Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cerita yang Melagu

Nyanyian Nadin Amizah menyajikan kontras yang kaya. Antara gaya bertutur dan lirik yang sugestif, instrumentasi yang minimalis dengan olahan bunyi yang meruang, antara langgam pop dan pastiche yang tak terduga.

9 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nadin Amizah. Prabowo Prajogio

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAMAT Ulang Tahun adalah album pertama Nadin Amizah yang membuktikan dirinya sebagai kolaborator cekatan, penggagas, sekaligus pengarah yang paham cara meramu unsur dalam kolaborasi. Hal itu terjadi dalam interaksinya dengan musikus lain di tengah keterbatasan yang muncul karena pandemi Covid-19. Hasilnya, sepuluh lagu dari Nadin yang bertindak sebagai penyanyi, penulis lirik, dan perancang ide kreatif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musik populer memiliki kemungkinan luas untuk bercerita. Sebab, liriknya dapat dipakai dengan leluasa dan teknik bernyanyinya pun bisa mengambil alih cara bertutur. Nadin memanfaatkan medium ini dengan rileks. Ia mengisahkan kembali segenap pengalamannya sehari-hari ataupun saat menyimak cerita orang terdekatnya. Bahan itu yang lalu diolahnya menjadi cerita-lagu yang bercerita atau cerita yang melagu dengan lirik yang jauh dari klise. Ini langka dalam ruang musik populer kita dan membuat kami menetapkan Selamat Ulang Tahun sebagai Album Pilihan Tempo 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nadin lahir di Bandung, 20 tahun lalu. Ia mulai berlatih vokal saat sekolah dasar. Namun kariernya di industri musik baru dijajaki sekitar 2017, saat berkolaborasi dengan Dipha Barus untuk single “All Good”. Babak baru pun dimulai oleh penggemar Kunto Aji, Sal Priadi, Troye Sivan, The Paper Kites, dan Novo Amour ini. Pada awalnya, ia bergerak di genre folk. “Namun belakangan aku merasa soal genre itu sangat fluid. Di Selamat Ulang Tahun, ternyata musikku berkembang, tidak sejalan di pop atau folk,” ucapnya.

Nadin Amizah saat saat melakukan proses rekaman di kamarnya. Dok. Pribadi

Intro, pembuka pendek album ini, diolah dari rekaman suara perayaan ulang tahun di sebuah keluarga. Ada “Happy Birthday”, lagu tersohor seantero dunia di situ. Yang berlanjut dengan melodi repetitif piano. Dengan pendahuluan ini, Nadin mengisyaratkan adanya keterkaitan cerita dengan track berikutnya. Tentu dengan lirik yang bercerita. Frasa “antara dia yang mati atau aku yang mati” menunjukkan bahwa si penutur melihat sisi lain kehidupan yang dialaminya. Dengan itu pula ia memanfaatkan ragam populer sekaligus membelokkannya. Lagu-lagunya bercakap sekalipun liriknya lebih bersifat sugestif alih-alih naratif.

Album Nadin ini mengaktualisasi kebersahajaan musikal dan ekstramusikal. Temanya terilhami dari lingkaran dekatnya, seperti sang Ibu yang mengilhaminya untuk lagu “Kanyaah” dan “Bertaut” serta sosok ayah di “Paman Tua”. Mendengarkan album ini seperti berjalan dari satu cerita ke lainnya, peristiwa satu ke berikutnya, dan menemani Nadin dari masa remaja ke dewasa. Ia berbagi soal rumah dan kehangatannya, tapi ia juga tak mengelak dari kerisauan dan ketidaknyamanan. Rasa itu ia sampaikan dalam lirik-lirik pendek, instrumentasi yang minimalis, dan bebunyian yang merongga.

Menurut Nadin, dalam album ini ia hanya ingin bercerita tentang dirinya yang tumbuh dewasa terlalu cepat. “Karena aku juga sudah melalui hal yang memang menempaku untuk dewasa duluan, bertahan secara mental. Di album ini aku juga bercerita tentang perasaanku, juga ketakutanku. Karena waktu itu aku enggak tahu apa yang akan terjadi saat usiaku 20-an tahun,” ujarnya dalam wawancara dengan Tempo, 5 Januari lalu.

Vokal Nadin dalam album ini hanya didampingi gitar dan piano. Dua instrumen itu dimanfaatkan secara minimal untuk menghasilkan bunyi yang meruang, yang teresonansikan dengan efek elektronik. Bilapun ada instrumen lain, itu sekadar mempertebal kinerja dua alat musik utama. Pada nomor “Sorak Sorai”, misalnya, ada shruti box, yang menghasilkan bunyi drone—suara yang terdengar terus-menerus dengan efek dengungan, yang memperkuat elemen sugestif dalam lagu-cerita Nadin.

Dalam album ini, ulang-alik bunyi akustik dan elektronik digarap cermat. Misalnya, pada “Kereta Ini Melaju Terlalu Cepat”, vokal Nadin beresonansi panjang dengan efek meruang. Segera saja itu bertabrakan dengan suara tanpa gema. Sementara itu, efek tersebut tergarap dengan selang-seling suara akustik di depan dan elektronik di latar belakang. Di lagu lainnya, seperti “Beranjak Dewasa”, “Bertaut”, “Taruh”, “Cermin”, kontrasnya bunyi akustik dan elektronik terolah lewat gitar dan piano.

Sebelum karya ini, Nadin sudah merilis sejumlah single, baik yang ia produksi sendiri lewat label Sorai maupun hasil kolaborasinya dengan sejumlah musikus. Gaya bernyanyinya berada di antara musikus masa kini dan yang lampau. Ia memakai vibrato bergelombang lebar dan ornamentasi di ujung melodi; ia menyeret, menarik, dan meliukkan suku kata dalam rentetan nada ke atas maupun bawah. Ini mengingatkan pada gaya bernyanyi pop Indonesia 1980-an, yang disadari atau tidak, sangat terpengaruh nyanyian hibrida Nusantara, seperti keroncong dan lagu Melayu.

Album Selamat Ulang Tahun dari Nadin Amizah.

Nadin sengaja menghasilkan resonansi suara tidak dalam daya maksimal. Suaranya mengalun lirih dan tenang, tanpa mendayu-dayu. Seperti halnya teknik bernyanyi yang sulit pada musik populer Brasil, bossanova, yang resonansi suaranya mengalir lirih, meski pada wilayah nada tinggi. Di Nusantara sendiri ada sejumlah gaya bernyanyi yang tak menghasilkan suara lantang atau tak menggunakan resonansi rongga terbuka. Demikianlah Nadin, yang lirih senandungnya justru memperkuat warna suaranya. Suara nasal justru menjadi kekuatannya dan memperkuat watak bertutur dalam lagu-lagunya.

Hal yang juga patut dicatat, sejumlah lagu album ini mengarahkan pendengar pada ciri lagu pop 1980-an. Itu terlihat dari garis melodi dan ornamentasi di ujung setiap kalimat pada track Kereta Ini Melaju Terlalu Cepat” dan “Mendarah”. Gaya yang bersifat nostalgis sekaligus folkloris ini dibalut bebunyian elektronik yang kekinian. Hal ini membuat musik Nadin terasa sangat terkesan Nusantara sekaligus kontemporer. Ia berhasil membuat pastiche yang sangat baik.

Pada usia belianya, Nadin berdamai dengan banyak hal. Di media sosial ia pernah berujar bahwa manusia mempunyai kepekaan mendengar yang tinggi. Banyak hal yang manusia terima meski tak nyaman mendengarnya. Begitu pula dalam bermusik. Nadin menggunakan banyak bebunyian yang amat tak lazim dalam khazanah pop kita. Misalnya shruti box—Instrumen musik India-Pakistan—dan lantunan turunan beluk—nyanyian Sunda yang erat dengan tradisi lisan wawacan—dalam lagu penutup, “Sorak Sorai”.

Proses kreatif dan produksi album ini bersandar pada studio di rumah, sejalan dengan tema merumah dan berumah dalam Selamat Ulang Tahun. Ia menulis lagu dan merekam musiknya di kamar tidur (bedroom recording), proses yang mencerminkan situasi pandemi. Dengan teknologi secukupnya dan perjumpaan via daring, ia berkolaborasi dengan sejumlah nama, seperti Dissa Kamajaya, Dolly Harahap, Petra Sihombing, tapi tetap berbuah karya yang elok.

Nadin Amizah di saat tampil di acara virtual Indosat Collabonation Trilogy Concert, 28 Desember 2020. Andi Gondi

Nadin mengatakan, saat terpikir sebuah lirik atau nada, ia biasa merekamnya terlebih dulu di voice note. Baru setelahnya rekaman itu ia perdengarkan ke gitarisnya. “Aku minta mereka mencari notasinya, karena aku tidak terlalu menguasai gitar dan ukulele, walau dua instrumen itu ada di kamarku,” tutur pembaca puisi-puisi Aan Mansyur dan Sapardi Djoko Damono itu.

Jelaslah Nadin Amizah berhasil memanfaatkan bedroom recording. Ia sadar sarana itu terbatas, tapi dengan begitulah ia memacu kerja kolaborasi yang aktif, yang hidup berimbang dari semua unsurnya. Nadin menjelaskan, beberapa tahun lalu ia berniat memproduksi sendiri semua lagunya di kamar dengan laptop barunya. Namun, baru beberapa minggu mencoba, ia menyerah. Pandemilah yang membuat Nadin menyelami lagi proses kreatif di rumah, utamanya untuk merekam vokal.

Dalam serba keterbatasan, Nadin Amizah tekun menggali ke dalam riwayat hidupnya sendiri. Hasilnya adalah Selamat Ulang Tahun, album musik pop yang sangat unik dalam khazanah musik Indonesia.

NYAK INA RASEUKI (PESUARA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus