negara disahkan pada Januari lalu.

Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama juga digadang-gadang memimpin Otorita Ibu Kota Negara. Basuki alias Ahok disorongkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dua politikus yang mengetahui pemilihan itu mengatakan nama Ahok telah diusulkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kepada Presiden Jokowi.

Menurut Hasto, Ahok punya rekam jejak memimpin daerah ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta. Meski demikian, Hasto mengatakan partai tak akan cawe-cawe urusan pemerintah dalam menetapkan kepala otorita. “Kami serahkan kepada Bapak Presiden, tapi kami mengajukan rekomendasi calon kepala otorita, termasuk Bapak Basuki,” ujarnya.

Hasto menyebutkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sedang berdialog dengan Presiden Jokowi mengenai kandidat kepala otorita. “PDI Perjuangan sudah menyampaikan karena partai punya harapan sejak zaman Bung Karno terkait dengan ibu kota negara di Kalimantan,” katanya.

Basuki enggan berkomentar mengenai namanya yang digadang-gadang memimpin otorita Nusantara. “Taat konstitusi saja,” tuturnya melalui pesan WhatsApp pada Selasa, 8 Februari lalu.

PDI Perjuangan juga menimbang kader selain Basuki, antara lain Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Abdullah Azwar Anas. Menurut Hasto, Risma memenuhi kriteria kepala otorita yang dimaui Jokowi, yakni berpendidikan arsitek dan pernah menjadi kepala daerah.

Melalui pernyataan tertulis, Risma yang pernah menjabat Wali Kota Surabaya menyebutkan kepala daerah yang berprofesi sebagai arsitek bukan dia saja. Sebagai kader partai, Risma juga perlu berdiskusi dengan Megawati soal jabatan tersebut. “Saya harus melapor ke Ibu Mega yang tahu siapa saya. Apakah saya tepat di situ atau tidak,” kata Risma.

Adapun Azwar, bekas Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, mengatakan belum bisa memberi komentar ihwal tawaran menjadi kepala otorita saat dimintai konfirmasi via pesan WhatsApp pada Sabtu, 12 Februari lalu.

Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Selasa, 25 Januari lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan penetapan Kepala Otorita Ibu Kota Negara akan ditetapkan dalam waktu dekat. Menurut Suharso, kepala otorita bertugas mengoordinasi pembangunan dan pemindahan ibu kota.

Dua pejabat di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan sedikitnya ada delapan kementerian dan lembaga yang pertama kali berkantor di Penajam pada 2024. Di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Sekretariat Negara.

Menurut keduanya, kajian awal menunjukkan diperlukan 12 ribu aparatur sipil negara yang pindah ke ibu kota baru untuk mendukung Presiden Jokowi yang ingin berkantor di Nusantara. Pemimpin ibu kota akan mengoordinasi pemindahan aparatur sipil negara. Salah satu opsi yang dibahas adalah menggandakan insentif pegawai negeri, seperti tunjangan dan luas rumah dinas.

Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaya Purnama di Jakarta, 12 Februari 2020. TEMPO/Tony Hartawan

Dua pejabat negara yang mengetahui penyusunan kriteria kepala otorita mengatakan ada kemungkinan calon yang dipilih presiden tak seperti kriteria yang disampaikan ke publik. Kepala otorita dianggap harus memiliki kemampuan tingkat nasional. Misalnya melobi DPR soal anggaran dan program pembangunan. Kepala otorita akan menjadi pengguna anggaran negara.

Pada Sabtu, 12 Februari lalu, Suharso Monoarfa mengatakan Jokowi telah meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional merumuskan kriteria pemimpin Ibu Kota Nusantara. Menurut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu, kepala otorita harus memiliki kemampuan membangun ibu kota baru dan mengikuti master plan.

Ia mencontohkan, kepala otorita harus bisa memimpin seperti Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta pada 1966-1977. Suharso menilai Ali sangat berdisiplin menjalankan master plan. “Kepala otorita harus berpegang pada dokumen teknokratik pembangunan ibu kota,” ujar Suharso.

BUDIARTI UTAMI PUTRI, MIRZA BAGASKARA, EGI ADYATAMA, PRAMONO, AHMAD FIKRI (BANDUNG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus