Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OBROLAN santai Jumat siang dua pekan lalu itu beberapa kali terhenti. Telepon seluler Eko Sulistyo cerewet betul. Panggilan telepon sering masuk. Belum lagi dia harus mengetik jawaban pesan pendek dengan mimik serius.
Beberapa panggilan telepon tak dijawab, tapi sebagian besar ditanggapi. Ada yang dipanggilnya "kamu" atau "bapak." Namun ada penelepon yang disapanya "kanjeng" dalam pembicaraan menggunakan bahasa Jawa krama, halus. "Nanti tanggal 26 ada deklarasi satgas relawan pendukung Jokowi di Senayan," kata Eko kepada Tempo di Kafe Demang, Jakarta Pusat setelah menutup telepon.
Pekerjaan Eko memang berfokus pada penggalangan dukungan untuk pasangan dari poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pria asal Solo ini terutama bertugas merangkul relawan dan komunitas pro-Jokowi-JK. Jika perlu, dia membantu mereka menggelar kegiatan untuk menggaet pendukung. "Saya semacam liaison officer untuk Pak Jokowi," ucapnya.
Eko bukan orang baru di dunia "gorong-gorong". Alumnus Fakultas Sastra Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret ini memang aktivis sejak kuliah pada 1987. Walau tak pernah bergabung dengan organisasi mahasiswa ekstrakampus, semacam Pergerakan Mahasiswa islam Indonesia, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, dan Himpunan Mahasiswa Islam, Eko bergaul dengan mereka sewaktu kuliah.
Ia juga ikut memantau pelaksanaan Pemilihan Umum 1997, pemilu terakhir pada era Orde Baru, dengan bergabung ke Komite Independen Pemantau Pemilu pimpinan Mulyana W. Kusumah. Eko lantas memimpin Komisi Pemilihan Umum Surakarta pada 2003-2008. Dia pun mendirikan lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi pemberdayaan masyarakat marginal di Surakarta, Konsorsium Monitoring Pemberdayaan Institusi Publik.
Jejak-jejak itulah yang membuat jaringan di kalangan aktivis politik dan pemberdayaan masyarakat di berbagai kota terbangun sejak dulu. Eko menjadi mudah berkomunikasi dengan aktivis 1980-an hingga 1990-an yang sekarang menjadi politikus di Jakarta. Ia dan sejumlah anggota tim Jokowi lain pun sukses membantu Jokowi menduduki kursi Wali Kota Surakarta untuk yang kedua pada 2010 dan berlaga di pemilihan gubernur DKI Jakarta dua tahun kemudian.
Di Jakarta, setelah Jokowi menjadi gubernur pada 2012, Eko ikut menopang program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terutama yang berurusan dengan kawasan kumuh. Sebut saja relokasi warga di sekitar waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan pemberesan Blok G Pasar Tanah Abang. "Jakarta bukan hutan belantara. Saya bertemu lagi dengan teman-teman lama," ucapnya.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) termasuk yang digalang Eko. Kelompok relawan pendukung Jokowi itu didirikan aktivis Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), onderbouw PDI Perjuangan. "Khusus dia, asyik orangnya," kata Sekretaris Jenderal Almisbat, Hendrik Sirait, medio Juni lalu. "Eko kasih info-info seputar Jokowi."
Eko juga berhubungan dengan Kader dan Simpatisan PDI Perjuangan Pro Jokowi (Projo), relawan pendukung Jokowi memiliki jaringan di hampir semua provinsi. Menurut ketuanya, Budi Arie Setiadi, tim Jokowi aktif membina hubungan baik dengan Projo sejak awal 2014. Bukan cuma Eko, masih ada Anggit Noegroho, Muhammad Isnaini, dan ajudan Jokowi, David. "Isnaini membantu tugas-tugas Anggit," ujar Eko.
Menurut Budi, pada masa kampanye, tim mengirim sekitar 30 ribu atribut, seperti kaus, spanduk, stiker, dan pin, dari pusat logistik di Jalan Sukabumi, Jakarta Pusat, ke markas Projo di kawasan Perdatam, Jakarta Selatan. "Sisanya kami penuhi sendiri. Projo tak minta uang operasional," ucapnya. Budi menjelaskan, Anggit dan Isnaini juga bertugas sebagai anggota tim pendahulu sebelum Jokowi datang.
Di daerah yang dituju, keduanya menyiapkan segala keperluan acara. Beberapa kali mereka meminta Budi mengerahkan anggotanya di daerah untuk meramaikan kunjungan Jokowi, seperti di Malang dan Sidoarjo, Jawa Timur.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi, Dono Prasetyo, pun mengaku berinteraksi dengan Anggit jika Seknas ingin mengadakan acara dengan Jokowi dan meminta bantuan atribut kampanye. Namun Ketua Umum Seknas Muhammad Yamin membantah jika Anggit dikatakan membantu Seknas bertemu dengan Jokowi.
"Kami dihubungkan oleh Pak Sidarto," kata politikus PDI Perjuangan itu pertengahan Juni lalu. Sidarto Danusubroto adalah Ketua PDI Perjuangan yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2009-2014. Menurut Yamin, hubungan dia dengan Anggit sebatas diskusi sebagai sesama alumnus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Anggit begitu dekat dengan Jokowi. Tempat tinggal Jokowi di Solo selingkungan dengan kediaman Anggit dan Isnaini. Dalam berita Tempo berjudul "Alap-alap Teras Balai Kota" di edisi 27 Januari 2013, Jokowi menyebut tim asal Solo itu sebagai "tim klandestin". Anggota tim dipimpin oleh Anggit, orang kepercayaannya sejak menjabat Wali Kota Solo. "Mereka menggodok tiap isu, menyediakan data, dan memperkirakan dampaknya," ujar Jokowi kepada Tempo waktu itu.
Anggit adalah mantan jurnalis yang ikut mendirikan koran Joglosemar di Solo. Sebagai wartawan, ia kerap diajak wedangan di rumah Jokowi semasa masih menjadi pengusaha mebel, sebelum maju ke pemilihan Wali Kota Solo pada 2005. Sarjana arkeologi UGM ini bahkan merupakan orang kepercayaan keluarga besar Jokowi. Secara berkelakar, Anggit menyebut orang-orang itu sebagai "tim alap-alap". "Soalnya, kami kadang muncul kadang menghilang," katanya.
Adapun Isnaini anak buah Anggit ketika masih bekerja di media. Ia juga ikut berjuang merebut kursi wali kota dan gubernur buat Jokowi. "Setelah menjadi Gubernur Jakarta, Bapak minta saya tetap membantu di Jakarta," ujar alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro itu kepada Tempo, awal tahun ini. Ketika itu, dia sedang sibuk menggalang pendukung Jokowi menjelang penetapan calon presiden oleh PDI Perjuangan. Isnaini merajut dukungan sampai ke Papua.
Paguyuban Timbul Sehati, kelompok pro-Jokowi dari kalangan bawah, termasuk yang digalang oleh Isnaini. Bermula sebagai penyokong dalam pemilihan gubernur, Timbul sekarang muncul lagi. "Menjelang pemilihan presiden, melalui Pak Isnaini, anggota Timbul Sehati kami kumpulkan lagi," ucap Ketua Umum Timbul, Sudarto, kepada Tempo, Senin dua pekan lalu. Secara resmi, Timbul sudah membuka cabang di Sukabumi dan Cianjur, Jawa Barat.
Menurut Sudarto, Isnaini memang berupaya sejauh mungkin berjarak dengan Jokowi. "PiIpres suasananya berbeda." Soal peran Isnaini, ia mengatakan lebih sebagai jembatan antara Jokowi dan pendukungnya. Isnaini sekaligus memasok atribut dan informasi untuk mempermudah gerakan Timbul jika Jokowi akan mengunjungi Jawa Barat bagian selatan dan utara, Banten, serta Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo