Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tergelitik Cerita Duyen

Jean Rocher berhasil menggali perang Jatinegara yang terlupakan. Jawa begitu penting di mata Napoleon, sekaligus memicu intrik politik.

31 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNDANGAN perjamuan makan malam itu datang pada masa awal Jean Rocher menjabat Atase Pertahanan Kedutaan Besar Prancis di Indonesia. Sang pengundang, Jacques Bailly, adalah orang yang dituakan di kalangan ekspatriat negeri wine itu. Ia seorang duyen, sebutan kehormatan, yang dilafalkan "duayan".

Bankir yang menetap di Indonesia sejak 1950-an itu bercerita ada banyak nama nasabah lokalnya yang berbau Prancis. "Secara fisik, mereka seperti orang Eropa," kata Rocher kepada Tempo, Jumat dua pekan lalu, di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta Pusat.

Bailly yang suka sejarah itu juga menemukan silsilah keluarga para nasabahnya bisa dirunut jauh hingga ke era kolonial. "Saya heran kenapa ada orang Prancis di sini pada zaman Napoleon Bonaparte itu," ujar Rocher, yang fasih berbahasa Indonesia. "Sejauh yang saya tahu, Jawa itu jajahan Belanda."

Pulang ke negerinya, pensiunan kolonel marinir ini mencari dokumen ke penyimpanan arsip kementerian pertahanan, Archives de la Defense, di Fort de Vincennes. Juga ke pusat arsip negara, Archives Nationales, di Paris. Lembaga arsip itu menyimpan dokumen setiap perwira militer Prancis sejak zaman Napoleon.

Di sanalah Rocher menemukan berkas-berkas Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels dan Jan Willem Janssens, yang ditugasi Napoleon memimpin Jawa. "Barulah saya tahu ada periode kekuasaan Prancis di Hindia Belanda," katanya.

Minimnya informasi tentang koloni di Jawa tak mengherankan Rocher. Menurut dia, sebagian orang Prancis menilai penjajahan sebagai sejarah hitam. "Apalagi di Jawa pasukan Prancis kalah telak oleh Inggris."

Tak aneh, cerita terperinci soal pertempuran di Jawa itu malah ditulis Octave J.A. Collet, orang berkebangsaan Belgia yang mengagumi Napoleon. Rocher bergegas membeli buku terbitan 1909 itu di toko buku antik di Belanda seharga 100 euro. Sejak itu, ia terus memburu buku dan peta pertempuran tersebut.

Enam tahun lalu, Rocher, yang beralih profesi jadi konsultan masalah keamanan, mendapat proyek di Indonesia. Berbekal peta abad ke-19, Rocher menghabiskan liburnya di hari Ahad buat menelusuri Jatinegara, Jakarta Timur.

Kamp pertahanan Jenderal Janssens yang digilas pasukan amfibi Inggris itu hampir tanpa bekas. Namun Rocher, yang terbiasa membaca peta di dinas kemiliteran, tak kesulitan menemukan lokasi kubu pertahanan dan barak pasukan di daerah yang pada 1811 masih bernama Meester Cornelis itu. "Untungnya, kontur di daerah ini tak berubah," ujarnya.

Rocher menemukan Jalan Pal Meriam berada tepat di tempat Janssens menjejerkan meriam yang moncongnya menghadap ke pasukan Inggris yang datang dari arah Matraman. "Saya pikir nama jalan itu bukan kebetulan," katanya.

Rocher pun menceritakan temuannya ke beberapa kenalannya di Indonesia. Kisahnya itu akhirnya sampai ke Penerbit Kompas. "Kami tertarik pada ceritanya dan minta ia menulis buku," ujar Patricius Cahanar dari Penerbit Kompas.

Rocher, yang sempat menerbitkan novel spionase Keping Rahasia Terakhir: Petualangan Intel Prancis di Indonesia, menerima tawaran itu. Selama hampir 20 jam per hari sebulan penuh ia mengebut penulisannya dalam bahasa Prancis. Namun dokumen segunung itu tak Rocher susun jadi buku sejarah. Ia memilih menulis novel. "Saya memakai pendekatan fiksi agar lebih mudah bercerita," kata Rocher. "Tapi urutan kejadian dalam buku saya ini sepenuhnya fakta."

Buku berjudul Perang Napoleon di Jawa 1811 itu dirilis Agustus lalu, tepat saat peringatan 200 tahun Inggris kontra Prancis di Jatinegara. Terbitnya hampir bersamaan dengan buku Penak­lukan Pulau Jawa karya Mayor William Thorn, perwira yang ikut menggempur pasukan Prancis di Meester Cornelis tersebut.

Thorn mengelu-elukan sukses tentara amfibi Inggris, sedangkan Roche malah menelanjangi terpelecoknya pasukan Prancis di Jawa. Roche tak khawatir dikatakan tak nasionalis, karena dia ingin menguak tabir sejarah hitam militer negerinya.

Dia menengarai ada kongkalikong Gubernur Hindia Belanda Jenderal Herman Willem Daendels dengan Menteri Kelautan dan Wilayah Koloni Prancis Admiral Denis Decres. Keduanya sengaja melepas Jawa demi menutupi bisnis ilegal dan penggelapan uang koloni. "Main mata" dua bawahan Napoleon itu sedang disiapkan sebagai sekuel.

Oktamandjaya Wiguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus