Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harry Potter and the Chamber of Secrets | ||
Pengarang | : | Joanne K. Rowling |
Penerbit | : | Bloomsbury Publishing Plc. London (1997) |
Ah, terlambat! Lalu kenapa? Bukankah setiap anak sekolah pasti pernah mengalami ini? Untuk Harry Potter dan sahabatnya, Ron Weasley, ini menjadi kasus gawat. Mereka berdua tertinggal di Stasiun King Cross karena tiba-tiba saja mereka tidak bisa masuk menembus tembok gerbang gaib menuju peron 9 +. (Peron ini berlokasi di antara peron nomor 9 dan nomor 10. Hanya mereka yang berkekuatan gaib yang bisa melihat dan menyusup ke peron khusus ini.)
Harry Potter dan Ron Weasley pun memutar otak. Bergegas mereka mengucap mantra dan melayang ngebut mengejar kereta dengan mobil terbang. Karena tak bisa melakukan perjalanan jauh, sang mobil terbang pun ngambek. Akhirnya mereka mendarat di rimbunnya dedaunan pohon willow yang gemar menggebuk (whomping willow). Alhasil, hari pertama mereka pun penuh dengan sergah gusar dan hukuman dari para guru penyihir ahli sekaligus tatapan kagum penuh iri dari sesama murid.
Penuh fantasi. Demikian Joanne K. Rowling menggambarkan tahun kedua Harry Potter di Sekolah Ilmu Gaib dan Kepenyihiran Hogwarts (Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry), bangunan kastil khas Inggris yang penuh ruang dan lorong rahasia yang dijaga oleh hantu-hantu rewel nan menakutkan. Di tempat ini, bocah berkekuatan gaib Harry Potter beserta dua sahabat karibnya menuntut ilmu menjadi penyihir yang baik. Kali ini petualangan mereka penuh dengan pengalaman yang begitu mencekam. Ketegangan dimulai dari sebuah tulisan menyala yang terpampang tinggi di tembok sekolah, yang berbunyi, "Ruang segala rahasia terbuka sudah. Bagi mereka yang menentang sang pewaris, berhati-hatilah." Harry dan kedua temannya segera berupaya memecahkan kasus pembawa maut yang menjadi misteri selama 50 tahun.
Maka, hari-hari Harry Potter pun dipenuhi oleh kegiatan membolak-balik lembar-lembar buku tua di perpustakaan. Dengan sabar dan tekun, ia menelaah mantra segala rupa, meramu cairan ajaib, menguatkan diri saat dicemooh oleh sesama teman sekolah, hingga menghadapi laba-laba raksasa dengan gagah berani demi menyelamatkan nyawa seorang teman. Joanne K. Rowling, ibu seorang anak yang dicap anak bodoh semasa kecil, dengan amat cerdas mencampur sisipan pesan moral dengan ketangkasan berimajinasi serta bumbu ketegangan yang mencekam.
Buah cipta kedua Joanne K. Rowling ini masih mempertahankan gaya yang tegang dan menarik seperti buku seri pertama yang meledak itu. Konsistensi gaya bertutur Joanne K. Rowling menjadi sebuah ciri khas yang menarik. Ia membagi cerita menjadi dua bagian yang menegangkan (upaya mengejar kereta dengan mobil terbang dan usaha mengungkap misteri di Hogwarts), serta menyisakan kalimat-kalimat menggantung pada hampir setiap akhir bab. Formula ini cukup mujarab untuk membesut perhatian anak agar terus-menerus terpikat untuk membalik halaman demi halaman kisah petualangan Harry Potter ini.
Tak mengherankan jika seri Harry Potter memenangi penghargaan gold award dari Smarties Book Prize untuk kategori bacaan anak usia 9-11 tahun, pada 1998. Joanne K. Rowling mampu menawarkan hikmah bahwa kerja keras, keberanian, kebesaran hati, saling kerja sama, serta harapan akan membuahkan akhir yang membahagiakan. Sebuah modal yang cukup baik bagi seorang anak untuk menghadapi hidupnya kelak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo