Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Ancaman Hujan Kesasar Ancaman Hujan Buatan

Pemda Ja-bar bersama BPPT dan Perum Otorita Jatiluhur mengadakan seminar, membahas akibat sampingan dari hujan buatan. Para petani di sumedang tahun ini menderita kerugian, pohon tembakaunya busuk.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA petani di Kecamatan Tomo, Sumedang (Jawa Barat) tahun ini rugi besar. Tanaman tembakau mereka membusuk. Sebab jenis tanaman ini, hanya bisa tumbuh subur di tanah yang cukup kering. "Dan memang, ketika hujan tidak juga reda selama bulan Mei-Juni saya mulai was-was," ujar Sebar, petani tembakau di Desa Darmawangi, Tomo. Kekhawatiran petani itu memang terbukti: tanaman tembakau seluas 100 ha di desa itu tergenang air sebatas lutut. Setelah air surut, pohon tembakau tumbang, batang dan daunnya busuk. Kalau ada yang masih tegak, daunnya leumeuh alias menggeluntung dan terkulai layu. Di permukaan daun itu pun nampak bercak-bercak hitam. Para petani umumnya menduga hujan yang turun lebih banyak dari biasanya itu adalah sebagian dari hujan buatan yang dimaksudkan menambah air waduk Jatiluhur--80 km dari Darmawangi -- beberapa waktu lalu. Bahkan tak kurang dari Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Ja-Bar, R.T. Subarta, yakin benar akan hal itu. "Saya mendapat laporan dari camat," ujarnya. Sebab hujan buatan untuk waduk tadi diduga sebagian dibawa angin, hingga mengguyur kebun-kebun tembakau itu. Akibat sampingan hujan buatan serupa itu nampaknya disadari Pemda Ja-Bar. Sebab itu, di Bandung akhir Agustus lalu Pemda Ja-Bar bersama BP PT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan POJ (Perum Otorita Jatiluhur) mengadakan seminar tentang akibat-akibat hujan buatan. Tak kurang dari 60 peserta hadir. Beberapa pembicara mengungkapkan segisegi yang merugikan dari hujan buatan, termasuk R.T. Subarta dari HKTI Ja-Bar. Ia berharap, pemerintah tidak hanya memperhatikan peningkatan produksi padi, tapi juga tembakau, kedelai atau kacang hijau yang justru membutuhkan masa-masa kering dalam proses pematangannya. Kata Subarta: "Kalau hujan buatan dijatuhkan di sebelah selatan DAS (daerah aliran sungai) Citarum yang banyak ditanami tanaman nonpadi, seperti tembakau atau kacang kedelai, petani akan rugi besar, sebab tanaman akan membusuk. Selain itu kalau hujan buatan hendak dijatuhkan di musim kemarau untuk memperpanjang musim penghujan -- hendaklah petani diberitahukan, agar sebelumnya mereka dapat menyesuaikan jenis tanaman." Supriyo Ambar, staf ahli Lembaga Ekologi Unpad mengemukakan akibat negatif dari hujan buatan yang agaknya tidak diduga sebelumnya. "Kalau musim hujan diperpanjang, masa istirahat tumbuh-tumbuhan dan jenis-jenis insekta, termasuk hama padi, akan tertunda. Dengan begitu akan terjadi reproduksi insekta yang menimbulkan hama," katanya. Itu tidak berarti para peserta seminar mnolak hujan buatan. Yang penting, menurut Supriyo, dapatkah intensitas hujan buaun itu diatur ditentukan di mana dan kapan hujan itu diturunkan. Walhasil seminar itu berkesimpulan hujan buatan dapat dikuasai, teknologinya perlu disempurnakan dan jangan sampai melanggar proses alamiah yang telah ada. Sebaliknya menurut Ir. Soebagio, Kepala Proyek Hujan Buatan dari BPPT, hujan buatan tidak membawa pengaruh negatif. Misalnya dalam hal pemakaian es kering yang sebenarnya adalah C02 yang dipadatkan kemudian menguap kalau terkena panas. "Bukankah tumbuh-tumbuhan juga memerlukan C02?" tanyanya berteori. Tapi Soebagio tidak membantah kemungkinan timbul hal-hal yang merugikan. Misalnya kalau hujan buatan itu menyasar ke kawasan lain karena tiba-tiba arus angin menjadi lebih cepat. Karenanya, menurut sarjana pertambangan ITB itu, lebih mudah menjatuhkan hujan buatan di areal yang lebih luas. Tapi Soebagio belum dapat memastikan, apakah musnahnya tanaman tembakau di Tomo, akibat hujan buatan yang kesasar. Berimbangkah Percobaan hujan buatan pertama kali pada 1977 di Banten Selatan dan Pelabuhan Ratu (Ja-Bar). Menyusul di Sala (Ja-Teng), Bogor, Jatiluhur (Ja-Bar), Lombok (NTB) dari Gunung Kidul. Pengalaman para petani di Gunung Sewu --kawasan sebelah selatan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta --hampir sama dengan pengalaman petani di sekitar DAS Citarum. Di beberapa tempat, banyak petani mengeluh karena tanaman kacang tanah mereka pada busuk--gara-gara hujan yang masih juga turun di awal musim kemarau. Tapi hal itu juga masih disangslkan apakah gara-gara hujan buatan pula. Hujan buatan yang turun bulan Mei berselang di Gunung Kidul, menurut Bupati Darmakum Darmokusumo, makan biaya cukup mahal: Rp 131 juta. "Tapi hasilnya akan berlipat ganda. Bukan hanya untuk minum penduduk di kawasan yang selalu kekeringan itu, tapi juga berpengaruh terhadap pola tanam," katanya. Tapi Wakil Ketua Bappeda DIY, Pramono Hadi, masih menyangsikan apakah antara biaya dan hasil yang diperoleh dari hujan buatan tersebut cukup berimbang--karena belum pernah ada penelitian soal itu. Secara teori, hujan buatan yang dijatuhkan dua kali dalam setahun (Oktober dan Juni) bisa rnmpertinggi crop intensity (intensitas penanaman). Dengan bibit unggul yang ditanam awal Oktober, petani dapat panen pada awal Februari. Empat bulan berikutnya bertanam padi lagi--kali ini dengan air hujan alam-dapat dipanen Mei atau Juni. Masa tanam berikutnya, juga selama empat bulan, petani menanam palawija, diairi dengan hujan buatan. Direktur Pusat Penelitian Ekonomi dan Sumber Daya Manusia Unpad, Drs. Hidayat MSc, mengakui, dalam keadaan serupa itu produksi bahan makanan yang dihasilkan petani, meningkat. Tapi, katanya, bila Bulog tidak meningkatkan floor price, petani akan dihadapkan pada produksi bahan makanan yang berlebih. "Artinya, tidak akan menguntungkan petani," tlambah Hidayat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus