Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana box office ditentukan? Di Amerika Serikat, tangga box office setiap minggu ditentukan oleh pendapatan kotor yang diraup setiap film. Sedangkan di Indonesia tidak ada informasi spesifik tentang jumlah uang yang telah dikumpulkan. Yang dilaporkan jaringan bioskop dan produser kepada publik adalah jumlah tiket yang terjual.
Produser Miles Films, Mira Lesmana, menyebutkan salah satu faktor yang membuat Indonesia menganut sistem penghitungan jumlah tiket karena harga tiket bioskop di Indonesia sangat variatif. ”Ada yang Rp 25 ribu, ada juga yang nonton hemat saja sudah Rp 50 ribu,” tuturnya.
Pemerhati film Alex Sihar menambahkan, pajak pembelian tiket bioskop juga sangat beragam. Sedangkan di negara lain pajak tontonan berstandar sama. Di Indonesia, pajak tontonan bagian dari pajak hiburan, yang menjadi hak pemerintah daerah tingkat II. ”Artinya, ada sekitar 540 perda yang mengatur besaran pajak tontonan. Bisa jadi besar pajak di Tangerang dengan Tangerang Selatan berbeda,” kata Alex.
Selain itu, masih banyak produser enggan berbicara tentang uang kepada media dan khalayak. Co-editor filmindonesia.or.id (situs yang selama ini dikenal sregep mempublikasikan data penonton), Totot Indarto, menilai uang masih dianggap tabu untuk dibicarakan di Indonesia. Totot menyebutkan buramnya pendapatan kotor setiap film Indonesia masih bisa diakali dengan menghitung sendiri dari perolehan tiket, yakni setiap tiket yang terjual dipotong pajak hiburan (yang besarannya tergantung kebijakan daerah setempat). Setelah itu dibagi sama rata antara pemilik bioskop dan produser film. Namun perhitungan ini pun hasil akhirnya belum tentu sama persis dengan pendapatan dari pihak produser. ”Maka pekerjaan rumah terbesar untuk mengetahui pendapatan kotor setiap film adalah keterbukaan,” ujar Totot.
Catherine Keng, Corporate Secretary Cinema 21, mengatakan kuasa untuk membuka angka pendapatan kotor ada di tangan produser. ”Selama produser mau membuka data penjualan tiket serta penghasilan, kami akan membantu membuka,” tuturnya. Sebenarnya tidak semua produser keberatan untuk buka kartu. Produser MD Pictures, Manoj Punjabi, mau membuka data dengan syarat semua produser harus terbuka. ”Saya tidak pernah menyembunyikan fakta film saya laris atau tidak. Tapi, kalau orang lain tidak terbuka, untuk apa saya buka kartu? Kalaupun mau terbuka, jangan hanya film Indonesia,” Manoj mengimbau.
Berhubungan dengan hal ini, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, di Jakarta, awal Mei lalu, mengusulkan ide integrated box office system. Integrated box office system adalah pencatatan terbuka (dan secara online) tentang penjualan tiket sebuah film di jaringan bioskop mana pun sehingga lebih mudah diakses. Proses pencatatan diawasi pihak otoritas berwenang yang ditunjuk oleh kementerian yang selama ini menaungi perfilman nasional.
Triawan menjelaskan, wacana ini didasari pemikiran hampir di semua negara telah menerapkan transparansi data jumlah penonton bioskop. ”Data yang diakses bersifat real time. Dengan begitu, para pelaku perfilman bisa mengetahui jumlah penonton pada jam tertentu di lokasi tertentu. Data itu tentu bermanfaat bagi pelaku industri dalam merancang strategi bisnis. Pencatatan ini menjadi kewajiban kementerian yang membawahkan Undang-Undang Perfilman. Dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Triawan.
Pencatatan secara terbuka dibutuhkan agar industri film Indonesia lebih terukur dan lebih sehat. ”Ini penting. Tanpa data, kita enggak bisa berbuat banyak terkait dengan penanaman investasi film Indonesia,” tutur Alex Sihar. Integrated box office system diharapkan mampu menciptakan proyeksi yang jernih atas keseluruhan wajah industri film. Wayan Diananto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo