HAI, Clyde. Kalau cognag, gin tonic sudah tak penuh lagi di gelas. Lalu fruit punch dan orange juice habis pula. Apa lagi yang kau tunggu? Apa lagi? Ini di Grand Ballroom Mandarin, Jakarta. Dan malam sudah larut. Yeah. "She knows I want her, she knows I need her," kau memekik, Clyde -- dalam irama soul yang total. Aroma alkohol, berbaur dengan parfum metropolitan, dan gejolak yang tak selesai di lubuk ratusan penonton. Dia sadar, cintaku sudah di tangannya. Tapi dia terlalu mahal.... Walter "Clyde" Orange, drumer dan vokalis Commodores, malam itu bercerita kehabisan simpanan di bank, karena dikuras cewek yang dikencaninya, dalam Goin' to the Bank -- yang kini tengah digandrungi di banyak diskotek. Ruangan berpendingin itu jadi hangat. Clyde bergoyang, meringis. Dan giginya berkilat-kilat. Aku diseretnya terus ke bank.....Lalu ia lemparkan lembaran-lembaran dolar mainan ke penonton. Untuk Commodores, grup pop tempat tumbuh dan berkembangnya Lionel Richie, penonton agaknya memang tak berat hati merogoh Rp 80 ribu. Tiap malam, 13 sampai 15 Oktober pekan lalu, 90% dari 450 kursi terisi. "Alhamdulillah," kata Halida Ilahude, si cantik humas Mandarin. "Di sini orang sudah kenal Commodores, jadi kami berani ambil risiko." Siapa pun memang tak perlu ambil risiko. Termasuk Mandarin Oriental yang mengundangnya ke sini -- yang tutup mulut mengenai biaya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang digaet. Padahal, Lionel Richie -- pendiri Commodores yang begitu digandrungi orang -- sudah hengkang dari grup ini. Penonton juga tak harus merasa dirugikan, terutama karena di ballroom itu mereka bisa menikmati makan malam lengkap, sembari mengunyah kenangan dan memuntahkan kepenatan hari-hari sibuk. Mereka hanyut dalam irama pop atau soul dan funky yang rancak. Sebagai grup, kemampuan Commodores masih berkembang. Sementara itu, nomor-nomor lama tak mereka lupakan. Coba simak Still, lagu yang dikenal orang sejak 1979. Kasih, pagi memintas sesaat. Dan aku tak bersamamu lagi. Kenangan itu memang pahit, kalau aku boleh bilang. Melekat di benakku. Tapi bagaimanapun aku masih mencintaimu. Perasaan itu tak bisa kita abaikan. Malam itu, tak diperlukan seorang Lionel Richie untuk menyenandungkannya. Vokalis J.D. Nicolas, penyanyi simpatik berdarah Inggris sembari menghanyutkan diri dan mengerjap-ngerjapkan mata sanggup pula menyeret emosi penonton. Di antaranya seorang wanita, tak berkedip menatapnya. Ia terkesima. Ia bagai terlena? Paham gelagat, Nicolas mendekatinya. So many dreams that flew away, so many words we didn't say..., ia merajuk. Makin mepet ke perempuan itu, ia merunduk. Keduanya lalu beranjak bersama ke tepi panggung. Perempuan itu menyeka peluh di dahi Nicolas, dan cup-cup -- kecupan berkeringat mendarat. Penonton nuh. "Sebetulnya, keputusan Richie menempuh karier seorang diri tak membuat kami kehilangan benar," kata William King, pemegang perkusi dan trompet. "Setelah dia keluar, kami toh masih juga sukses. Terakhir dengan Nightshift." Lagu itu yang juga dibawakan di Mandarin -- sempat menggaet Grammy Award 1985, penghargaan untuk karya-karya musik. Kepergian Lionel Richie pada 1982 berlangsung tanpa konflik, tak Iama sesudah ayah asuh dan manajer mereka, Benny Ashburn, meninggal akibat serangan jantung. "Bila ketemu, kami masih suka ngobrol," tutur William King. Memang, melalui Motown Record Corporation, Richie meledak sendirian. Dan album berjudul Lionel Richie, salah satu nomor di antaranya, Truly, memperoleh Grammy Award pula. Tapi barangkali kepergian Richie justru tak nyaman di hati penggemarnya. Grup yang telah mengumpulkan hasil penjualan total DM 40 juta, dengan 24 piringan emas, plus sejumlah platina ini, kelahirannya ikut dibidani Richie juga. Ketika itu, 1968, di Tuskegee Institute, Richie diajak gitaris McClary bergabung dalam grup dengan nama Mystic. "Waktu itu kami hanya iseng dan cari kerjaan saja," tutur William King. Ketiganya, Richie, William, dan McClary -- trio perintis cikal-bakal Commodores -- kemudian merekrut drumer Walter "Clyde" Orange, basis Ronald LaPread, dan pianis Milan William. Sebelum bersepakat dengan nama Commodores untuk grup mereka, para musikus ini hampir cekcok memperebutkan nama pilihan, antara The Fantastic Soulful Six, dan The Mighty Wonder. Akhirnya disepakati: The Commodores. Dalam perlawatan mereka ke Indonesia sekarang ini, dalam rombongan yang seluruhnya 16 orang, tokoh-tokoh tersebut sudah tak lagi komplet. Di samping Richie. yang sudah tak bergabung lagi adalah Ronald LaPread, yang entah ke mana. Tapi grup ini masih berjreng-jreng. Malah, laku keras. Mohamad Cholid & Syafiq Basri (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini