Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Teknologi dari negeri rawa

Perkembangan teknologi di negeri belanda mulai dari industri kapal keruk, kereta api sampai pesawat terbang. (sel)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI kamar kerjanya yang berwarna krem dan lapang, di kantor yang terletak di pinggir Kota Den Haag, Ny. N. SmitKroes, 42 tahun, tidak kehilangan kehangatan di tengah musim dingin yang menggigilkan tulang. "Ada ikatan batin antara saya dan negeri Anda," kata Menteri Pengangkutan dan Pekerjaan Umum Kerajaan Belanda itu kepada Amarzan dari TEMPO, dua pekan lalu. "Suami saya lahir di Indonesia." Awal Mei ini sang menteri akan berkunjung ke Jakarta untuk membuka seminar tentang "teknologi tinggi di bidang pengangkutan dan komunikasi." Belanda tampak sangat bersemangat sekali menyongsong seminar ini. Mengapa? Jawabannya sudah disediakan Menteri N. Smitkroes. "Anda tahu, kami ini negeri kecil," katanya. "Berkat beberapa faktor, kami telah berhasil mengembangkan teknologi tinggi di lapangan transpor dan komunikasi. Kami ingin memasarkan dan mengalihkan teknologi itu. Dan bangsa Anda sangat cerdas, sangat bermotivasi, sangat bersemangat. Bagaimana kami tidak tertarik?" Saya tiba di Belanda pada awal musim semi saat matahari masih suka bersembunyi sepanjang hari. "Tahun ini kami mendapat Paskah Putih," kata Cecilia-Langenberg, karyawati Dinas Perdagangan Luar Negeri Kementerian Ekonomi Belanda, yang mengiring saya ke mana-mana. Dalam cuaca seperti itulah saya mengunjungi galangan kapal IHC/Smit di Kinderdijk - sebuah dusun kecil beberapa kilometer dari Den Haag. "Lima dari sepuluh kapal keruk yang berkeliaran di dunia dibuat di galangan ini," kata H.J. Jansen. Kata-katanya bergaya iklan. Maklum, Jansen adalah petugas humas perusahaan ini. Sejarah galangan kapal di Kinderdijk bermula pada abad ke-18 - sekitar 1784. Tapi mulai membuat kapal keruk baru seabad kemudian. Ketika itu sudah ada enam galangan kapal yang membuat kapal keruk di Belanda. "Persaingan berjalan cukup keras," kata W. Tuinmaan, insinyur dan managing director IHC/Smit. Baru pada 1927, IHC/Smit mengukuhkan diri sebagai galangan kapal keruk terbesar di negeri itu. Kini, dengan sekitar 1.500 pekerja, IHC/Smit menyelesaikan pembuatan sebuah kapal keruk antara 12 dan 15 bulan. Setiap tahun galangan ini meluncurkan 8 sampai 12 kapal. Dari pelbagai tipe, dan untuk berbagai negeri. "Kami tidak punya urusan dengan politik," kata Jansen. Mereka membuat kapal keruk untuk Amerika Serikat, Uni Soviet, Indonesia, Taiwan, RRC, dan lainnya. "Bagaimana kalian bisa sekaligus berdagang dengan Taiwan dan RRC?" tanya saya. "Jalannya berliku-liku, bagai meniti tali," sahut Tuinmaan tanpa mau membuka rahasia negosiasi yang dilakukan IHC/Smit. Setiap negeri pemesan diberi kesempatan mengirimkan orang-orangnya untuk dilatih di galangan ini. Di salah satu dermaga ICH/Smit tertambat kapal keruk Banda pesanan pemerintah Rl. Empat orang pemuda Indonesia sedang dilatih di kapal yang hampir siap untuk diluncurkan itu. Setelah dilepas dari Kinderdijk, Banda akan mangkal di pelabuhan Semarang. Banda adalah kapal keruk dari jenis split rype Trailing Hopper Dredger. Dengan panjang 66 meter, lebar 14 meter, dan kedalaman 4,9 meter, kapal ini mempunyai kapasitas angkut 1.000 m3 lumpur galian. Ia membuang hasil kerukannya di laut dalam dengan cara "membelah" diri. IHC/Smit tidak hanya menjual barang jadi. Juga mengalihkan teknologi yang berhasil dikembangkannya. Itu sebabnya Jansen membanggakan kerja samanya dengan PT Dok dan Perkapalan Tanjungpriok, Jakarta. Di galangan terakhir ini juga dibangun kapal keruk sejenis Banda - dua buah. Semua teknisinya orang Indonesia. "Mutunya sama dengan yang dibuat di sini," kata Tuinmaan. * * * Di kota kecil Wageningen, sekitar 100 km di sebelah timur Den Haag, tiba-tiba saya dilontarkan ke dalam panorama Pelabuhan Cilacap, Jawa Tengah . Di kota ini bermarkas Maritime Research Institute (Marin), Lembaga Penyelidikan Laut Belanda. Yayasan ini independen, dan bekerja atas dasar tidak mencari keuntungan. Marin bertujuan melakukan penyelidikan ilmiah di bidang hidrodinamika, ekonomi, mengemudikan kapal, serta pengembangan pengelolaan dan organisasi. Lembaga ini satu di antara tiga pengambil inisiatif seminar yang akan berlangsung di Erasmus Huis, 2 sampai 6 Mei depan. Marin adalah gabungan antara Kolam Pola Kapal Belanda (NSMB) di Wageningen dan Lembaga Maritim Belanda (NMI) di Rotterdam. NSMB berdiri 1929. Bekerja menciptakan bentuk tubuh kapal yang paling menguntungkan, serta alat penggerak yang paling tepat. Sedang NMI, yang didirikan awal 1970-an, mengkhususkan diri pada penyelidikan maritim. Menengok bangsal pengujian di Wageningen bagaikan berkunjung ke studio film. Dengan kapal-kapal mini melancar di atasnya, kolam dilengkapi perangkat alat pembuat hujan, dan topan. Melalui kolam ini dicari bentuk dan bangunan ideal sebuah kapal, serta gaya yang diperlukan untuk mengarungi samudra. Di kolam ini pula dicari tenaga penggerak yang paling tepat untuk ukuran kapal tertentu. Bahkan sampai kepada bentuk baling-baling yang paling afdol. Komputer mengambil alih sebagian tugas para pengambil keputusan. Antara lain dalam menentukan kalkulasi pembuatan disain kapal, dan analisa tenaga. Sejak 1971 Wageningen membuka Shiphandling Department, dan memasang alat baru: simulator. "Sejak 1960-an, orang membuat tanker yang terus-menerus semakin besar," kata G.A. Bakker, direktur Marin. "Makin banyak problem dalam menangani kapal-kapal besar, baik dari segi olah gerak maupun navigasi " Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari problem inilah yang dijawab melalui simulator Marin. Simulator menyediakan kondisi yang sangat mirip dengan realitas. Setelah menaiki tangga sempit ke tingkat dua gedung Marin di Wageningen itu, pengunjung tiba di sebuah anungan yang lengkap dengan seluruh peralatannya. Siang itu yang dihamparkan di layar adalah pelabuhan Cilacap dalam keadaan langit mendung dan berkabut. Di sini batas antara realitas dan "trick" sangat tipis. Ide simulator ini muncul pada 1968-1969. Tetapi baru dua tahun kemudian gagasan itu menjadi kenyataan. Secara sederhana, ada dua manfaat yang ditarik dari perlengkapan yang seluruhnya diatur komputer ini. Pertama, penelitian tentang pelabuhan dan alur masuk kapal. Dan kedua, melatih para awak kapal dalam pengendalian dan pekerjaan navigasi, tanpa perlu mengambil risiko terlalu banyak. Dalam keadaan biasa, seorang mualim mungkin memerlukan beberapa kali latihan sebelum dengan lancar mengenal dan menguasai sebuah kapal atau alur pelayaran. Dengan simulator bisa diambil jalan pintas: ia menerima latihannya melalui sarana yang sangat mendekati realitas ini. Dan dengan risiko nihil. Kebetulan simulator di Wageningen baru saja digunakan untuk sebuah studi mengenai pelabuhan Cilacap. Mencari alur baru yang lebih aman untuk kapal-kapal besar memasuki pelabuhan itu. "Beberapa nakoda Pertamina juga pernah dilatih di sini," kata G.A. Bakker. "Ini adalah sebagian kecil dari usaha besar yang kami sebut alih teknologi." Marin juga memberikan pelayanan konsultasi - sering kali atas dasar multi disipliner. Lembaga ini berusaha menyajikan pendekatan lengkap dan sempurna di bidang kebaharian. Dalam pendekatan ini simulator memegang peranan penting. Di bidang ocean engineering, lembaga ini memusatkan perhatiannya pada pemeliharaan kedalaman laut, bangunan-bangunan tetap dan terapung, serta sistem-sistem penambatan kapal. Di bidang ekonomi, mereka menyimpulkan langkah-langkah ke depan sistem transpor, pendayagunaan kapal secara maksimal, serta konsultasi mengenai pelabuhan dan terminal. Marin diperkaya oleh pengalaman berbagai program kerja sama internasional dan bantuan teknik di bidang maritim. "Dengan ribuan pulau dan hamparan laut yang dimiliki Indonesia," kata Bakker, "kerja sama di antara kita tentu akan sangat menarik." Dengan luas 36.948 kmZ, hampir sama dengan Provinsi Kalimantan Selatan, Belanda memiliki jaringan kereta api sepanjang 2.500 km, - diluar sejumlah jaringan yang digunakan khusus untuk pengangkutan barang. Sepenuhnya memanfaatkan tenaga listrik. Ada peribahasa di Eropa mengatakan: "Kereta api Belanda sama tepatnya dengan arloji Swiss." Selama . bertahun-tahun keterlambatan yang pernah dicatat tidak lebih dari tiga menit. Di samping itu kereta api Belanda termasuk di antara yang termurah di Eropa. Gambaran ini terbawa ketika saya bertemu dengan sejumlah tokoh di belakang perkeretaapian Belanda. Orang-orang ini tampak serius, tepat waktu, dan berbicara seperlunya. Dan ketika memasuki kantor NV Struktongroep di Maarsen, saya teringat pada bangsal-bangsal Deli Spoorweg Matschappij zaman baheula. Kantor itu berdinding kayu, beratap rendah, sama sekali tidak menawarkan kemewahaan. Perusahaan ini mempunyai pengalaman lebih 60 tahun. Ia anak perusahaan Netherlands Railways semacam PJKA di sini. Hubungannya yang panjang dengan NR memberi Struktongroep pengalaman luas dalam pembangunan jalan kereta api. Apalagi selama dekade terakhir jaringan kereta api Belanda diperbarui dengan cara efisien dan ultra modern. Kini ia merupakan jaringan kereta api yang paling sibuk dan paling terpadu di seluruh dunia. "Kini transpor jalan raya saja sudah tidak bisa diandalkan," kata F. Braaksma menjelang makan siang hari itu . Insinyur dan managing director Struktongroep yang berusia 60 tahun ini tampaknya tidak pernah berhenti memikirkan kereta api. Ia selalu seperti digoda pertanyaan: bagaimana memperbarui jaringan kereta api dalam waktu singkat. Braaksma yakin pengalaman telah memberikan kesempurnaan kepada perusahaannya di dalam hal organisasi, teknik, dan metode kerja. Strukton memiliki material dan perlengkapan yang sangat khas. Omset Struktongroep mencapai US$ 100 juta per tahun. Sepertiga dari jumlah itu masuk dari pekerjaan pembangunan jalan kereta api. "Di Indonesia, Anda punya terlalu banyak sungai, terlalu banyak jembatan," kata Braaksma. "Saya merasa ditantang untuk ambil bagian dalam pembangunan jalan kereta api di negeri Anda." Karena pembangunan jalan kereta api menyangkut juga pembangunan viaduk, terowongan, stasiun, dan sebagainya, Struktongroep memadukan pelDagai disiplin di dalam pengembangannya. Di Belanda, grup ini juga menangani pembangunan jalan kereta api di dalam tanah. Tetapi tidak seluruh teknologi yang menyangkut jaringan lalu lintas kereta api ditangani Strukton. Karena itu, agaknya, Braaksma memperkenalkan seorang lelaki berperawakan kecil, berkaca mata, dengan pandangan burung elang. Orang ini, H. Tellinga, project engineer perusahaan Stelcon International. Stelcon sepenuhnya mendapat subsidi dari Bredero, salah satu perusahaan konstruksi tersebar di Negeri Belanda. Perusahaan ini beroperasi secara internasional di lapangan perencanaan, pembuatan disain, realisasi proyek, serta pembuatan bahan bangunan. Jejak Stelcon International bisa dilacak sejak 1932, ketika perusahaan De Meteoor (didirikan 1907, juga menerima subsidi dari Bredero) memperkenalkan kepada dunia elemen prefabricated Stelcon untuk bahan lantai pelabuhan dan bangunan industri. Melalui pengembangan teknologi, program riset, dan kerja sama internasional yang luas, Stelcon kemudian mengkhususkan diri pada pembuatan elemen dasar bangunan. Sebagai grup, pada 1981 Bredero mencapai omset US$ 560 juta - sekitar 57% masuk dari kontrak di luar negeri. Stelcon adalah penemu ENR concrete sleeper - bantalan rel dari beton. "Anda tahu, hutan kita semakin habis," kata Tellinga. "Dan kayu mungkin lebih baik dimanfaatkan untuk keperluan lain ketimbang digolekkan mengganjal rel." Karena itu perusahaannya membuat bantalan dari beton. Bantalan ini mulai dipasang dalam jalur lalu lintas kereta api Belanda setelah melalui pengujian 25 tahun. "Bagaimana kekuatannya?" tanya saya. "Tidak lebih jelek ketimbang bantalan kayu," jawab Tellinga tanpa ragu. "Harganya pun bersaing." Sebagai pemilik jaringan kereta api yang paling sibuk dan paling terpadu di dunia, Belanda banyak mengandalkan sistem perkeretaapiannya kepada Algemene Sein Industrie. Perusahaan ini merupakan joint venture antara General Railway Signal Company (GRS) Rochester, AS dengan Nederlandsche Standard Electric Mij. BV (NSEM) Den Haag, Belanda. GRS mempunyai pengalaman dan hak paten selama 75 tahun. Dan MSEM memiliki pengetahuan modern di lapangan pembuatan, fasilitas, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas kereta api. Kombinasi kedua perusahaan ini memungkinkan ASI memiliki kemampuan menyeluruh di bidang sistem sinyal dan pengontrolan lalu lintas kereta api. Kemampuan itu kini dinyatakan dalam penggunaan Computerized Railway Traffic Controls - mulai dicoba di Rotterdam. Di sini arus lalu lintas kereta api diawasi dan dikendalikan dari sebuah ruang di bawah tanah oleh beberapa orang plus komputer. Tak ada lagi pos dan penjaga pintu kereta. Melalui panel, petugas ruang bawah tanah itu mengetahui secara tepat rel mana saja yang sedang dilintasi kereta api. Ia bisa menghentikan kereta api di mana saja. Dengan sistem ini, kepala stasiun pun jadi kurang berfungsi. Ia tidak lagi berkuasa penuh menyetop atau memberangkatkan sebuah kereta api. Yang paling menarik dari sistem ini adalah sifat terpadunya. Dari ruang bawah tanah ini sekaligus diatur lalu lintas mobil yang kebetulan bersilangan dengan rel kereta api. Bila isyarat go diberikan untuk sebuah kereta api yang sedang meluncur, lampu merah otomatis menyala untuk menahan arus mobil yang bersimpangan dengan rel bersangkutan. Apakah sistem ini menjamin 100% tidak terjadinya kecelakaan kereta api "Tidak," jawab P.J.A. van Dijk, direktur ASI. "Kecelakaan tetap bisa terjadi, kalau masinisnya tertidur atau mengantuk." Di Bennebroek, kota kecil dan kuno agak di utara Den Haag, bunga tulip mulai berkembang. Petang itu Direktur Utama Philips Telecommunication Industries (PTI) D.C. Geest berjanji menerima saya di sebuah restoran kecil dengan nama yang agak ganjil, De Oude Geleerde Man - Orang Tua Yang Terpelajar. Restoran itu didirikan pada 1682. "Maaf, saya tidak bisa menerima Anda di Hilversum tadi pagi,' kata Geest. "Saya baru saja tiba dari Amerika beberapa jam yang lalu, dan besok harus ke Swedia." Dia tidak tampak terlalu lelah. Philips adalah salah satu andalan Belanda di lapangan industri dan teknologi. Didirikan pada 1891, perusahaan ini berkembang menjadi multinasional dengan lebih dari 350 ribu karyawan. Sekitar 275 ribu dari jumlah itu bekerja di luar Belanda. PTI Hilversum memulai sejarahnya pada 1918. Ketika itu ia masih bernama De Nederlandse Seintoestellen Fabriek (NSF). Setelah 1945 NSF bergabung dengan Philips, dan melahirkan PTI. Kini PTI mempekerjakan 6.400 karyawan. Pabriknya terdapat di Hilversum, Huizen, Den Haag, Hoorn, dan Leeuwarden. Di laboratorium riset PTI Dl Hilversum ini perhatian diarahkan kepada lima hal: telekomunikasi publik, komunikasi bisnis, pelayanan telekomunikasi baru, telekomunikasi mobil, dan traffic control. PTI merupakan bagian dari Philips Telecomunication Systems, yang bergerak di 70 negeri dan mempekerjakan 19 ribu karyawan. Orang pertamanya tetap D.C. Geest. Dari Hilversum dikembangkan sistem telekomunikasi yang kini diperagakan Philips di berbagai negeri. Di Arab Saudi, mereka memasang sistem transmisi utama sejauh 1.400 km. Di Peru dibangun pelayanan telepon ke daerah terpencil melalui satelit. Sebuah sistem telekomunikasi mutakhir 140 Mbit coaxial system - dipasang di Amerika Serikat untuk hubungan 3.500 km - terpanjang di dunia. Di Hilversum pula dijajaki kemungkinan penggunaan buku telepon elektronis (electronic telephone book) di masa depan. Dengan penggunaan sistem komputer ini, semua pertanyaan yang kini dijawab buku telepon konvensional akan selesai hanya dalam waktu beberapa detik. Nomor telepon sebuah pabrik roti di Prancis bisa ditemukan di Den Haag hanya dalam beberapa sekon. Apakah teknologi ini tidak terlalu tinggi untuk dialihkan ke negeri berkembang? "Tidak," kata direktur Teknologi PTI yang rnelayani pertanyaan saya di Hilversum. "Kita justru sedang mengawinkan kebutuhan dengan teknologi. Anda bisa belajar di sini, dan mengembangkan sistem teknologi yang cocok dengan negeri Anda." Lalu ia mengucapkan sesuatu yang masih saya ragukan, "teknoiogi sudah menjawab semua kebutuhan manusia." "Di masa depan," katanya, "masyarakat akan diatur oleh para teknokrat. " Tetapi di Bennebroek, di restoran Orang Tua Yang Terpelajar tadi, Dirut PTI D.C. Geest bicara dalam nada lain. "Saya ingin kita berbincang dari hati ke hati," katanya. Geest percaya pada dua hal: partnership, dan keuntungan bersama. Atas dasar itu ia ingin memasarkan dan mengalihkan teknologinya ke Indonesia. "Kami tidak datang untuk menggurui Anda," katanya. "Tetapi memperlihatkan barang-barang kami, dan mempersilakan Anda memilih. Andalah yang mengambil keputusan . " Nada seperti ini terdengar di manamana. Juga di Noordoostpolder, ketika saya berjumpa dengan J.A. van der Bliek, direktur umum Laboratorium Antariksa Nasional Belanda (NLR). Lembaga ini nonpemerintah. Ia membiayai diri dengan 30% subsidi pemerintah, dan 70% kontrak. NLR menjadi bagian aeronautika Belanda sejak 1919. Di Noordoostpolder berdiri windtunnel (terowongan angin) hasil kerja sama Jerman-Belanda, yang digunakan untuk pengujian berbagai jenis pesawat terbang. Terowongan angin diperlukan untuk menguji pengaruh angin terhadap bentuk dan struktur pesawat, serta terhadap gaya yang bekerja menggerakkan pesawat tersebut. Dalam rangka alih teknologi, NLR bertindak sebagai penasihat dalam pembangunan terowongan angin di Serpong, Indonesia. Dalam ukuran dan kapasitasnya, terowongan Serpong merupakan 1/5 terowongan angin di Noordoostpolder. Beberapa ahli Indonesia mendapat latihan di laboratorium NLR ini. Semangat "negeri kecil" terasa dalam cara Belanda menangani dan mengkormersialkan bandar udara Schiphol. Lapangan terbang ini mempunyai sejarah 63 tahun. Bermula dari sepetak tanah rawa, Shciphol dulu tempat berkubur banyak kapal. Kini setiap tahun bandar udara itu menampung lebih 350 ribu ton barang angkutan. Sekitar 70 kota Eropa dan 65 maskapai penerbangan di dunia berhubungan langsung dengan bandar udara ini. Schiphol bukan saja salah satu bandar udara tertua di dunia, tetapi juga paling modern. Tahun 1982 sebuah majalah dagang Inggris memilih bandar ini sebagai yang terbaik di dunia. Ia unggul dalam disain dan fasilitas bagi penumpang pesawat udara. Kunci pelayanan di sini adalah otomatisasi. Dengan sedikit petugas, Schiphol melayani ribuan penumpang yang menggunakan jasa bandar udara ini. "Di masa depan, mungkin hanya diperlukan satu bandar udara untuk seluruh Eropa (Barat)," kata humas Schiphol. Dan Schiphol tampaknya berjuang ke arah itu. Di sekitar bandar udara ini, terdapat sekitar 40 ribu rumah. Mereka ini dilibatkan dalam setiap perencanaan dan pengembangan Schiphol. Dan juga memperoleh sumbangan dari dana yang ditarik sebagai pajak kebisingan. Tiap maskapai, tergantung kebisingan menyetorkan pajak kepada bandar udara ini. Di Schiphol juga, tepatnya di Schiphol-oost, bermarkas perusahaan pembuat pesawat udara Fokker. "Ibu saya masih bisa berbicara Jawa," kata F. Swarttouw, Dirut perusahaan ini. Dia sendiri lahir di Den Haag, dan mempelajari ekonomi di Universitas Erasmus, Rotterdam. Bekas perwira Angkatan Udara Belanda ini kemudian memegang berbagai posisi penting, pada mulanya di pelabuhan Rotterdam. Dia berbicara blak-blakan. "Anda punya ribuan pulau," katanya. "Anda sangat memerlukan kami, seperti halnya kami sangat memerlukan Anda." Perusahaan ini bermula dari Anthony G. Fokker, disainer, pilot, dan wiraswastawan. Pada usia remaja ia mendisain dan menerbangkan sendiri pesawatnya yang pertama. Pada usia 34 tahun, ia memiliki pabrik di kedua sisi Atlantik. Ia meninggal dalam usia 49 tahun, pada 1939. Tetapi perusahaan yang didirikannya hidup terus. Sejak didirikan pada 1911, Fokker telah membangun lebih dari 125 jenis pesawat terbang. Di antaranya bomber, pemburu, dan pelbagai jenis pesawat angkutan sipil. "Hampir setiap menit, siang dan malam, sebuah pesawat Fokker mendarat atau lepas landas di salah satu tempat di dunia ini," kata Swarttouw. Ketika saya mengunjungi salah satu bangsal perakitannya, sebuah F-28 pesanan Garuda sedang disetel bersama sebuah pesawat pesanan Pertamina. Tidak jauh dari situ tampak sebuah pesawat pesanan Air Libya. Beberapa tenaga dari LPN Nurtanio dilatih di perusahaan ini Dan Swarttouw tiap sebentar menyebut nama Habibie dan Wiweko. "Orang-orang yang sangat terpelajar dan menyenangkan," katanya. Tetapi kesan perusahaan besar lebih terasa di pabrik DAF di Eindhoven. Di kota yang sering dijuluki "Kota Philips" ini bermarkas perusahaan pembuat mobil terbesar di negeri Belanda. Kini mereka hanya membuat truk. "Kami satu-satunya pembuat truk di negeri ini," kata salah seorang pimpinan DAF. Dengan dua pabrik, di Belanda dan Belgia, perusahaan ini memproduksikan 15 ribu truk setiap tahun. Ekspornya diarahkan ke negeri-negeri Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Ada negosiasi untuk membangun sebuah pabrik truk di Indonesia. "Kami tidak sekadar menjual barang jadi, melainkan juga memasarkan sistem," kata salah seorang direktur perusahaan ini. "Memasarkan sistem dan teknologi" menjadi semacam semboyan baru di kalangan para pengusaha dan ilmuwan Belanda sekarang ini. Kesan paling kuat: para pengusaha dan pejabat Belanda memang bersemangat menjajakan barang dan teknologinya ke sini. "Kami tidak mengatakan Anda harus belajar kepada kami," kata Dubes Belanda L.H J.B. van Gorkom, beberapa hari sebelum saya berangkat. Karena itu, banyak sekali harapan digantungkan pada seminar yang akan berlangsung nanti. Bukanlah sekadar basa-basi kalau Menteri N. Smit-Kroes sendiri akan datang dan membuka seminar itu. Pihak Belanda sendiri akan mengirimkan tokoh-tokoh andalannya, antara lain E.J. Visser, direktur pelaksana Lembaga Pengangkutan Belanda. Perusahaan-perusahaan konsultan Belanda pun sudah memasang kudakuda. Di antaranya kantor konsultan DHV, yang turut ambil bagian dalam pemugaran Candi Borobudur. "Peranan konsultan akan semakin besar dalam setiap proses alih teknologi," kata Jan Reneman, salah seorang direktur DHV. Ia tidak menyembunyikan semangatnya untuk mendapat kesempatan "berbakti" di Indonesia. Reneman sendiri akan berbicara di dalam seminar. Pada akhirnya, keputusan dan hari depan "alih teknologi" itu sendiri akan banyak tergantung pada seminar yang akan datang. "Saya ingin dalam seminar akan datang itu pihak Belanda lebih banyak mendengar ketimbang berbicara," ujar Dubes van Gorkom. Dalam Dewan Penasihat seminar memang terdapat nama-nama Indonesia yang tidak asing. Ada Suhartoyo (Ketua BKPM), Julius Tahiya (Ketua Dewan Pengawas PT Caltex Pacific Indonesia), Sudarpo Sastrosatomo (Ketua Asosiasi Indonesia-Belanda), dan Sukamdani Sahid Gitosardjono (Ketua Kadin Pusat). Memang terdapat jarak yang tidak kecil dalam alih teknologi ini. Tetapi pihak Belanda tampaknya sangat yakin. "Apa yang dicapai Eropa dalam seratus tahun, sekarang ini bisa dicapai negeri-negeri sedang berkembang hanya dalam sekitar beberapa tahun," kata E.J. Visser.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus