Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga berita terpopuler metropolitan pada Rabu pagi dimulai dari Djarot Saiful Hidayat miris lihat kondisi RPTRA Kalijodo yang dulu diresmikan Ahok. Kondisi ruang publik itu kini tak terawat dan sampah menggunung.
Berita kedua adalah soal kandasnya harapan ayah Shane Lukas untuk membicarakan kasus penganiayaan D dengan ayah Mario Dandy, Rafael Alun. Ketika keduanya bertemu di Polres Metro Jakarta Selatan, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo itu tidak menanggapinya.
Berita ketiga adalah 7 poin pendapat Koalisi Masyarakat Sipil soal kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Koalisi menganggap kriminalisasi Fatia dan Haris merupakan kabar buruk bagi demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia.
Berikut 3 berita terpopuler kanal metropolitan pada Rabu, 5 April 2023:
1. Djarot Saiful Hidayat Miris Lihat Kondisi Terkini RPTRA Kalijodo yang Dulu Diresmikan Ahok
Mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meninjau Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, Jakarta Utara. Dia merasa miris dengan kondisi ruang publik yang dulu diresmikan eks Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalijodo setelah lima tahun yang lalu kita benahi menjadi RTH-RPTRA. Lapak jualan yang padat, retakan pada bangunan, tidak terawat dan sampah yang menggunung. Miris dan kecewa," tulis Djarot dalam akun Instagram pribadinya @djarotsaifulhidayat, Selasa, 4 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus PDIP itu membagikan video yang menunjukkan kondisi RTH-RPTRA Kalijodo. Djarot yang santai memakai kaus hitam dan topi putih mengelilingi fasilitas publik tersebut.
Di menit pertama video, dia mendapati salah satu sisi tembok RPTRA Kalijodo retak. "Ini bahaya ini, retak semua. Ini potensi roboh ya," kata dia.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memanaskan lempengan baja untuk pembuatan instalasi Menembus Batas di workshop Mejo Kayu di Bojongsari, Depok, Jawa Barat, 12 Agustus 2017. Instalasi Menembus Batas karya seniman Teguh Ostenrik merupakan paduan dari potongan tembok Berlin dan lempengan baja yang akan dipasang di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo. TEMPO/Nurdiansah
Djarot Saiful Hidayat sempat berbicara dengan salah satu petugas keamanan, tapi terdengar apa perbincangan mereka. Video yang diunggahnya pun memperlihatkan sudut lain di RPTRA Kalijodo, salah satunya tumpukan sampah.
Ahok meresmikan RTH-RPTRA Kalijodo pada Rabu, 22 Februari 2017. RPTRA dengan luas lahan 5.489 meter persegi dan luas bangunan 1.468 meter persegi tersebut memiliki Pos Pengaduan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, fasilitas mainan anak, hingga olahraga.
RTH dan RPTRA Kalijodo ini berlokasi di dua wilayah kota administrasi Jakarta. RPTRA atau taman bermain anak berlokasi di Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Sedangkan RTH berada di Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Selanjutnya bertemu Rafael Alun, ayah Shane Lukas semoat berharap bisa ngobrol...
2. Ketika Perdana Bertemu Rafael Alun, Ayah Shane Lukas: Harapannya Bisa Ngobrol, tapi Begitu Orangnya
Ayah Shane Lukas, Tagor Lumbantoruan, menceritakan pertemuan pertamanya dengan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. Keduanya perdana bertatap muka di Polres Jakarta Selatan pasca Mario Dandy Satriyo dan Shane ditetapkan sebagai tersangka.
Tagor mengutarakan, waktu itu, dirinya berharap dapat berkenalan dengan Rafael. Tujuannya untuk berbicara ihwal kasus anak-anak mereka secara baik-baik.
"Harapan saya bisa ngobrol, tapi ya begitu orangnya, entah karena kesombongannya, atau keangkuhannya, atau dia menganggap saya orang rendah, ya enggak tau," kata dia di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 4 April 2023.
Tagor sebenarnya telah mencoba menghubungi Rafael usai Shane ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 24 Februari 2023. Shane berperan sebagai pelaku yang telah merekam aksi penganiayaan oleh Mario Dandy.
Tagor Lumbantoruan, ayah Shane Lukas menunggu anaknya dijadikan saksi persidangan AG di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Desty Luthfiani/TEMPO
Akan tetapi, Rafael, yang kini menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menghiraukan pesan Tagor. "Waktu itu saya tanyakan ke Dandy mana orangtuanya, saya juga sudah chat perkenalan sebagai orangtua Shane, tapi hanya dibaca, tidak direspons," terang dia.
Dia melanjutkan, Mario telah memaksa putranya untuk ikut ke kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Senin, 20 Februari 2023, yang adalah lokasi kejadian penganiayaan terhadap anak pengurus GP Ansor berinisial D (17 tahun).
Mario, menurut Tagor, menyuruh Shane naik ojek online (ojol), transportasi umum, hingga akhirnya dijemput dengan mobil. "Sebagai orangtua dan keluarga, saya harap kasus Shane harus dibuat seadil-adilnya dan berdoa bisa bebas," tutupnya.
Hari ini Mario Dandy (20 tahun), Shane Lukas (19 tahun), dan Anastasia Pretya Amanda (19) alias APA menjadi saksi dalam sidang pemeriksaan anak berkonflik dengan hukum AG (15). AG dinilai telah membiarkan D tak berdaya ketika dianiaya Mario.
Selanjutnya 7 poin komentar Koalisi Masyarakat Sipil atas Kasus Haris Azhar dan Fatia....
3. 7 Poin Komentar Koalisi Masyarakat Sipil atas Kasus Haris Azhar dan Fatia
Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dari beberapa lembaga menyampaikan pendapat soal kasus Haris Azhar, Pendiri Lokataru dan Fatia Maulidiyanti, Koordinator Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Koalisi masyarakat sipil terdiri dari beberapa organisasi nonpemerintah di bidang advokasi hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Beberapa diantaranya adalah STHI Jentera, HiVOS, KontraS, Amnesty International Indonesia, SAFEnet, ICJR, KPA, PBHI, HRWG, AJI Pusat, LBH Apik, ICW, YLBHI, JSKK, LBH Jakarta, Trend Asia, PUSAKA, Solidaritas Perempuan, Greenpeace, Bersihkan Indonesia, PSHK, ICEL, AMAN, Asian Justice and Right, PAKU ITER, KontraS Papua dan lain sebagainya.
Kabar Buruk bagi Demokrasi
Koalisi Masyarakat Sipil menganggap kriminalisasi Fatia dan Haris merupakan kabar buruk bagi demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia.
“Pertama klien kami Fatia dan Haris meyakini apa yang diucapkan mengandung fakta, mengandung hasil penelitian yang cukup kuat,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M Isnur kepada wartawan di YLBHI, Jakarta Pusat, Ahad, 3 April 2023.
Menurutnya, kliennya sudah melakukan kritik terhadap pemerintah bukan kali pertama namun, sudah beberapa kali.
“Mereka sangat panjang bukan kali ini saja mereka bicara sebagai orang yang mengkritisi pemerintah mereka sudah puluhan tahun,” ucap dia.
Fatia dan Haris Azhar Korban Judicial Harassment
Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan Fatia dan Haris Azhar telah menjadi korban judicial harassment dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Koalisi mengatakan Haris dan Fatia telah dikriminalisasi menggunakan perangkat hukum untuk mempidanakan masyarakat yang aktif berpendapat.
“Secara umum, dilanjutkannya kasus ini hanya akan menambah catatan hitam pada rekam jejak demokrasi di Indonesia,” kata kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia, Muhammad Isnur, sekaligus Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) saat ditemui di kantor YLBHI di Jakarta Pusat, Ahad, 2 April 2023.
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar (kanan) dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti tiba untuk menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan dugaan kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin, 3 April 2023. Sidang perdana pembacaan dugaan pencemaran baik nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan itu digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, hari ini. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Ancaman Serius bagi Kebebasan Sipil
Menurut Isnur, kriminalisasi terhadap Fatia dan Haris merupakan ancaman serius bagi demokrasi dan situasi kebebasan sipil di Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, kebebasan berekspresi di Indonesia tak kunjung mengalami kemajuan. Hal ini ditandai dengan masifnya penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa terhadap demonstrasi secara berlebihan, kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis yang mengkritik pemerintah dan sejumlah pelanggaran lainnya.
UU ITE Jadi Momok Kebebasan Berpendapat di Ruang Digital
Selain itu, Undang-undang ITE kembali menjadi momok bagi kebebasan berpendapat di ruang digital. Berbagai pasal karet yang ada dalam undang-undang ini terbukti telah memakan banyak korban.
“Belum lagi penggunaan instrumen hukum tersebut begitu diskriminatif, sebab hanya akan menjerat mereka yang dikategorisasikan sebagai bukan simpatisan pemerintah,” ujar Isnur.
Isnur menuturkan dengan UU ITE yang tak kunjung direvisi oleh pemerintah, masyarakat semakin enggan berpendapat di platform media sosialnya masing-masing karena takut dikriminalisasi. Langkah pemerintah untuk mengeluarkan pedoman implementasi pun tak efektif berjalan. Produk hukum semacam ini, menurut Koalisi, diperparah dengan kemunculan pasal-pasal anti-demokrasi di KUHP baru yang baru disahkan akhir tahun 2022 lalu.
Tak Ada Perlindungan untuk Pembela HAM
Kemudian, proteksi terhadap kerja-kerja Pembela HAM di Indonesia masih sangat lemah. Walaupun sudah ada beberapa instrumen seperti halnya Standar Norma dan Pengaturan (SNP) terkait Pembela HAM yang diterbitkan oleh Komnas HAM, nyatanya kerja pembelaan HAM seringkali dalam ancaman.
“Pembungkaman pun terus menerus dilakukan dengan berbagai cara oleh perangkat negara,” ujar Isnur.
Di sisi lain, ketika Pembela HAM meminta keadilan atas peristiwa yang menimpanya, saluran-saluran tersebut dalam rangka akuntabilitas pun tertutup. Hal ini pada akhirnya membuat mereka yang bekerja membela kepentingan publik berada pada kerentanan.
Aktivitas Fatia dan Haris adalah Bentuk Pengawasan Masyarakat terhadap Pemerintah
Selanjutnya, kritik publik merupakan bagian dari HAM dan unsur penting dalam negara demokrasi. Selain dilindungi oleh berbagai instrumen HAM baik nasional maupun internasional, aktivitas yang dilakukan oleh Fatia dan Haris merupakan bagian dari masyarakat sipil dalam mengawasi kerja pemerintah agar tak terjadi absolutisme kekuasaan.
Kritikan Fatia dan Haris Azhar Tak Pernah Dibuktikan Sebaliknya
Selain itu, kritikan Fatia dan Haris tidak pernah dibuktikan sebaliknya, sehingga tak dapat diklasifikasikan sebagai berita bohong. Sampai sejauh ini, Luhut Binsar Panjaitan tidak pernah memaparkan data bantahan berkaitan dengan keterlibatannya pada praktik bisnis pertambangan yang ada di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.
“Hasil riset yang dibuat oleh sembilan organisasi masyarakat sipil yang menjadi landasan kritikan Fatia dan Haris juga seharusnya dibiarkan menjadi diskursus publik terkait permasalahan tambang di Papua, bukan justru dijadikan dasar pelaporan tindak pidana,” ujar Isnur.
Pilihan Editor: Sandiaga Uno Salahkan Pengelolaan RPTRA Kalijodo Peninggalan Ahok