Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, menjelaskan alasan pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada kurun 2011–2014. Menurut dia, pemerintah saat itu berusaha menggantikan bahan bakar minyak dengan sumber energi lain, termasuk gas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karen menuturkan dasar pengadaan LNG itu telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 yang diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam beleid itu, Karen Agustiawan mengatakan pemerintah menargetkan penggunaan energi gas pada 2025 telah mencapai 30 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Disampaikan kemarin oleh saksi Pak Jusuf Kalla,” ujarnya dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin, 20 Mei 2024. Wakil Presiden periode 2004–2009 dan 2014–2019 itu hadir di PN Jakarta Pusat pada Kamis, 16 Mei 2024 untuk memberi kesaksian dalam kasus yang menjerat Karen Agustiawan.
Dari penelusuran Tempo, peraturan yang dikutip Karen yakni Pasal 2 ayat (2) perpres itu. Di situ tertulis, antara lain, pemerintah menargetkan terwujudnya energi primer campuran yang optimal pada 2025. Butir-butir di bawahnya merinci, setiap jenis energi memiliki peranan. Minyak bumi, misalnya, diharapkan tetap berperan kurang dari 20 persen, gas bumi lebih dari 30 persen, batu bara lebih dari 33 persen, dan bahan bakar nabati (biofuel) lebih dari 5 persen.
Selanjutnya, jenis-jenis energi lain yang diharapkan berperan pada tahun depan yakni panas bumi lebih dari 5 persen, energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin lebih dari 5 persen, dan batubara yang dicairkan (liquefied coal) lebih dari 2 persen.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011—2014.
Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Selain itu, Karen didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas kepada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen Agustiawan juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013—2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012—2014.