DI kamar kerjanya yang berwarna krem dan lapang, di kantor yang
terletak di pinggir Kota Den Haag, Ny. N. SmitKroes, 42 tahun,
tidak kehilangan kehangatan di tengah musim dingin yang
menggigilkan tulang. "Ada ikatan batin antara saya dan negeri
Anda," kata Menteri Pengangkutan dan Pekerjaan Umum Kerajaan
Belanda itu kepada Amarzan dari TEMPO, dua pekan lalu. "Suami
saya lahir di Indonesia."
Awal Mei ini sang menteri akan berkunjung ke Jakarta untuk
membuka seminar tentang "teknologi tinggi di bidang pengangkutan
dan komunikasi." Belanda tampak sangat bersemangat sekali
menyongsong seminar ini. Mengapa?
Jawabannya sudah disediakan Menteri N. Smitkroes. "Anda tahu,
kami ini negeri kecil," katanya. "Berkat beberapa faktor, kami
telah berhasil mengembangkan teknologi tinggi di lapangan
transpor dan komunikasi. Kami ingin memasarkan dan mengalihkan
teknologi itu. Dan bangsa Anda sangat cerdas, sangat
bermotivasi, sangat bersemangat. Bagaimana kami tidak tertarik?"
Saya tiba di Belanda pada awal musim semi saat matahari masih
suka bersembunyi sepanjang hari. "Tahun ini kami mendapat Paskah
Putih," kata Cecilia-Langenberg, karyawati Dinas Perdagangan
Luar Negeri Kementerian Ekonomi Belanda, yang mengiring saya ke
mana-mana.
Dalam cuaca seperti itulah saya mengunjungi galangan kapal
IHC/Smit di Kinderdijk - sebuah dusun kecil beberapa kilometer
dari Den Haag. "Lima dari sepuluh kapal keruk yang berkeliaran
di dunia dibuat di galangan ini," kata H.J. Jansen. Kata-katanya
bergaya iklan. Maklum, Jansen adalah petugas humas perusahaan
ini.
Sejarah galangan kapal di Kinderdijk bermula pada abad ke-18 -
sekitar 1784. Tapi mulai membuat kapal keruk baru seabad
kemudian. Ketika itu sudah ada enam galangan kapal yang membuat
kapal keruk di Belanda. "Persaingan berjalan cukup keras," kata
W. Tuinmaan, insinyur dan managing director IHC/Smit. Baru pada
1927, IHC/Smit mengukuhkan diri sebagai galangan kapal keruk
terbesar di negeri itu.
Kini, dengan sekitar 1.500 pekerja, IHC/Smit menyelesaikan
pembuatan sebuah kapal keruk antara 12 dan 15 bulan. Setiap
tahun galangan ini meluncurkan 8 sampai 12 kapal. Dari pelbagai
tipe, dan untuk berbagai negeri.
"Kami tidak punya urusan dengan politik," kata Jansen. Mereka
membuat kapal keruk untuk Amerika Serikat, Uni Soviet,
Indonesia, Taiwan, RRC, dan lainnya. "Bagaimana kalian bisa
sekaligus berdagang dengan Taiwan dan RRC?" tanya saya.
"Jalannya berliku-liku, bagai meniti tali," sahut Tuinmaan tanpa
mau membuka rahasia negosiasi yang dilakukan IHC/Smit.
Setiap negeri pemesan diberi kesempatan mengirimkan
orang-orangnya untuk dilatih di galangan ini. Di salah satu
dermaga ICH/Smit tertambat kapal keruk Banda pesanan pemerintah
Rl. Empat orang pemuda Indonesia sedang dilatih di kapal yang
hampir siap untuk diluncurkan itu. Setelah dilepas dari
Kinderdijk, Banda akan mangkal di pelabuhan Semarang.
Banda adalah kapal keruk dari jenis split rype Trailing Hopper
Dredger. Dengan panjang 66 meter, lebar 14 meter, dan kedalaman
4,9 meter, kapal ini mempunyai kapasitas angkut 1.000 m3 lumpur
galian. Ia membuang hasil kerukannya di laut dalam dengan cara
"membelah" diri.
IHC/Smit tidak hanya menjual barang jadi. Juga mengalihkan
teknologi yang berhasil dikembangkannya. Itu sebabnya Jansen
membanggakan kerja samanya dengan PT Dok dan Perkapalan
Tanjungpriok, Jakarta. Di galangan terakhir ini juga dibangun
kapal keruk sejenis Banda - dua buah. Semua teknisinya orang
Indonesia. "Mutunya sama dengan yang dibuat di sini," kata
Tuinmaan.
* * *
Di kota kecil Wageningen, sekitar 100 km di sebelah timur Den
Haag, tiba-tiba saya dilontarkan ke dalam panorama Pelabuhan
Cilacap, Jawa Tengah .
Di kota ini bermarkas Maritime Research Institute (Marin),
Lembaga Penyelidikan Laut Belanda. Yayasan ini independen, dan
bekerja atas dasar tidak mencari keuntungan.
Marin bertujuan melakukan penyelidikan ilmiah di bidang
hidrodinamika, ekonomi, mengemudikan kapal, serta pengembangan
pengelolaan dan organisasi. Lembaga ini satu di antara tiga
pengambil inisiatif seminar yang akan berlangsung di Erasmus
Huis, 2 sampai 6 Mei depan.
Marin adalah gabungan antara Kolam Pola Kapal Belanda (NSMB) di
Wageningen dan Lembaga Maritim Belanda (NMI) di Rotterdam. NSMB
berdiri 1929. Bekerja menciptakan bentuk tubuh kapal yang paling
menguntungkan, serta alat penggerak yang paling tepat. Sedang
NMI, yang didirikan awal 1970-an, mengkhususkan diri pada
penyelidikan maritim.
Menengok bangsal pengujian di Wageningen bagaikan berkunjung ke
studio film. Dengan kapal-kapal mini melancar di atasnya, kolam
dilengkapi perangkat alat pembuat hujan, dan topan. Melalui
kolam ini dicari bentuk dan bangunan ideal sebuah kapal, serta
gaya yang diperlukan untuk mengarungi samudra.
Di kolam ini pula dicari tenaga penggerak yang paling tepat
untuk ukuran kapal tertentu. Bahkan sampai kepada bentuk
baling-baling yang paling afdol. Komputer mengambil alih
sebagian tugas para pengambil keputusan. Antara lain dalam
menentukan kalkulasi pembuatan disain kapal, dan analisa tenaga.
Sejak 1971 Wageningen membuka Shiphandling Department, dan
memasang alat baru: simulator. "Sejak 1960-an, orang membuat
tanker yang terus-menerus semakin besar," kata G.A. Bakker,
direktur Marin. "Makin banyak problem dalam menangani
kapal-kapal besar, baik dari segi olah gerak maupun navigasi "
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari problem inilah yang
dijawab melalui simulator Marin.
Simulator menyediakan kondisi yang sangat mirip dengan realitas.
Setelah menaiki tangga sempit ke tingkat dua gedung Marin di
Wageningen itu, pengunjung tiba di sebuah anungan yang lengkap
dengan seluruh peralatannya. Siang itu yang dihamparkan di layar
adalah pelabuhan Cilacap dalam keadaan langit mendung dan
berkabut. Di sini batas antara realitas dan "trick" sangat
tipis.
Ide simulator ini muncul pada 1968-1969. Tetapi baru dua tahun
kemudian gagasan itu menjadi kenyataan. Secara sederhana, ada
dua manfaat yang ditarik dari perlengkapan yang seluruhnya
diatur komputer ini. Pertama, penelitian tentang pelabuhan dan
alur masuk kapal. Dan kedua, melatih para awak kapal dalam
pengendalian dan pekerjaan navigasi, tanpa perlu mengambil
risiko terlalu banyak.
Dalam keadaan biasa, seorang mualim mungkin memerlukan beberapa
kali latihan sebelum dengan lancar mengenal dan menguasai sebuah
kapal atau alur pelayaran. Dengan simulator bisa diambil jalan
pintas: ia menerima latihannya melalui sarana yang sangat
mendekati realitas ini. Dan dengan risiko nihil.
Kebetulan simulator di Wageningen baru saja digunakan untuk
sebuah studi mengenai pelabuhan Cilacap. Mencari alur baru yang
lebih aman untuk kapal-kapal besar memasuki pelabuhan itu.
"Beberapa nakoda Pertamina juga pernah dilatih di sini," kata
G.A. Bakker. "Ini adalah sebagian kecil dari usaha besar yang
kami sebut alih teknologi."
Marin juga memberikan pelayanan konsultasi - sering kali atas
dasar multi disipliner. Lembaga ini berusaha menyajikan
pendekatan lengkap dan sempurna di bidang kebaharian. Dalam
pendekatan ini simulator memegang peranan penting.
Di bidang ocean engineering, lembaga ini memusatkan perhatiannya
pada pemeliharaan kedalaman laut, bangunan-bangunan tetap dan
terapung, serta sistem-sistem penambatan kapal. Di bidang
ekonomi, mereka menyimpulkan langkah-langkah ke depan sistem
transpor, pendayagunaan kapal secara maksimal, serta konsultasi
mengenai pelabuhan dan terminal. Marin diperkaya oleh pengalaman
berbagai program kerja sama internasional dan bantuan teknik di
bidang maritim. "Dengan ribuan pulau dan hamparan laut yang
dimiliki Indonesia," kata Bakker, "kerja sama di antara kita
tentu akan sangat menarik."
Dengan luas 36.948 kmZ, hampir sama dengan Provinsi Kalimantan
Selatan, Belanda memiliki jaringan kereta api sepanjang 2.500
km, - diluar sejumlah jaringan yang digunakan khusus untuk
pengangkutan barang. Sepenuhnya memanfaatkan tenaga listrik. Ada
peribahasa di Eropa mengatakan: "Kereta api Belanda sama
tepatnya dengan arloji Swiss." Selama . bertahun-tahun
keterlambatan yang pernah dicatat tidak lebih dari tiga menit.
Di samping itu kereta api Belanda termasuk di antara yang
termurah di Eropa.
Gambaran ini terbawa ketika saya bertemu dengan sejumlah tokoh
di belakang perkeretaapian Belanda. Orang-orang ini tampak
serius, tepat waktu, dan berbicara seperlunya. Dan ketika
memasuki kantor NV Struktongroep di Maarsen, saya teringat pada
bangsal-bangsal Deli Spoorweg Matschappij zaman baheula. Kantor
itu berdinding kayu, beratap rendah, sama sekali tidak
menawarkan kemewahaan.
Perusahaan ini mempunyai pengalaman lebih 60 tahun. Ia anak
perusahaan Netherlands Railways semacam PJKA di sini.
Hubungannya yang panjang dengan NR memberi Struktongroep
pengalaman luas dalam pembangunan jalan kereta api. Apalagi
selama dekade terakhir jaringan kereta api Belanda diperbarui
dengan cara efisien dan ultra modern. Kini ia merupakan jaringan
kereta api yang paling sibuk dan paling terpadu di seluruh
dunia.
"Kini transpor jalan raya saja sudah tidak bisa diandalkan,"
kata F. Braaksma menjelang makan siang hari itu . Insinyur dan
managing director Struktongroep yang berusia 60 tahun ini
tampaknya tidak pernah berhenti memikirkan kereta api. Ia selalu
seperti digoda pertanyaan: bagaimana memperbarui jaringan kereta
api dalam waktu singkat.
Braaksma yakin pengalaman telah memberikan kesempurnaan kepada
perusahaannya di dalam hal organisasi, teknik, dan metode kerja.
Strukton memiliki material dan perlengkapan yang sangat khas.
Omset Struktongroep mencapai US$ 100 juta per tahun. Sepertiga
dari jumlah itu masuk dari pekerjaan pembangunan jalan kereta
api.
"Di Indonesia, Anda punya terlalu banyak sungai, terlalu banyak
jembatan," kata Braaksma. "Saya merasa ditantang untuk ambil
bagian dalam pembangunan jalan kereta api di negeri Anda."
Karena pembangunan jalan kereta api menyangkut juga pembangunan
viaduk, terowongan, stasiun, dan sebagainya, Struktongroep
memadukan pelDagai disiplin di dalam pengembangannya. Di
Belanda, grup ini juga menangani pembangunan jalan kereta api di
dalam tanah.
Tetapi tidak seluruh teknologi yang menyangkut jaringan lalu
lintas kereta api ditangani Strukton. Karena itu, agaknya,
Braaksma memperkenalkan seorang lelaki berperawakan kecil,
berkaca mata, dengan pandangan burung elang. Orang ini, H.
Tellinga, project engineer perusahaan Stelcon International.
Stelcon sepenuhnya mendapat subsidi dari Bredero, salah satu
perusahaan konstruksi tersebar di Negeri Belanda. Perusahaan ini
beroperasi secara internasional di lapangan perencanaan,
pembuatan disain, realisasi proyek, serta pembuatan bahan
bangunan.
Jejak Stelcon International bisa dilacak sejak 1932, ketika
perusahaan De Meteoor (didirikan 1907, juga menerima subsidi
dari Bredero) memperkenalkan kepada dunia elemen prefabricated
Stelcon untuk bahan lantai pelabuhan dan bangunan industri.
Melalui pengembangan teknologi, program riset, dan kerja sama
internasional yang luas, Stelcon kemudian mengkhususkan diri
pada pembuatan elemen dasar bangunan. Sebagai grup, pada 1981
Bredero mencapai omset US$ 560 juta - sekitar 57% masuk dari
kontrak di luar negeri.
Stelcon adalah penemu ENR concrete sleeper - bantalan rel dari
beton. "Anda tahu, hutan kita semakin habis," kata Tellinga.
"Dan kayu mungkin lebih baik dimanfaatkan untuk keperluan lain
ketimbang digolekkan mengganjal rel."
Karena itu perusahaannya membuat bantalan dari beton. Bantalan
ini mulai dipasang dalam jalur lalu lintas kereta api Belanda
setelah melalui pengujian 25 tahun. "Bagaimana kekuatannya?"
tanya saya. "Tidak lebih jelek ketimbang bantalan kayu," jawab
Tellinga tanpa ragu. "Harganya pun bersaing."
Sebagai pemilik jaringan kereta api yang paling sibuk dan paling
terpadu di dunia, Belanda banyak mengandalkan sistem
perkeretaapiannya kepada Algemene Sein Industrie. Perusahaan ini
merupakan joint venture antara General Railway Signal Company
(GRS) Rochester, AS dengan Nederlandsche Standard Electric Mij.
BV (NSEM) Den Haag, Belanda.
GRS mempunyai pengalaman dan hak paten selama 75 tahun. Dan MSEM
memiliki pengetahuan modern di lapangan pembuatan, fasilitas,
pengawasan, dan pengendalian lalu lintas kereta api. Kombinasi
kedua perusahaan ini memungkinkan ASI memiliki kemampuan
menyeluruh di bidang sistem sinyal dan pengontrolan lalu lintas
kereta api.
Kemampuan itu kini dinyatakan dalam penggunaan Computerized
Railway Traffic Controls - mulai dicoba di Rotterdam. Di sini
arus lalu lintas kereta api diawasi dan dikendalikan dari sebuah
ruang di bawah tanah oleh beberapa orang plus komputer. Tak ada
lagi pos dan penjaga pintu kereta.
Melalui panel, petugas ruang bawah tanah itu mengetahui secara
tepat rel mana saja yang sedang dilintasi kereta api. Ia bisa
menghentikan kereta api di mana saja. Dengan sistem ini, kepala
stasiun pun jadi kurang berfungsi. Ia tidak lagi berkuasa penuh
menyetop atau memberangkatkan sebuah kereta api.
Yang paling menarik dari sistem ini adalah sifat terpadunya.
Dari ruang bawah tanah ini sekaligus diatur lalu lintas mobil
yang kebetulan bersilangan dengan rel kereta api. Bila isyarat
go diberikan untuk sebuah kereta api yang sedang meluncur, lampu
merah otomatis menyala untuk menahan arus mobil yang
bersimpangan dengan rel bersangkutan.
Apakah sistem ini menjamin 100% tidak terjadinya kecelakaan
kereta api "Tidak," jawab P.J.A. van Dijk, direktur ASI.
"Kecelakaan tetap bisa terjadi, kalau masinisnya tertidur atau
mengantuk."
Di Bennebroek, kota kecil dan kuno agak di utara Den Haag, bunga
tulip mulai berkembang. Petang itu Direktur Utama Philips
Telecommunication Industries (PTI) D.C. Geest berjanji menerima
saya di sebuah restoran kecil dengan nama yang agak ganjil, De
Oude Geleerde Man - Orang Tua Yang Terpelajar. Restoran itu
didirikan pada 1682.
"Maaf, saya tidak bisa menerima Anda di Hilversum tadi pagi,'
kata Geest. "Saya baru saja tiba dari Amerika beberapa jam yang
lalu, dan besok harus ke Swedia." Dia tidak tampak terlalu
lelah.
Philips adalah salah satu andalan Belanda di lapangan industri
dan teknologi. Didirikan pada 1891, perusahaan ini berkembang
menjadi multinasional dengan lebih dari 350 ribu karyawan.
Sekitar 275 ribu dari jumlah itu bekerja di luar Belanda.
PTI Hilversum memulai sejarahnya pada 1918. Ketika itu ia masih
bernama De Nederlandse Seintoestellen Fabriek (NSF). Setelah
1945 NSF bergabung dengan Philips, dan melahirkan PTI. Kini PTI
mempekerjakan 6.400 karyawan. Pabriknya terdapat di Hilversum,
Huizen, Den Haag, Hoorn, dan Leeuwarden.
Di laboratorium riset PTI Dl Hilversum ini perhatian diarahkan
kepada lima hal: telekomunikasi publik, komunikasi bisnis,
pelayanan telekomunikasi baru, telekomunikasi mobil, dan traffic
control. PTI merupakan bagian dari Philips Telecomunication
Systems, yang bergerak di 70 negeri dan mempekerjakan 19 ribu
karyawan. Orang pertamanya tetap D.C. Geest.
Dari Hilversum dikembangkan sistem telekomunikasi yang kini
diperagakan Philips di berbagai negeri. Di Arab Saudi, mereka
memasang sistem transmisi utama sejauh 1.400 km. Di Peru
dibangun pelayanan telepon ke daerah terpencil melalui satelit.
Sebuah sistem telekomunikasi mutakhir 140 Mbit coaxial system -
dipasang di Amerika Serikat untuk hubungan 3.500 km - terpanjang
di dunia.
Di Hilversum pula dijajaki kemungkinan penggunaan buku telepon
elektronis (electronic telephone book) di masa depan. Dengan
penggunaan sistem komputer ini, semua pertanyaan yang kini
dijawab buku telepon konvensional akan selesai hanya dalam waktu
beberapa detik. Nomor telepon sebuah pabrik roti di Prancis bisa
ditemukan di Den Haag hanya dalam beberapa sekon.
Apakah teknologi ini tidak terlalu tinggi untuk dialihkan ke
negeri berkembang? "Tidak," kata direktur Teknologi PTI yang
rnelayani pertanyaan saya di Hilversum. "Kita justru sedang
mengawinkan kebutuhan dengan teknologi. Anda bisa belajar di
sini, dan mengembangkan sistem teknologi yang cocok dengan
negeri Anda."
Lalu ia mengucapkan sesuatu yang masih saya ragukan, "teknoiogi
sudah menjawab semua kebutuhan manusia." "Di masa depan,"
katanya, "masyarakat akan diatur oleh para teknokrat. "
Tetapi di Bennebroek, di restoran Orang Tua Yang Terpelajar
tadi, Dirut PTI D.C. Geest bicara dalam nada lain. "Saya ingin
kita berbincang dari hati ke hati," katanya. Geest percaya pada
dua hal: partnership, dan keuntungan bersama.
Atas dasar itu ia ingin memasarkan dan mengalihkan teknologinya
ke Indonesia. "Kami tidak datang untuk menggurui Anda," katanya.
"Tetapi memperlihatkan barang-barang kami, dan mempersilakan
Anda memilih. Andalah yang mengambil keputusan . "
Nada seperti ini terdengar di manamana. Juga di Noordoostpolder,
ketika saya berjumpa dengan J.A. van der Bliek, direktur umum
Laboratorium Antariksa Nasional Belanda (NLR). Lembaga ini
nonpemerintah. Ia membiayai diri dengan 30% subsidi pemerintah,
dan 70% kontrak. NLR menjadi bagian aeronautika Belanda sejak
1919.
Di Noordoostpolder berdiri windtunnel (terowongan angin) hasil
kerja sama Jerman-Belanda, yang digunakan untuk pengujian
berbagai jenis pesawat terbang. Terowongan angin diperlukan
untuk menguji pengaruh angin terhadap bentuk dan struktur
pesawat, serta terhadap gaya yang bekerja menggerakkan pesawat
tersebut. Dalam rangka alih teknologi, NLR bertindak sebagai
penasihat dalam pembangunan terowongan angin di Serpong,
Indonesia. Dalam ukuran dan kapasitasnya, terowongan Serpong
merupakan 1/5 terowongan angin di Noordoostpolder. Beberapa ahli
Indonesia mendapat latihan di laboratorium NLR ini.
Semangat "negeri kecil" terasa dalam cara Belanda menangani dan
mengkormersialkan bandar udara Schiphol. Lapangan terbang ini
mempunyai sejarah 63 tahun. Bermula dari sepetak tanah rawa,
Shciphol dulu tempat berkubur banyak kapal. Kini setiap tahun
bandar udara itu menampung lebih 350 ribu ton barang angkutan.
Sekitar 70 kota Eropa dan 65 maskapai penerbangan di dunia
berhubungan langsung dengan bandar udara ini.
Schiphol bukan saja salah satu bandar udara tertua di dunia,
tetapi juga paling modern. Tahun 1982 sebuah majalah dagang
Inggris memilih bandar ini sebagai yang terbaik di dunia. Ia
unggul dalam disain dan fasilitas bagi penumpang pesawat udara.
Kunci pelayanan di sini adalah otomatisasi. Dengan sedikit
petugas, Schiphol melayani ribuan penumpang yang menggunakan
jasa bandar udara ini. "Di masa depan, mungkin hanya diperlukan
satu bandar udara untuk seluruh Eropa (Barat)," kata humas
Schiphol. Dan Schiphol tampaknya berjuang ke arah itu.
Di sekitar bandar udara ini, terdapat sekitar 40 ribu rumah.
Mereka ini dilibatkan dalam setiap perencanaan dan pengembangan
Schiphol. Dan juga memperoleh sumbangan dari dana yang ditarik
sebagai pajak kebisingan. Tiap maskapai, tergantung kebisingan
menyetorkan pajak kepada bandar udara ini.
Di Schiphol juga, tepatnya di Schiphol-oost, bermarkas
perusahaan pembuat pesawat udara Fokker. "Ibu saya masih bisa
berbicara Jawa," kata F. Swarttouw, Dirut perusahaan ini. Dia
sendiri lahir di Den Haag, dan mempelajari ekonomi di
Universitas Erasmus, Rotterdam.
Bekas perwira Angkatan Udara Belanda ini kemudian memegang
berbagai posisi penting, pada mulanya di pelabuhan Rotterdam.
Dia berbicara blak-blakan. "Anda punya ribuan pulau," katanya.
"Anda sangat memerlukan kami, seperti halnya kami sangat
memerlukan Anda."
Perusahaan ini bermula dari Anthony G. Fokker, disainer, pilot,
dan wiraswastawan. Pada usia remaja ia mendisain dan
menerbangkan sendiri pesawatnya yang pertama. Pada usia 34
tahun, ia memiliki pabrik di kedua sisi Atlantik. Ia meninggal
dalam usia 49 tahun, pada 1939.
Tetapi perusahaan yang didirikannya hidup terus. Sejak didirikan
pada 1911, Fokker telah membangun lebih dari 125 jenis pesawat
terbang. Di antaranya bomber, pemburu, dan pelbagai jenis
pesawat angkutan sipil. "Hampir setiap menit, siang dan malam,
sebuah pesawat Fokker mendarat atau lepas landas di salah satu
tempat di dunia ini," kata Swarttouw.
Ketika saya mengunjungi salah satu bangsal perakitannya, sebuah
F-28 pesanan Garuda sedang disetel bersama sebuah pesawat
pesanan Pertamina. Tidak jauh dari situ tampak sebuah pesawat
pesanan Air Libya.
Beberapa tenaga dari LPN Nurtanio dilatih di perusahaan ini Dan
Swarttouw tiap sebentar menyebut nama Habibie dan Wiweko.
"Orang-orang yang sangat terpelajar dan menyenangkan," katanya.
Tetapi kesan perusahaan besar lebih terasa di pabrik DAF di
Eindhoven. Di kota yang sering dijuluki "Kota Philips" ini
bermarkas perusahaan pembuat mobil terbesar di negeri Belanda.
Kini mereka hanya membuat truk. "Kami satu-satunya pembuat truk
di negeri ini," kata salah seorang pimpinan DAF.
Dengan dua pabrik, di Belanda dan Belgia, perusahaan ini
memproduksikan 15 ribu truk setiap tahun. Ekspornya diarahkan ke
negeri-negeri Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Ada negosiasi
untuk membangun sebuah pabrik truk di Indonesia. "Kami tidak
sekadar menjual barang jadi, melainkan juga memasarkan sistem,"
kata salah seorang direktur perusahaan ini. "Memasarkan sistem
dan teknologi" menjadi semacam semboyan baru di kalangan para
pengusaha dan ilmuwan Belanda sekarang ini.
Kesan paling kuat: para pengusaha dan pejabat Belanda memang
bersemangat menjajakan barang dan teknologinya ke sini. "Kami
tidak mengatakan Anda harus belajar kepada kami," kata Dubes
Belanda L.H J.B. van Gorkom, beberapa hari sebelum saya
berangkat.
Karena itu, banyak sekali harapan digantungkan pada seminar yang
akan berlangsung nanti. Bukanlah sekadar basa-basi kalau Menteri
N. Smit-Kroes sendiri akan datang dan membuka seminar itu. Pihak
Belanda sendiri akan mengirimkan tokoh-tokoh andalannya, antara
lain E.J. Visser, direktur pelaksana Lembaga Pengangkutan
Belanda.
Perusahaan-perusahaan konsultan Belanda pun sudah memasang
kudakuda. Di antaranya kantor konsultan DHV, yang turut ambil
bagian dalam pemugaran Candi Borobudur. "Peranan konsultan akan
semakin besar dalam setiap proses alih teknologi," kata Jan
Reneman, salah seorang direktur DHV. Ia tidak menyembunyikan
semangatnya untuk mendapat kesempatan "berbakti" di Indonesia.
Reneman sendiri akan berbicara di dalam seminar.
Pada akhirnya, keputusan dan hari depan "alih teknologi" itu
sendiri akan banyak tergantung pada seminar yang akan datang.
"Saya ingin dalam seminar akan datang itu pihak Belanda lebih
banyak mendengar ketimbang berbicara," ujar Dubes van Gorkom.
Dalam Dewan Penasihat seminar memang terdapat nama-nama
Indonesia yang tidak asing. Ada Suhartoyo (Ketua BKPM), Julius
Tahiya (Ketua Dewan Pengawas PT Caltex Pacific Indonesia),
Sudarpo Sastrosatomo (Ketua Asosiasi Indonesia-Belanda), dan
Sukamdani Sahid Gitosardjono (Ketua Kadin Pusat).
Memang terdapat jarak yang tidak kecil dalam alih teknologi ini.
Tetapi pihak Belanda tampaknya sangat yakin. "Apa yang dicapai
Eropa dalam seratus tahun, sekarang ini bisa dicapai
negeri-negeri sedang berkembang hanya dalam sekitar beberapa
tahun," kata E.J. Visser.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini