Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

The BFG

2 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Penulis: Roald Dahl
Ilustrasi: Quentin Blake
Penerbit: Puffin Books

Kisah Raksasa Pembawa Mimpi

Sebuah tangan raksasa masuk lewat jendela. Gadis cilik berkacamata tebal tegang. Ia menyembunyikan rapat tubuhnya dengan selimut. Tapi tangan raksasa itu merengkuh selimut sang gadis dan membawanya meloncat melewati ngarai, gunung, hutan, sungai, laut, ke negeri antah-berantah—negeri para raksasa

Peristiwa penculikan itu terjadi ketika semua anak di asrama terlelap. Awalnya adalah Sophie, si yatim piatu, memberanikan diri menyingkap gorden. Suasana sedemikian senyap. Bulan keperakan. Atmosfer seperti terkena sihir. Terkejut ia melihat sosok besar, berjubah kumal hitam, membawa koper meniupkan terompet ke kamar anak-anak yang sedang tertidur. Sang raksasa, yang merasa diintip, segera menculik Sophie.

Banyak kisah tentang raksasa penculik anak kecil. Tapi Dahl menyajikan tamasya imajinasi yang tak jatuh pada sebuah stereotip. Tokoh utama adalah sang raksasa baik hati yang dijuluki BFG (Big Friendly Giant) oleh Sophie. Penghuni dunia raksasa rata-rata suka melahap orang, tapi BFG tidak demikian.

Sementara raksasa lain tiap hari menculik anak-anak untuk santapannya, BFG berkunjung ke rumah-rumah setiap malam untuk meniupkan mimpi kepada anak-anak di kala tidur, melalui terompetnya yang panjang. Dibandingkan dengan raksasa lain, fisik BFG jauh lebih kecil. Hanya kupingnya yang lebih besar, yang mampu mendengar bisik-bisik percakapan dari semut sampai belalang.

Separuh bagian buku ini mengisahkan seluk-beluk dunia raksasa yang ganjil dan kocak, dan menyelipkan kecerdasan sehingga anak-anak dapat berimajinasi tentang para genderuwo itu. Para raksasa ternyata memiliki selera sendiri-sendiri. Ada yang suka makan orang Turki karena dagingnya gurih. Ada yang suka orang Amerika. Dahl juga menyelipkan renungan moral. Tiap hari di dunia buto itu terjadi perkelahian antar-raksasa. Meski sengit, toh mereka tak sampai saling membunuh. Mereka adalah pemangsa manusia. Tapi jumlah korbannya jauh lebih sedikit ketimbang korban pembunuhan yang terjadi antara kalangan manusia.

Kehidupan BFG sehari-hari ditampilkan penuh kejenakaan. Uraian Dahl tentang makanan dan minuman kesukaan BFG sungguh imajinatif. Yang mengasyikkan bagi Sophie adalah pengalamannya bersama BFG menangkap mimpi. Sophie baru paham bahwa mimpi harus ditangkap dan dimasukkan ke botol-botol. Mimpi berwujud fisik seperti gelembung jeli dan gas yang bergerak-gerak. Seluruh isi rumah BFG penuh dengan botol-botol berisi mimpi. Setiap malam, botol-botol itu dibawa dalam koper BFG. Bak menangkap seekor kupu-kupu, BFG menangkap koleksi mimpi sembari berlari-lari mengejar dengan gayung jaring, kemudian menjerat mimpi indah dan mimpi buruk (nightmare). Mimpi-mimpi buruk itu untuk anak-anak yang nakal.

Dahl sering juga mempertemukan tokoh fiksinya dengan tokoh-tokoh konkret sejarah yang dikagumi anak-anak. Puncak novel ini adalah saat BFG dan Sophie bertemu dengan Ratu Elizabeth. Ide awalnya adalah karena Sophie dan BFG ingin menghukum para raksasa jahat dan hanya Ratu Elizabeth yang mampu melakukan itu. Sesungguhnya BFG juga ingin bertemu dengan Ratu Elizabeth. Agar Ratu Elizabeth kaget, BFG meniupkan mimpi tentang adanya raksasa jahat, seorang raksasa baik, dan seorang anak perempuan kecil yang ingin bertemu. BFG meramu mimpi untuk Ratu Elizabeth, mencampur isi botol satu dengan botol lain, lalu mereka pergi ke London. Oleh BFG, Sophie diletakkan di jendela tempat tidur sang Ratu. Pembantu sang Ratu menjerit ketika tiba-tiba melihat ada seorang anak kecil bertengger di jendela Ratu. Tapi, sang Ratu menganggap mimpinya menjadi kenyataan.

Sang Ratu menjamu sarapan bagi BFG, dan BFG menjadi penunjuk jalan bagi pasukan Angkatan Udara Inggris ke wilayah para buto itu. Akhirnya pasukan Inggris mengikat kaki dan tangan sembilan raksasa, dan mengangkut mereka dengan sembilan helikopter besar. Lalu, Ratu memerintahkan ribuan orang membuat suatu lubang luar biasa besar untuk menimbun para raksasa pemakan manusia itu di bawah tanah. Seluruh rakyat menahan napas menyaksikan peristiwa nan langka tersebut. Seluruh rakyat Inggris bersatu padu menjaga agar hukuman berlangsung sukses.

Negara seantero dunia menyampaikan ucapan selamat kepada BFG. Raja Arab mengirim unta. Dalai Lama mengirim hadiah. Raja Swedia mengirim bertong-tong asaman babi. Ratu Elizabeth memerintahkan membangun rumah spesial untuk BFG di Windsor Great Park dekat istananya. Bila malam tiba, BFG diperbolehkan mengembuskan mimpinya ke anak-anak di semua penjuru Inggris. Jutaan surat datang dari anak-anak, memintanya untuk mengunjungi mereka sebelum tidur. BFG sendiri kemudian keranjingan membaca buku-buku Charles Dickens dan William Shakespeare. Dia bercita-cita menjadi penulis. Di akhir novel dikatakan, sesungguhnya novel ini adalah karangan BFG.

James and the Giant Peach


Pengarang: Roald Dahl
Ilustrasi: Quentin Blake
Penerbit: Puffin Books

James dan Buah Persik Raksasa

Bagaimana reaksi masyarakat Amerika ketika melihat sebuah persik raksasa bertengger di puncak Empire State Building? Inilah akhir imajinasi Roald Dahl yang menakjubkan dalam kisah petualangan anak piatu bernama James Henry Trotter. James Trotter tinggal bersama Bibi Sponge dan Bibi Spiker. Kedua bibinya tamak, pemalas, dan sering melontarkan sumpah-serapah kepada James.

Rumah mereka di Inggris selatan terletak di atas bukit. James tak diperkenankan turun dari bukit, tak boleh berjumpa anak-anak lain. Ia harus mengurus kebun dengan sebuah pohon persik tuanya yang sudah tak berbuah.

Suatu siang yang terik, James dipaksa membelah kayu. Tangannya terluka, keringatnya bercucuran. Saat ia membayangkan anak-anak lain gembira bermain sepeda, ia mulai menangis. Bibinya marah. James lari, bersembunyi di semak-semak. Tiba-tiba dari sela dedaunan muncul seorang tua. "Kemari, Nak. Jangan takut," katanya. Orang itu membawa kantong, memperlihatkan batu-batu kristal sekecil butiran beras. Ajaib, batu-batu itu bisa bergerak-gerak sendiri.

James diberinya pesan untuk menanamnya di tanah. Dan keajaiban itu pun terjadi. Buah persik itu tiba-tiba berbuah dan membesar menjadi buah persik raksasa yang lebih gede dari rumah. Peristiwa itu membuat heboh. Berbondong-bondong orang dari penjuru Inggris, bahkan turis, berdatangan. Sang bibi mengomersialkan keajaiban itu—menarik uang kepada siapa yang melihat. Mereka mendadak jadi miliuner.

Suatu malam, James menemukan sebuah lubang di sisi persik. Astaga, ternyata lubang itu adalah sebuah terowongan! Ia merangkak, menemukan galur yang dalam. Dan tak disangka-sangka, ia menemukan sebuah ruangan yang nyaman dengan makhluk-makhluk insek raksasa: laba-laba raksasa, belalang hijau raksasa, cacing tanah raksasa, lipan raksasa, kaki seribu raksasa yang bisa bicara. Mulanya ia ketakutan, tapi ternyata mereka sangat ramah dan bersahabat kepadanya. Di sini ilustrasi Quentin Blake mampu meletupkan imajinasi kita, betapa riang gembiranya sosok-sosok ganjil itu. Akhirnya buah persik raksasa itu jatuh menggelinding dan membawa James mengalami perjalanan mengasyikkan penuh ketakterdugaan.

Sekali lagi, tanpa tandingan, Dahl mempertontonkan kepiawaiannya sebagai penulis dahsyat yang mampu menggeret fantasi anak-anak ke wilayah tanpa batas. Persik raksasa itu mengarah ke tepi jurang dan jatuh ke laut, terapung-apung di samudra. James dan para makhluk itu keluar dari lorong dan berdiri di bulatan atas buah, menikmati suasana pelayaran di laut. Mereka menyanyi bersama, melihat moncong hiu-hiu menyembul dari air, melihat camar-camar di langit. James lalu punya ide melaso camar agar mereka bisa keluar dari laut. Akhirnya mereka melaso enam ratus ekor burung camar sehingga membuat persik terangkat dari laut, melayang-layang di udara seperti balon udara, dibawa terbang ratusan camar.

Mereka terbang menembus awan. Pemandangan langit begitu menakjubkan. Mereka melihat jutaan manusia awan mengatur cuaca—membentuk gelombang awan berarak. Mereka melihat bagaimana manusia awan menciptakan kilat dan pelangi. Ternyata untuk menimbulkan gemuruh suara guntur, manusia awan bersama-sama memukul-mukul drum-drum besar dengan martil.

Separuh isi buku ini mendeskripsikan petualangan seru di dunia lautan dan dunia langit. Burung-burung itu akhirnya membawa mereka ke suatu daerah yang banyak gedung pencakar langit. "Ini Amerika, ini Amerika," James berteriak. Benar, mereka ternyata melayang di atas langit New York. Jutaan orang di New York menengadah melihat keanehan di langit. Mereka mengira sebuah bom besar akan jatuh. Seluruh Amerika gempar. Sirene menggema di semua penjuru Amerika. Presiden Amerika segera menyerukan adanya bahaya. Saat persik raksasa itu tersangkut di puncak Empire State Building, masyarakat baru melihat itu bukan bom. "Mereka makhluk dari Mars. Mereka UFO dari bulan," jutaan orang ternganga dan panik.

Seperti akhir cerita raksasa BFG (Big Friendly Giant), yang kemudian menjadi sahabat masyarakat Inggris, happy ending Dahl adalah mempertemukan makhluk-makhluk aneh ini dengan masyarakat Amerika. James memperkenalkan mereka satu per satu, menjelaskan bahwa mereka bukan makhluk berbahaya. Mereka diarak keliling kota. Limousine tokoh-tokoh penting seluruh Amerika berdatangan. Wakil presiden segera menyuruh membuat banyak sepatu khusus untuk si kaki seribu. Gubernur mengucapkan pidato selamat datang. Mereka menjadi warga terhormat Amerika. Semua mendapat kehidupan yang layak. Si belalang, yang pintar bermain musik, misalnya, menjadi anggota kehormatan New York Symphony Orchestra. Kini James tak kesepian lagi karena semua anak-anak ingin menjadi sahabatnya.

Charlie and the Chocolate Factory


Pengarang: Roald Dahl
Ilustrasi: Quentin Blake
Penerbit: Puffin Books

Si Charlie yang Beruntung

Dalam sebatang cokelat, Charlie Bucket menatap sebuah kemewahan. Air liurnya selalu menetes saat menyaksikan teman-temannya menikmati sebatang cokelat. Apa daya, dari hari ke hari dia hanya menyantap sop kubis. Charlie memang tak beruntung. Ayahnya cuma pekerja kecil di pabrik odol. Penghasilannya yang pas-pasan harus dibagi rata untuk enam orang, yaitu dirinya, ibunya, dan keempat kakek dan neneknya yang telah renta. Mereka tinggal dalam sebuah gubuk yang pengap. Saat musim dingin tiba, mereka benar-benar sengsara. Udara dingin menusuk mereka, yang tidur hanya beralaskan matras.

Kisah tentang kemiskinan memang bagai lautan. Hampir setiap negara memiliki kisah tentang itu. Namun, di sinilah letak kehebatan Dahl. Tak ada eksploitasi kepiluan seperti kita tangkap dalam legenda Bawang Merah dan Bawang Putih, misalnya. Dahl menyuguhkan, betapapun miskinnya seseorang, ada hal yang lebih bernilai, yakni kasih sayang. Itu pula yang membuat Charlie merasa betah tinggal di gubuk kecilnya itu. Kasih sayang keluarganya memberinya kehangatan, sekalipun saat musim dingin.

Cerita yang ditulis Dahl pada 1964 ini, yang juga sudah dibuat filmnya di televisi, memang menunjukkan kepiawai Dahl dalam bertutur. Keinginan seorang anak kecil untuk menikmati sebatang cokelat kemudian bergulir menjadi sebuah penjelajahan imajinasi.

Semua itu diawali dari dongeng Joe, salah satu kakeknya, yang berkisah tentang cokelat lezat buatan Willy Wonka yang tiba-tiba oleh pemiliknya ditutup karena takut resep rahasia kelezatan cokelat itu berpindah tangan. Cerita itu memang sengaja dikisahkan untuk menghibur Charlie, yang kepengen makan cokelat.

Kisah tentang pabrik cokelat inilah yang menjadi urat cerita ini. Wonka, sang pemilik, memecati semua karyawannya dan menutup pabriknya. Hingga suatu ketika, cokelat itu beredar kembali tanpa mempekerjakan seorang pegawai pun. Tak ada kepulan asap dari cerobong. Orang-orang pun terheran-heran.

Untuk membuka tabir rahasianya, Wonka menyelenggarakan sayembara. Dia menyediakan lima tiket gratis yang diletakkan di bawah kertas pembungkus ribuan cokelat produksinya. Empat hadiah itu jatuh pada anak-anak kaya, yakni Augustus Gloop, Veruca Salt, Violet Beauregarde, dan Mike Teave.

Dan Charlie termasuk yang beruntung. Meski untuk mendapatkannya perlu perjuangan yang panjang. Saat ulang tahun, keluarganya memberinya hadiah cokelat, sambil berharap siapa tahu tiket itu terselip di dalamnya. Tapi nihil. Barulah saat dia menemukan uang di jalan dekat sekolahnya, ia membeli dua batang cokelat. Ternyata salah satunya menyimpan tiket itu.

Seperti karya-karyanya yang lain, imajinasi Dahl memang liar. Ternyata pabrik cokelat milik Wonka itu dijalankan sejumlah liliput yang disebut Oompa Lompa. Merekalah yang membuat cokelat, sedangkan para tupai membantu untuk menguliti buah kakao. Pabrik cokelat itu pun tak ubahnya sebuah istana yang terbuat dari cokelat. Hal itu dapat disajikan secara apik dengan bantuan tarikan garis ilustrasi yang dibuat Quentin Blake—yang menjadi mitra Dahl dalam buku-bukunya. Coretan-coretannya dengan cermat dapat mengantarkan pembacanya untuk larut dalam cerita yang dituturkannya.

Buku ini meninggalkan sebuah pesan moral, tentunya disesuaikan dengan pola pikir kanak-kanak. Hanya anak yang patuh pada perintah orang tua yang bakal mendapatkan kemenangan. Charlie, yang penurut dan tidak serakah, mendapat ganjaran yang manis. Willy Wonka menyerahkan pabrik cokelat miliknya kepada Charlie. Sedangkan keempat anak yang lain, karena keserakahan dan kebandelan kelakuannya, harus mendapatkan hukuman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum