Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tolak Dakwaan Jaksa KPK di Kasus LNG Pertamina, Hakim Menilai Karen Agustiawan Tidak Memperkaya Diri

Majelis hakim sidang kasus korupsi LNG Pertamina menilai uang Rp 1,62 yang diterima Karen Agustiawan dari Blackstone adalah penghasilan resmi.

27 Juni 2024 | 17.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Terdakwa eks Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengikuti sidang pembacaan vonis, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 24 Juni 2024. Majelis hakim memvonis mantan Karen dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) yang mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga Rp2,1 triliun. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis 9 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juga menghukum Karen membayar denda Rp 500 juta dengan subsider 3 bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kendati demikian, dakwaan jaksa terkait Karen yang memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016 atau setara dengan Rp 1,62 miliar tidak terbukti. Dalam sidang putusan Senin lalu, 24 Juni 2024, Hakim menilai bahwa uang yang diterima Karen bukan hasil korupsi, tapi penerimaan yang sah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Uang tersebut merupakan penghasilan resmi Karen selaku senior advisor dari Blackstone melalui Tamarind Energy Ltd setelah berhenti bekerja di Pertamina.

“Majelis hakim sependapat dengan Terdakwa dan penasehat hukum Terdakwa bahwa uang yang diterima dari Blackstone melalui manajemen sebesar Rp1.091.280.281 dan US$104.016 adalah penghasilan resmi sebagai senior advisor di perusahaan tersebut, karena telah dipungut, dibayarkan pajak penghasilan, dan juga uang tersebut diterima setelah Terdakwa tidak bekerja lagi di PT Pertamina (Persero),” ujar Hakim Ketua Maryono di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024.

Bantahan Karen

Melansir Antara, Karen mengklaim tidak pernah menerima apa pun dari pihak Blackstone saat menjabat sebagai orang nomor satu di Pertamina. Menurut dia, uang itu merupakan gajinya sebagai konsultan di Tamarind Energy Ltd. 

"Selama saya menjadi Dirut Pertamina, saya tidak pernah menerima apa pun dari Blackstone, selain penghasilan yang sah dari Pertamina dalam bentuk gaji, tantiem, dan fasilitas lainnya," ujar Karen saat membacakan tanggapan atas replik penuntut umum, Kamis, 20 Juni 2024.

Dia mengaku berhenti dari perusahaan pelat merah tersebut pada 1 Oktober 2014 dan mulai bekerja pada April 2015 hingga Desember 2015 (sembilan bulan) di Tamarind Energy Ltd. “Saya pun membayar pajak dan melaporkan penghasilan atau gaji tersebut dalam Laporan SPT Pajak 2015," tuturnya.

Untuk itu, Karen Agustiawan berpendapat dirinya tidak melanggar batasan benturan kepentingan dalam Pasal 23 Peraturan Menteri BUMN Nomor 1 Tahun 2011 dan Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN.

"Tuduhan jaksa penuntut umum bahwa kontrak kerja saya dengan Blackstone merupakan benturan kepentingan yang melanggar hukum absurd atau tidak masuk akal karena saya dijadikan terdakwa bukan karena saya menerima penghasilan yang tidak sah," ucap dia.

Dalam perkara korupsi di Pertamina ini, jaksa mendakwa Karen Agustiawan telah merugikan negara sebesar US$ 113,84 juta atau setara Rp 1,77 triliun dalam kasus pengadaan LNG tersebut. Karen juga didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016 atau setara dengan Rp1,62 miliar, serta memperkaya korporasi Amerika Serikat, yakni Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$ 113,84 juta yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus