Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu proses yang juga menentukan laris-tidaknya sebuah film adalah penentuan tanggal tayang. Begitu pentingnya hingga tanggal tayang kadang sudah ditentukan jauh hari sebelum film dibuat. Misalnya Ada Apa dengan Cinta? 2. Semula Mira Lesmana ingin merilis AADC 2 menjelang Hari Kasih Sayang pada Februari, persis seperti AADC dulu, yakni pada 8 Februari 2002. Sayangnya, jadwal syuting molor karena banyak faktor. Salah satunya Sissy Priscillia hamil muda saat mereka akan syuting. Pengambilan gambar pun harus mundur beberapa bulan hingga kehamilan Sissy cukup kuat.
Mendapati fakta itu, Mira mendatangi jaringan Cinema 21 dan mengajukan tanggal rilis 24 Maret 2016 (seminggu sebelum Hari Film Nasional). Dengan harapan AADC 2 menjadi kado indah untuk industri film domestik. Sayangnya, rencana ini juga harus mundur setelah Mira mengecek film Hollywood yang dirilis pada minggu itu. Ternyata Batman Vs Superman tayang pada saat yang sama. ”Sepertinya enggak lucu kalau AADC 2 melawan Batman Vs Superman,” tuturnya. Lagi-lagi, jadwal rilis AADC 2 terkoreksi. Bersamaan dengan itu, jadwal syuting AADC 2 di New York mundur beberapa hari. Insiden ini membuat Mira semakin waswas.
April menjadi pilihan terakhir. Dua tanggal yang kemudian dipertimbangkan, 21 dan 28 April. Mira dihadapkan pada pilihan sulit. Kalau dirilis pada 28 April, AADC 2 akan bertubrukan dengan Captain America. Kalau nekat memilih 21 April, imbasnya pada percepatan materi promosi dan pengolahan tata suara. ”Saya putuskan 28 April sekaligus mematangkan strategi promosi dan tata suara,” tutur Mira. Dengan promosi yang tepat, akhirnya Cinta dan Rangga mampu mengalahkan Captain America.
Movie programming jaringan CGV Blitz, Rivki Morais, menyebutkan pihak jaringan bioskop memang memberikan informasi kepada produser film Indonesia mengenai film apa yang tanggal rilisnya sama dengan film milik si produser. ”Masukan terbesar memang dari jaringan bioskop. Keputusan akhir tetap di tangan produser. Kami sekadar memberi saran. Sejauh ini belum ada produser yang berubah pikiran mendengar saran kami,” ujar Rivki.
Perubahan tanggal tayang juga dilakukan oleh produser Rudy Habibie, dari 5 Juli ke 30 Juni. Produser MD Pictures, Manoj Punjabi, bilang untuk tak jauh-jauh dari hari ulang tahun mantan presiden B.J. Habibie, yang jatuh pada 25 Juni. ”Kalau saya merilis filmnya pada 5 Juli, akan basi. Saya pikir ini keputusan yang tepat. Saya mendapat 450 ribu penonton dalam lima hari. Itu menjadi word of mouth, yang membuat penonton membeludak,” Manoj menambahkan.
Untuk momen sebesar Lebaran, pihak jaringan bioskop benar-benar menyeleksi. Selain kualitas film, rekam jejak produser sangat menentukan. Corporate Secretary Cinema 21 Catherine Keng mengulas, ”Kalau memang sebuah rumah produksi menginginkan filmnya main pada tanggal cantik, mereka harus membuktikan dulu bahwa film-film sebelumnya hebat pada tanggal-tanggal yang kurang cantik.”
Catherine kemudian memberi contoh beberapa rumah produksi baru yang berhasil membuktikan diri pada tanggal yang kurang cantik. Falcon Pictures berkali-kali memproduksi film yang kurang disambut. Lalu mereka menemukan momentum ketika meluncurkan Cowboy Junior The Movie pada Juni 2013. Film itu bercokol di peringkat kelima daftar film terlaris dengan perolehan 683 ribu penonton lebih. Itu sebabnya Falcon mendapat kesempatan bersaing pada pekan Lebaran tahun lalu. Comic 8: Casino Kings Part 1 dirilis pada 15 Juli dan mengumpulkan 1,2 juta penonton. Film itu hanya kalah melawan satu kontestan lain, yakni Surga yang Tak Dirindukan (1,5 juta penonton).
Catherine Keng bercerita, meledak-tidaknya sebuah film dapat ditilik pada hari pertama dan sepekan pertama perilisan. Jika penonton menyambut antusias, film itu berhak mendapat penambahan jam tayang hingga penambahan jumlah layar. Penambahan jam tayang dan jumlah layar diberikan jika film itu dalam satu hari bisa memenuhi kuota minimal keterisian kursi sebuah studio. ”Kita ingat kasus film AADC 2 dengan Captain America: Civil War. Hari pertama, AADC 2 membawa 206 ribu penonton dengan jumlah 186 layar. Besoknya jumlah layar ditambah. Mengapa? Karena tingkat keterisian studio mendekati 100 persen,” Catherine mengingat.
Catherine melanjutkan, apabila 35 persen dari semua jumlah kursi di studio itu terisi, jumlah jam tayang dan jumlah layar film itu tidak akan dikurangi. Jika lebih dari 50 persen jumlah kursi studio terisi, film itu berhak mendapat penambahan jam tayang, bahkan jumlah layar. ”Kami tidak akan memangkas jumlah jam tayang dan jumlah layar kecuali performa film itu amat sangat buruk. Misalnya film yang dalam sehari hanya ditonton satu orang,” ujar Catherine.
Repotnya jika ada lebih dari tiga film laris dalam seminggu. Lebaran kemarin, misalnya, ada Rudy Habibie, Koala Kumal, dan I Love You from 38.000 Feet melampaui sejuta penonton dalam hitungan hari. Di sisi lain, The Legend of Tarzan performanya tidak mengecewakan. Sedangkan jumlah studio yang dimiliki bioskop terbatas. Inilah yang dihadapi head of programming jaringan CGV Blitz, Haryani Suwirman. Setiap studio yang dimilikinya mempunyai kursi penonton berbeda. Misalnya film A berada di studio berkapasitas besar. Film B di studio berkapasitas sedang. Keduanya dijejali penonton.
”Kita tidak tahu berapa jumlah penonton film A dan B yang gagal mendapat tiket. Bisa jadi jumlah penonton film B yang gagal mendapat tiket sebenarnya jauh lebih banyak daripada A. Mau ditambah layar pun sulit karena film C, D, dan E juga mendapat sambutan cukup bagus. Dan film impor yang diputar pada minggu itu performanya enggak kalah bagus,” tutur Haryani. Wayan Diananto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo