Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MICHAEL Sirait mengantar dua keponakannya, Ester Yoshephine Sihombing dan Yunita Sihombing, ke Pangkalan Udara Soewondo, dulu Bandar Udara Polonia, Medan, Selasa pagi pekan lalu. Pada masa liburan sekolah, kakak-adik itu hendak mengunjungi orang tua mereka di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Ayah Ester dan Yunita, Sahata Sihombing, adalah anggota TNI Angkatan Darat yang sudah tujuh tahun bertugas di Natuna. Ester dan adiknya tinggal di Medan: sang kakak duduk di kelas III SMA Santo Ignasius, sedangkan adiknya kelas II SMP, juga di Santo Ignasius.
Michael terbiasa memberangkatkan kedua keponakan "pulang kampung" dengan menumpang Hercules. Ia sudah berkali-kali mengurus tiket Hercules buat Ester dan Yunita.
"Pesawat Hercules biayanya murah," kata Michael, Jumat pekan lalu. Ongkos naik Hercules separuh harga tiket pesawat sipil. Harga tiket pesawat komersial Rp 1,5 juta per orang. Biasanya jadwal Hercules ke Natuna sekali sebulan, sedangkan pesawat sipil dua kali sepekan.
Setiba di Pangkalan Udara Soewondo pada pukul 10.50, Michael bergegas menghampiri petugas loket berpakaian tentara untuk memperlihatkan surat rekomendasi. Petugas meminta bayaran, yang disebutnya sebagai ongkos administrasi. "Tarifnya Rp 750 ribu per orang," ujarnya.
Menganggap biaya itu terlalu mahal, Michael menelepon Sahata di Natuna. Ia meminta Sahata melobi petugas agar mendapat diskon. Akhirnya, rabat didapat: harga tiket dikurangi Rp 100 ribu. "Kami diberi tiket dengan nama Ester dan Yunita di atasnya," kata Sirait.
Nasib berkata lain: Hercules itu jatuh dua menit setelah lepas landas. Semua penumpang tewas, termasuk kakak-adik Ester dan Yunita. Pesawat itu mengangkut 122 orang. Dua belas di antaranya kru Hercules dan 39 tentara. Sisanya masyarakat sipil.
Sahat Sinaga, 50 tahun, serta istrinya, Purba, 50 tahun, seorang putri, dan dua keponakan merupakan penumpang lain pesawat nahas itu. Sahat dan istrinya adalah pendeta. Dalam keterangan seorang kerabat, Sahat diketahui membayar Rp 800 ribu per orang agar bisa terbang ke Natuna.
Seorang mahasiswa asal Natuna yang kuliah di Universitas Riau punya cerita serupa. Mahasiswa semester VI itu menumpang Hercules saat mudik Lebaran tahun lalu. Waktu itu ia membayar tiket Rp 500 ribu. Lalu ia diberi tiket berlambang Angkatan Udara RI, yang dikembalikan lagi setelah di atas pesawat.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna mengatakan provos Angkatan Udara sedang menyelidiki dugaan komersialisasi Hercules itu. Menurut dia, biasanya masyarakat sipil yang hendak menumpang pesawat militer akan meminta bantuan anggota keluarganya yang tentara. Adapun mereka yang tak punya anggota keluarga tentara biasanya mencari surat rekomendasi dari anggota TNI, lalu memberi imbalan atas jasa tersebut. "Sudah saya turunkan intel untuk cari tahu. Kalau memang niatnya cari duit, kami pecat," katanya.
Rusman Paraqbueq, Indra Wijaya (jakarta), Riyan Nofitra (pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo