Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Teka-teki baru

Dalam waktu dekat, selain gaji, harga bbm dan ta- rif listrik akan dinaikkan. belum diumumkan waktu dan berapa besar kenaikan.

15 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teka-teki Tarif Baru Setelah gaji, dalam waktu dekat, harga BBM dan tarif listrik akan dinaikkan. Kapan waktunya, berapa besarnya kenaikan, belum diumumkan. Dilaksanakan setelah kenaikan gaji? BARANGKALI, selain gaji, harga BBM dan tarif listriklah yang paling sering diutak-atik Pemerintah. Sekali kedua barang itu harganya dinaikkan, harga barang yang lainnya kontan ikut naik. Nah, kedua barang kebutuhan pokok sehari-hari itulah yang kini sedang hangat dibicarakan orang. Baik oleh para pegawai negeri bergolongan rendah- yang baru diiming-imingi naik gaji pada bulan Juli, tapi sudah merasakan pukulan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari sejak pekan lalu- maupun oleh para wakil rakyat di DPR. Saking pentingnya persoalan ini sampai-sampai, dalam enam bulan terakhir ini, Komisi VI DPR RI dua kali melakukan dengar pendapat dengan direksi PLN. Hasilnya? Kecuali berbagai analisa sebab dan akibat naiknya tarif listrik, sampai pekan ini, belum ada keputusan yang bisa dipegang buntutnya. "Kapan dan berapa besar tarif listrik itu akan naik kelak, hanya Presiden yang mengetahuinya," kata Profesor Artono Arismunandar, Dirjen Listrik dan Energi. Tanpa kenaikan tarif, PLN akan merugi, "Apalagi jika harga BBM dinaikkan," kata Artono lagi kepada Iwan Qodar dari TEMPO. Berdasarkan perhitungan di atas kertas, jika tarif tak didongkrak, pada tahun anggaran ini PLN akan merugi sekitar Rp 28 milyar. Lain halnya jika tarif dinaikkan (10% saja), BUMN yang memonopoli pasar setrum di Tanah Air ini langsung akan melaba Rp 228 milyar. Apalagi bila kenaikannya sampai 25% seperti pada tahun 1989, misalnya, keuntungan yang bisa diraih menjadi lebih besar (sekitar Rp 613 milyar). Entah, kenaikan sebesar apa yang akan diputuskan oleh Pemerintah. Yang jelas, ada beberapa janji yang pernah dilemparkan Pemerintah ketika tarif listrik dinaikkan pada April 1989 itu. Ketika itu, Menteri Ginandjar mengucapkan bahwa kenaikan akan dilakukan berdasarkan prinsip "yang kuat membantu yang lemah". Untuk kelompok rumah tangga sederhana (golongan R-1 yang setiap bulannya hanya memakai listrik seharga sekitar Rp 5 ribu) misalnya, kenaikannya tidak akan setinggi yang dikenakan pada golongan usaha pasar swalayan. Janji lain, yang juga pernah dilontarkan Menteri Ginandjar, adalah tentang tingkat kenaikannya itu sendiri. Waktu itu ia menjanjikan, "Di masa mendatang, penyesuaian tarif listrik akan dilakukan sesuai dengan perkembangan." Maksudnya, jika dalam satu tahun harus ada kenaikan 2% atau 3%, kenaikan itu akan segera dilakukan seketika. "Daripada seperti sekarang, langsung sekaligus 25%," tuturnya ketika itu. Memang menurut perhitungan, mengutip salinan hasil dengar pendapat antara PLN dan DPR, pada awal Juni, terlihat bahwa setiap kenaikan tarif 5% akan menghasilkan pendapatan tambahan Rp 128 milyar. Ini berarti, kalau tarif dinaikkan 2,5% saja, PLN tidak akan merugi. Sebab, dari situ ia akan memperoleh tambahan Rp 64 milyar. Hanya saja, ini bukanlah perhitungan yang punya sifat mutlak. Maksudnya, itu hanya akan berlaku jika besarnya berbagai komponen biaya operasi tidak berubah. Seperti diketahui, beban biaya terbesar yang harus ditanggung oleh PLN adalah bahan bakar dan pelumas, yang menduduki 50% dari total biaya. Setelah itu, baru menyusul biaya penyusutan, administrasi, dan biaya pemeliharaan. Namun, sialnya, kemungkinan naiknya beberapa komponen biaya, kalau melihat gelagat saat ini, tampaknya sangat besar. Paling tidak, yang sudah digembar-gemborkan akan naik adalah harga BBM itu. Ini memang merupakan langkah yang sangat tidak populer dari Pemerintah. Tapi, Pemerintah sendiri pernah bertekad agar setahap demi setahap subsidi BBM dikurangi. Bahkan, pada gilirannya kelak, subsidi BBM akan dihapuskan dari sisi pengeluaran APBN. Ini dilakukan, selain untuk meningkatkan besarnya tabungan pemerintah, juga untuk mendukung program efisiensi nasional. Mulai dari menghemat pemakaian devisa negara, mencegah pemborosan dalam penggunaan energi, hingga mendukung suksesnya kebijaksanaan diversifikasi energi. Apakah rencana kenaikan BBM kali ini, yang diduga akan terjadi tidak lama lagi, akan merupakan tonggak sejarah penghapusan subsidi minyak di dalam negeri secara total? Jawabnya ada pada keputusan Pemerintah nanti. Yang pasti, subsidi BBM yang dianggarkan tahun ini, Rp 1,187 trilyun, termasuk sebuah angka yang cukup besar. Memang, pada tahun anggaran 1980/81 dan 81/82, subsidi hahan bakar pernah juga mencapai angka di atas Rp 1 trilyun. Apalagi, jika dibanding tahun lalu, subsidi Pemerintah bagi para pemakai BBM hanya Rp 626,5 milyar. Jadi, apa kira-kira yang akan dilakukan Pemerintah terhadap subsidi yang satu ini? Menteri Ginandjar sendiri, seusai diterima Presiden pekan lalu, belum bisa memberikan jawaban yang pasti. Ia hanya berani menjamin, baik kenaikan listrik maupun BBM tidak akan dilakukan di bulan Juni ini. Nah, karena Pemerintah belum memberikan kepastian, wajar jika muncul perhitungan-perhitungan perkiraan. Seorang pengusaha yang tidak mau disebutkan namanya, misalnya, memperkirakan harga listrik dan BBM baru didongkrak pada awal Agustus nanti. Artinya, akan berbarengan dengan pembayaran gaji baru yang diterima pegawai negeri yang naik 15 persen. Ini bukan hanya agar beban pegawai negeri tidak terlalu berat, tapi juga karena kenaikan gaji dan kenaikan harga BBM akan membuat pengeluaran dan pemasukan ke kas pemerintah terjadi hampir bersamaan. Seperti diketahui, jumlah tambahan dana untuk kenaikan gaji hampir sama besar dengan subsidi BBM, yakni Rp 1,1 trilyun. Bagi kalangan pengusaha, tentu saja yang mereka perkirakan, bukan hanya kapan kenaikan itu akan dilakukan. Mereka, yang pasti, banyak yang sudah mengambil ancang-ancang untuk melakukan penyesuaian. Bahkan, tanpa menunggu komando, beberapa pedagang dan perusahaan angkutan sudah ada yang mulai menaikkan tarif produk mereka sejak pekan lalu. Itu jelas merupakan langkah-langkah yang tak resmi, alias tanpa restu pemerintah. Yang resmi adalah seperti yang akan dilakukan Organisasi Angkutan Darat (Organda). "Kalau Pemerintah menaikkan harga BBM, otomatis kami akan mengusulkan agar tarif angkutan juga naik," kata Irawan Sarpingi, Ketua Organda. Memang, pada Juli tahun lalu, tarif angkutan (kecuali bis kota) dinaikkan 11%-34%. Namun, kata Irawan, angka itu belum memadai. Apalagi jika dibandingkan dengan usul Organda, yang ketika itu meminta restu kenaikan 84%. Padahal, tutur Irawan, usul itu sudah sangat sesuai. Sebab, bukan hanya harga BBM yang dijadikan ukuran, tapi juga harga komponen yang sudah naik sejak beberapa tahun sebelumnya. Langkah serupa juga akan diayunkan oleh sektor angkutan udara. Baik INACA (asosiasi penerbangan swasta nasional) maupun Garuda dan Merpati yang milik pemerintah juga berencana mengajukan usul kenaikan tarif. Ancar-ancar, mereka akan mengajukan kenaikan sekitar 100%. Atau menjadi 0,15 dolar per tempat duduk per kilometer (sebelumnya hanya 0,073 dolar). Nah, kalau yang resmi-resmi (seperti Organda dan INACA) sudah mulai bergerak, bisa dibayangkan berapa tarif angkutan jadinya nanti. Yang paling direpotkan oleh keadaan ini, siapa lagi kalau bukan, masyarakat menengah bawah. Maklum, naiknya tarif listrik dan BBM selalu akan disusul oleh kenaikan tarif angkutan. Ujung-ujungnya harga barang-barang pun tentu akan melangit. Maksudnya, tentu, lebih melangit dari kenaikan yang tidak resmi seperti sekarang. Budi Kusumah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus