Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Uang Keringat, Kemana?

Terungkapnya penyelewengan upah buruh UKA di pelabuhan Tanjungpinang, kepulauan Riau, oleh kepala pelabuhan setelah membentuk tim dari BPP, Jasa, FBSI, dan Depnaker. (ds)

9 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA bulan lalu, di Pelabuhan Tanjungpinang yang memiliki sekitar 700 orang buruh UKA, tersingkap penyelewengan uang keringat buruh lebih dari Rp 8 juta. Ini ditemukan, setelah Tatang Mukhtar, Kepala Pelabuhan Tg. Pinang membentuk tim yang terdiri dari pihak BPP, Insa, FBSI dan Depnaker. Soalnya, setelah 6 bulan jadi Keppel di pelabuhan itu, Tatang menemukan bahwa di nlbuh UKA-nya "banyak yang kurang wajar" seperti pernah dikatakannya kepada TEMPO. Dan ketidakwajaran itu menurutnya sudah berjalan cukup lama. Sayangnya, bagaimana persis hasil kerja tim yang bekerja selama hampir 2 bulan itu, Tatang cnggan buka kartu. "Saya mesti lapor dulu," ujarnya. Namun ia tak mengelak kalau memang telah terjadi penyelewengan keuangan di tubuh organisasi huruh pelabuhan itu. Dari kalangan buruh UKA sendiri yang sudah sejak lama mengeluh ihwal ketidak-beresan itu, dikatakan bahwa upah mereka menjadi salah satu sasaran. Selama 3 bulan, 50 orang buruh di pelabuhan induk, tidak pernah menerima upah. Padahal semestinya tiap bulan rata-rata mereka menerima sekitar Rp 35 ribu. Jadi dari sini saja, "Lebih Rp 5 juta," ujar seorang anggota pengurus UKA mengakui. Memang kemudian, upah itu dibayarkan juga setelah suatu ketegangan terjadi. Tapi, "cuma separuh," ujar seorang buruh. Yang separuh lagi lenxap tak tentu rimbanya. Lalu ada dana kesejahteraan buruh yang jumlahnya sekitar Rp 2 juta, yang tak pernah dinikmati para buruh tapi tak pula ada di kas. Penggunaan dana administrasi UKA yang 5% dari tiap upah buruh impun penggunaannya sulit dipertanggungjawabkan. Seorang anggota staf pembina UKA menggerutu karena dalam pengeluaran disebutkan para pembina diberi uang transpor sekitar Rp 70 ribu. Tapi sebenarnya, "pengeluaran itu tak pernah ada," ujar staf pembina dari Depnaker. Belum lagi soal permainan setoran pajak pendapatan. Sumantri, seorang ketua kelompok UKA di Senggarang menyatakan bahwa dalam penyetoran pajak ada yang mencurigakan. Soa.lnya, buruh-buruh UKA di Tanjung Pinang itu tidak memperoleh upah/gaji yang tetap jumlahnya setiap bulan, seperti diatur dalam SK Menteri Perhubungan tentang UKA. Tapi tergantung dari besar kecilnya volume barang yang mereka bongkar muat, akibat tak jalannya sistim tarip OPP/OPT. Jadi pajak pendapatan yang harus dibayar, seharusnya bukan 10% dari pendapatan. Tapi cuma 2%. Namun prakteknya potongan upah buruh itu, tetap seperti ketetapan SK Menhub tentang UKA, yaitu 1% untuk BPP, 5% untuk administrasi UKA dan 10% pajak. Tampaknya memang banyak yang runyam di tubuh UKA Tg. Pinang ini. Makanya langkah Tatang Mukhtar memang bukan cuma karena tercium bau penyelewengan keuangan. Tapi, "menginventarisir semua masalah yang jadi problem," ujarnya. Sebab bagaimanapun Tatang maklum bahwa UKA kini sudah diinstruksikan segera jadi Yayasan. Di samping itu, soal pemerataan upah, masih belum juga dapat diluruskan. Karena semua kerja bongkar muat masih sistim borongan, maka ada buruh, yang kebetulan dapat daerah basah, seperti pelabuhan induk, Batu Vl, atau pelantar-pelantar, bisa mengantongi perbulan antara Rp 30 sampai Rp 35 ribu. Tapi yang kering, seperti Sumantri dan kelompoknya di Senggarang, cuma "Rp 5000 sampai Rp 8000 sebulan," kata Sumantri. Padahal menurut ketentuan, minimal buruh-buruh itu harus mendapat Rp 650 sehari, atau sekitar Rp 23 ribu sebulan. Sehingga para buruh pelabuhan di Tg. Pinang meskipun namanya UKA, tapi statusnya masih terhitung kuli, lanjut Sumantri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus