Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tilang "sayang" pejalan kaki

Di bandung, para pejalan kaki yang menyeberang bukan pada tempatnya, ditilang polisi. surat pelanggaran disampaikan ke ketua rt atau kepala sekolah. rata-rata 100 pelanggar terjaring.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"HATI-hati kalau menyeberang jalan". Salah-salah kena tilang. Pengumuman itu dikumandangkan di seantero Bandung sejak Operasi Patuh I dilancarkan akhir September lalu. Beberapa pejalan kaki yang bandel atau pura-pura tak tahu, ya maaf, sayang, jika ditilang. Heri Haerudin, misalnya. Ketika menyebrang Jalan A. Yani, Pasar Kosambi, ia dihadiahi kertas tilang. Penduduk Desa Leles, Ciparay, Majalaya, itu enak saja melenggang, kendati tak jauh dari situ ada jembatan penyeberangan. Seorang Polwan yang sedang bertugas di situ kontan menegur. "Kenapa nggak lewat jembatan penyeberangan?" kata polisi wanita tadi. Heri, 33 tahun, semula ngotot. "Biasanya, mah, nggak diapa-apakan. Dari dulu saya suka jalan di bawah jembatan," kilah Heri. Meski rada dongkol, ia mau juga menandatangani surat tilang. Pelanggaran semacam itu bukan hanya dilakukan oleh Heri. "Rata-rata setiap hari kami menjaring 100 pelanggar," kata sumber di Poltabes Bandung. Setiap pelanggar dibekali surat tanda pernah berbuat kesalahan. Surat tilang yang mencantumkan jenis pelanggaran, lokasi, jam kejadian, termasuk identitas si pelanggar harus disampaikan ke ketua RT. Kalau yang melanggar seorang siswa, ia wajib menyerahkan ke kepala sekolah. Begitu pula bagi karyawan kantor, ia harus menyerahkan ke atasannya. Cuma itukah sanksinya? Ya, sementara. Dalam surat tilang memang ditulis: jika melakukan pelanggaran lagi akan ditindak sesuai dengan undang-undang. "Tapi itu cuma gertakan," kata seorang petugas. "Tak ada sanksi. Cuma, supaya para warga lebih tertib saja," tuturnya. Upaya itu bukan tanpa hasil. "Sekarang saya akan lebih berhati-hati dan akan tertib," kata Heri kepada Riza Sofyat dari TEMPO. Ia memang nggak ngotot lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus