Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tersandera Perkara Lama

Agus Prabowo menyambangi Markas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Rabu, 20 Februari lalu.

27 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan menyurati dan memanggil Agus delapan hari sebelumnya. Polisi meminta Agus bersaksi terkait dengan proses pengadaan alat berat Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Agus Prabowo adalah Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) sejak Juli 2015 hingga Januari 2019. Ia menggantikan Agus Rahardjo, yang menjabat Ketua LKPP sejak 2010. Agus Rahardjo terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengadaan alat berat itu berlangsung saat Agus Rahardjo menjabat Ketua LKPP.

Agus Prabowo mendatangi Polda Metro Jaya bersama Deputi e-Katalog LKPP Robin Asad Suryo, yang juga dipanggil atas kasus yang pengadaannya berlangsung pada 2015 itu. Mereka diperiksa di ruang terpisah. Agus Prabowo merasakan sejumlah kejanggalan sepanjang pemeriksaan. “Selama proses wawancara, saya menangkap kesan diminta mengarahkan jawaban untuk mempersoalkan peran Agus Rahardjo,” ujarnya, Jumat, 26 April lalu.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggagas proyek pengadaan 19 alat berat penunjang perbaikan jalan senilai Rp 36,1 miliar pada 2015. Saat itu, pemerintah DKI menggandeng LKPP lantaran ingin membeli barang melalui mekanisme e-katalog. Sistem ini dianggap memudahkan lembaga pemerintah mencari barang yang mereka butuhkan lewat perusahaan yang terdaftar di e-katalog.

Kasus ini sempat diklaim menjadi temuan Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap KPK. Pansus menyebutkan perusahaan penyedia barang yang terpilih, PT Dorma Ma Uli, menyetor barang tak sesuai dengan spesifikasi yang sudah disepakati. Salah satunya berupa merek folding crane truck berbeda antara yang ada dalam ketentuan kontrak dan yang terpasang di sasis kendaraan. “Kami temukan adanya indikasi penyimpangan di lingkup internal LKPP yang saat itu pimpinannya Agus Rahardjo,” ucap anggota Pansus dari Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, September 2017. Agus Rahardjo menyangkal tuduhan ini. “Itu fitnah,” katanya.

Perkara tersebut pertama kali ditangani Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI berdasarkan laporan masyarakat per tanggal 31 Januari 2017. Ketika itu, KPK tengah getol mengusut kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), yang belakangan menyeret nama Ketua DPR dan Ketua Partai Golkar saat itu, Setya Novanto. Pada hari yang sama, Bareskrim melimpahkan kasus itu ke Polda Metro Jaya. Sampai Juli 2017, Polda Metro Jaya sudah menerbitkan tiga surat perintah penyidikan perkara tersebut.

Surat penyidikan terbaru terbit pada 12 Februari 2019. Polisi sudah memeriksa puluhan saksi. Dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur PT Dorma, Irianto, dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Unit Pelaksana Teknis Bina Marga DKI Jakarta, Hamdan. Menurut Agus Prabowo, penyidik sempat menanyakan kepadanya ihwal kedua nama itu. “Saya jawab saya tidak mengenal mereka. Saat itu saya masih menjabat Deputi Sumber Daya Manusia LKPP,” ujarnya.

Penyidik tetap meminta Agus Prabowo menjelaskan peran Agus Rahardjo. Ia berkeras tak mengetahui ihwal proses pendataan e-katalog. Penyidik melontarkan pertanyaan itu berulang kali dengan berbagai variasi pertanyaan. Saking jengkelnya, nada suara Agus Prabowo meninggi ketika menjawab salah satu pertanyaan. “Saya bilang saya tidak tahu. Saya minta dia menanyakan langsung ke Pak Agus Rahar-djo,” ucapnya.

Komisaris Besar Adi Deriyan memilih bungkam soal penyelidikan di kedua dinas itu. Ia menyerahkan penjelasan kasus tersebut lewat Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono. “Ke Mas Argo aja, ya…,” ujarnya lewat aplikasi pesan pendek, Jumat, 26 April lalu. Pada hari yang sama, Markas Besar Polri memutasi sejumlah pejabat. Adi Deriyan dimutasi ke bagian Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri untuk mengikuti sekolah pimpinan tinggi.

Saat dimintai konfirmasi, Argo Yuwono mengaku tak memahami kasus itu. “Data yang diminta belum ada. Saya masih menunggu data dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus,” katanya.

RIKY FERDIANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus