KOTA Bandung juga dilanda pedagang kakilima. Jalan-jalan
protokol seperti Jalan Ahmad Yani, Asia Afrika dan Sudirman
padat oleh mereka. Belum lagi yang ada di alun-alun dan bagian
kota lainnya. Tak heran keadaan di sana begitu kacau balau jika
petugas-petugas Tibum (Ketertiban Umum) Kotamadya Bandung
menghalau mereka.
Kerja menghalau pedagang kakilima hampir dilakukan secara rutin.
Dan setiap kali pasti ada yang tertangkap, barang dagangannyapun
disita. Para pedagang mengakui mereka yang tertangkap selama ini
tak pernah diajukan ke pengadilan sebagaimana mestinya. Tapi,
tutur mereka, pedagang yang tertangkap itu seminggu kemudian
dipanggil ke kantor Tibum. Mereka yang menginginkan barang
dagangannya kembali diharuskan membayar denda antara Rp 2.000
sampai Rp 2.500.
Tapi hal itu dibantah oleh Kepala Tibum Kotamadya Bandung, Daddy
Natawisastra. Katanya pihak Tibum tak pernah menyidangkan
pedagang kakilima yang terjerat operasi anak buahnya. "Hanya
hakim yang berhak menjatuhkan denda," sambung Kepala Humas
Kotamadya Bandung, Oekasah Suhandi. Jadinya, tak jelas ke mana
uang denda yang diberikan para pedagang kakilima tadi.
Masalah pedagang di pinggir jalan ini tampaknya memang cukup
ruwet bagi Kota Bandung. Tak kurang dari 11.000 orang banyaknya,
meskipun yang terdaftar -- yang membayar retribusi tak sampai
6.000 orang. Ikhtiar Pemda Kotamadya Bandung untuk menertibkan
ada juga. Misalnya dengan menempatkan mereka di 9 buah Pasar
Inpres. Tapi tentu saja hanya sebagian kecil saja yang dapat
ditampung di pasar-pasar itu. Itupun tak seluruhnya dimanfaatkan
para pedagang kecil tadi. Menurut Daddy Natawisastra, tak
sedikit mereka yang telah mendapat tempat di Pasar Inpres itu
menjual jatahnya kepada pedagang non pribumi.
Warga kota yang berjumlah 1,6 juta jiwa ini baru memiliki 56
buah pasar. Untuk memperbanyaknya tentulah tak mudah. Hambatan
utama tak lain karena sulit mendapatkan areal tanah di
lingkungan kota yang kabarnya paling padat di dunia ini. Dengan
kata lain Pemda Kotamadya tak mungkin lagi membangun pasar.
Satu-satunya jalan menurut Oekasah adalah membangun pasar di
pinggiran kota serentak dengan pelaksanaan proyek Bandung Raya
kelak. Tapi ini masih harus menunggu. Karena itu yang dapat
dilakukan sekarang adalah main kucing-kucingan dengan para
pedagang. Dengan beghli mungkinkah Tibum Kotamadya Bandung
akhirnya berhasil menertibkan kakilima? "Mengapa tidak, Kebun
Waru dan Jalan Jakarta masih menerima, kok," jawab Daddy
Natawisastra. Kedua tempat yang disebutkannya itu terkenal
sebagai bui bagi para tahanan politik. Tapi ini bergurau, bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini