SEBUAH tim antarnegara terbentuk. Tujuannya satu: menelisik penyebab dan kronologi penembakan Sersan Satu (Sertu) Lirman Hadimu di perbatasan Timor Timur dan Indonesia. Hasil penyelidikan tim dari Markas Besar TNI dan pasukan PBB di Timor Timur itu akan diumumkan pekan ini. "Kita harapkan hasilnya segera diumumkan," kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Marsekal Muda TNI Graito Usodo, kepada TEMPO.
Peristiwa penembakan Lirman Hadimu itu terjadi pada Sabtu, 28 Juli lalu, di Atambua, wilayah perbatasan Timor Timur dan Indonesia. Saat itu, selepas kerja bakti bersama kawannya, Lirman keluar dengan pakaian bebas sembari menenteng senjata. Selang beberapa menit kemudian, terdengar desingan pelor. Sejumlah anggota Batalion Infanteri 726, yang bermarkas di dekat perbatasan, segera berlarian. Tapi terlambat. Mereka menjumpai tubuh Lirman tengah meregang, lalu tewas. Lirman tersungkur hanya dalam jarak 20 meter dari garis perbatasan.
Kecurigaan kepada pasukan PBB pun muncul. Sebab, saat anggota batalion menyelamatkan Lirman, sejumlah tentara United Nation Peace Keeping Force (UNPKF) dari Selandia Baru tengah bersiaga di sebelah perbatasan. Berita yang kemudian beredar adalah Lirman didor tentara Selandia Baru itu. "Tapi kami tidak mau berprasangka. Soalnya, belum jelas benar apakah Lirman yang melepas pelor duluan atau tentara New Zealand itu," kata Graito. Pihak TNI, juga kata Graito, ragu apakah Lirman ditembak di wilayah Indonesia atau di wilayah Timor Timur.
Ini adalah insiden yang keempat di garis perbatasan Indonesia dan Timor Timur itu. Di peng-ujung September 1999 lalu, pasukan Interfet menembak mati seorang anggota Brimob. Dan pada Oktober 1999, giliran empat orang warga sipil diterjang timah panas Interfet. Lalu, pada Juni 2000, Jacobus Bere, seorang anggota milisi pro-Indonesia, menembak Leonard Maning, seorang anggota UNPKF dari Selandia Baru.
Wens Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini