Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bundelan salinan rekapitulasi suara terhampar di meja kerja Ketua Dewan Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kota Surabaya Musyafak Rouf, Jumat siang, 26 April. Dikenal dengan nama C1, dokumen itu diambil dari berbagai tempat pemungutan suara di Surabaya. “Ini bukti kecurangan yang kami himpun,” kata Musyafak kepada Tempo.
Dia lalu mencontohkan hasil rekapitulasi di salah satu TPS di Kelurahan Wonokromo. Tertulis di kolom total suara—terdiri atas suara partai dan suara calon legislator—untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur, PKB hanya mendapat tujuh suara. Padahal, jika perolehan suara partai dan calon anggota legislatif dijumlahkan, seharusnya angka yang tertera adalah 17. Begitu pula di salah satu TPS di Kelurahan Sawahan: perolehan suara PKB hanya ditulis lima. Sejatinya, partai yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama itu mendulang 25 suara.
Ajaibnya, suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di dua TPS tersebut meroket dari suara asli. Di TPS yang sama di Wonokromo, perolehan suara partai banteng dan calon legislatornya yang hanya 37 tertulis 47. Sedangkan di Kelurahan Sawahan, PDIP ketambahan 20 suara dari 48 menjadi 68. Selisih suara itu sama dengan jumlah suara yang hilang dari PKB. “Banyak suara caleg kami dihilangkan dan dialihkan ke PDI Perjuangan,” ujar Musyafak.
Menurut Musyafak, pengempisan suara PKB dan penggelembungan suara PDIP terjadi di 1.242 dari total 8.146 TPS se-Surabaya. Jumlah suara yang berubah di tiap TPS bervariasi. Namun, kata Musyafak, rata-rata kelipatan 10, 20, dan 30. Tapi ada juga yang lebih dari 50 suara. Berdasarkan data yang dimiliki PKB, suara PDIP di salah satu TPS di Kelurahan Gubeng yang hanya 28 berubah menjadi 98. Musyafak mengklaim PKB kehilangan tiga kursi DPRD Kota Surabaya, satu kursi DPRD Provinsi Jawa Timur, dan satu kursi Dewan Perwakilan Rakyat. “Ini kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif,” ujarnya.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Cabang Kota Surabaya Adi Sutarwijono menyangkal tudingan bahwa partainya curang. Ia mengklaim penggelembungan suara itu tak lebih dari kesalahan pencatatan oleh petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara. Kesalahan itu, kata Adi, sangat mungkin terjadi karena penghitungan suara di TPS bisa sampai dinihari. “Tidak benar jika kami mempengaruhi petugas di TPS,” ujarnya.
Musyafak mengadukan masalah tersebut ke Badan Pengawas Pemilu Kota Surabaya. Merespons aduan, Ketua Bawaslu Surabaya Hadi Margo Sambodo sempat mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan penghitungan ulang di semua TPS di kota itu. Namun Hadi mengatakan rekomendasi itu bukan semata menuruti keinginan PKB. “Kami punya banyak temuan: C1 kurang, C1 tak sesuai dengan jumlah, C1 tak berhologram, dan sebagainya,” tutur Hadi. Buntut kekisruhan itu, Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya memutuskan penghitungan suara ulang di sejumlah TPS yang tersebar di 60 kelurahan.
Kejanggalan rekapitulasi suara juga terjadi di daerah pemilihan Sumatera Utara I, yang meliputi Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi serta Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Tempo mendapati sejumlah formulir C1 yang bagian kolom suaranya terkoreksi, yaitu untuk calon legislator nomor urut lima dari Partai Golkar, Adlin Umar Yusri Tambunan. Misalnya C1 di salah satu TPS di Sipinggan. Tanda silang di kolom kedua untuk anggota DPRD Kota Medan itu tercoret menjadi angka 2, sehingga suara yang tercatat di situ adalah 21.
Anggota KPU Deli Serdang, Syahrial Effendi, mengatakan lembaganya mendapat informasi serupa soal perubahan suara di C1. Tak tertutup kemungkinan, menurut Syahrial, terjadi kecurangan dalam perubahan tersebut. Tapi perubahan itu juga bisa terjadi karena petugas mengoreksi kesalahan. “Sejauh ini, kami masih belum menemukan kecurangan,” ujar Syahrial. Anggota Bawaslu Deli Serdang, Muhammad Ali Sitorus, juga mengatakan belum menemukan kecurangan.
Adlin Tambunan membantah curang dalam penghitungan suara. “Tidak benar itu,” ujarnya. Menurut dia, penggelembungan suara sangat sulit dilakukan calon legislator karena ada saksi dan pengawas di TPS. Adlin bahkan mengaku sulit melenggang ke Senayan karena perolehan suaranya ada di bawah calon nomor urut satu, Meutya Hafid.
Perubahan suara dialami Kepala Badan Saksi Pemilu Nasional PDI Perjuangan Arif Wibowo. Menurut dia, hasil verifikasi timnya terhadap sebagian C1 di Jawa Timur IV, daerah pemilihannya, yang meliputi Jember dan Lumajang, menunjukkan 681 suara yang diperoleh dari 58 TPS berpindah ke calon lain. “Ada yang pindah ke internal partai, ada juga yang ke caleg partai lain,” ujar Arif.
Di luar negeri, muncul tudingan terhadap ketidaknetralan penyelenggara pemilihan. Di Sydney, misalnya, para pemilih tidak bisa menggunakan haknya lantaran petugas keburu menutup TPS meskipun masih ada antrean. Tapi KPU menolak mengadakan pemilihan lanjutan untuk mereka yang tak bisa menggunakan hak pilih.
Calon anggota DPR dari PDIP, Zuhairi Misrawi, yang berlaga di DKI Jakarta II—meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri—menuding terjadi berbagai kecurangan dan kejanggalan dalam pemilihan yang digelar di luar negeri. Dia mencontohkan, di Hong Kong, server yang digunakan panitia pemilihan luar negeri sempat anjlok sejak pukul 11 hingga 15. “Ini aneh karena sistem komputer di Hong Kong sangat bagus,” tutur Zuhairi.
Akibatnya, kata Zuhairi, terjadi kelambanan pelayanan terhadap pemilih. Mereka pun memilih pergi karena terlalu lama antre. Kondisi ini dibenarkan Direktur Eksekutif Migrant Care—lembaga pemerhati buruh migran—Wahyu Susilo, yang ikut memantau pemilihan di Hong Kong. Menurut dia, server itu berfungsi membaca keaslian surat undangan memilih. “Layanan jadi lambat. Akhirnya, ada ribuan pemilih yang tak jadi mencoblos,” ucap Wahyu. Empat kali berkunjung ke Hong Kong untuk menggalang dukungan, Zuhairi mengklaim peristiwa itu merugikan perolehan suaranya dan partainya.
Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri Hong Kong Christopher Suganda Supranto membantah tudingan bahwa ia sengaja memperlamban pelayanan terhadap calon pemilih. Menurut Christopher, hujan yang menerpa Hong Kong membuat pemilih meninggalkan antrean. “Ada juga pemilih yang tak membawa dokumen yang diwajibkan,” ujarnya. “Buat kami, pemilih tetap harus terlayani dengan baik.”
Saling Tuding
PRAMONO, KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA), IIL ASKAR MONDZA (DELISERDANG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo