Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tumbuh Bersama 'Wali kota Sampah'

Sukses memimpin Kota Payakumbuh dalam dua periode, Josrizal Zain menjajaki panggung politik nasional. Siap mundur ketimbang berkompromi.

24 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada kata longgar dalam kamus keseharian Josrizal Zain, mantan Wali Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Jumat dua pekan lalu, pagi-pagi dia harus bertolak ke Nagari Guntur, perbatasan Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota. Di sana dia diundang bergotong-royong memperbaiki jalan. Menjelang salat Jumat, Josrizal ditunggu warga Nagari Padang Sikabu, bekerja bakti memperbaiki irigasi. Selepas Jumatan, ia didaulat menjadi saksi pernikahan. Malam harinya, acara pengajian menanti. "Itu biasa saya lakukan sejak menjadi wali kota," kata Josrizal.

Josrizal Zain menjadi Wali Kota Payakumbuh selama dua periode, sejak 2002 sampai 2012. Kini bekas nakhoda kapal di maskapai pelayaran Belanda ini melangkah ke panggung politik nasional. Dia menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat.

Josrizal tak mau latah berteriak dengan spanduk. Dia yakin berdialog serta bertukar sapa dan senyum dengan calon pemilih lebih manjur ketimbang puluhan baliho raksasa di berbagai penjuru kota. Walhasil, di sepanjang jalan di daerah pemilihan Josrizal-dari Padang Pariaman, Bukittinggi, hingga Payakumbuh-tak ditemukan spanduk bergambar dia. Hanya ada dua spanduk kecil Josrizal di jalan masuk kota. Itu pun hampir tak terlihat karena tertutup baliho raksasa milik calon anggota legislatif lain.

Warga Payakumbuh menjuluki Josrizal sebagai "Wali Kota WC" dan "Wali Kota Sampah". Jangan salah, ini bukan penghinaan. Julukan itu adalah pengakuan atas keberhasilan lelaki kelahiran Bukittinggi, 64 tahun silam, tersebut membereskan sanitasi dan problem sampah kota.

Selama sepuluh tahun dipimpin Josrizal, Payakumbuh telah berubah wajah. Sewaktu Josrizal mulai menjabat, sekitar 80 persen rumah di Payakumbuh tak punya kamar mandi yang layak. "Masih banyak orang yang buang air langsung ke sungai atau ke parak (kebun)," ujar Josrizal. Jumlah WC di sekolah pun sangat terbatas, rata-rata satu unit digunakan 500 murid. Wajah suram sanitasi ini telah berubah total. Saat Josrizal meninggalkan jabatan, pada 2012, rumah tanpa WC tinggal 20 persen. Di sekolah, jumlah WC berlipat ganda hingga dengan perbandingan 1 WC untuk 30-50 siswa.

Josrizal juga mempopulerkan gerakan Bank Sampah. Sampah yang di mana-mana menjadi beban pemerintah kota disulap menjadi sumber pendapatan penduduk. Sampah dipilah dalam empat wadah: sampah organik, organik kertas, anorganik plastik atau botol, serta sampah berbahaya dan beracun. Sampah plastik, misalnya, langsung dijual. Adapun sampah basah diolah menjadi pupuk kompos. Agar efektif, pos-pos bank sampah disediakan di setiap kelurahan, sekolah, dan pasar.

Pada 2004, Josrizal meluncurkan program Jaminan Kesehatan Kota. Ini sistem pelayanan kesehatan gratis berbasis asuransi kesehatan yang dikelola pemerintah kota. Sejak program diterapkan, saban tahun pemerintah Payakumbuh menganggarkan dana Rp 4 miliar untuk 75 ribu warga tak mampu. "Ternyata dana yang terpakai hanya Rp 2 miliar per tahun," kata Josrizal. Ini lebih hemat daripada asuransi kesehatan umum, yang bisa Rp 9 miliar saban tahun.

Pak Wali merancang berbagai program ekonomi kerakyatan. Seribu pedagang "garendong", yang menjual berbagai bahan kebutuhan pokok di atas sepeda motor, diberi modal dan diajari- cara usaha. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya ini juga menumbuhkan bisnis kuliner berbasis rumah tangga. Kini Payakumbuh menjadi tujuan wisata kuliner warga kabupaten tetangga. Di kota ini, misalnya, orang bisa memborong rendang daging sambil melongok ke dapur, melihat cara pembuatan rendang.

Perekonomian Payakumbuh pun tampil cerah, rata-rata tumbuh 6,7 persen per tahun. Angka keluarga miskin ditekan signifikan. Pada 2005, jumlah keluarga miskin di kota ini tercatat 5.271 keluarga. Lima tahun kemudian, 2010, angka itu turun hingga tinggal sepertiga atau 1.828 keluarga miskin. "Pak Josrizal bagus dalam perencanaan, juga dalam pelaksanaan," ujar Maharnis Zul, anggota Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Payakumbuh periode 2009-2014.

Beragam gebrakan Josrizal membuat Payakumbuh panen penghargaan. Kota ini menjadi percontohan di bidang pengelolaan kebersihan, kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Josrizal pun menyabet berbagai penghargaan, antara lain Piagam Pelopor Sanitasi (2009), Indonesia Green Regional Award (2011), dan Millennium Development Goals Award (2012). "Di tempat lain, penghargaan seperti itu boleh jadi diraih dengan banyak permainan, tapi tidak bagi Payakumbuh," kata Indra Zahur Datuk Rajo Simarajo, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau.

Menjelang lengser dari jabatan, Josrizal berpamitan dan meminta maaf kepada warganya. Dia berkeliling ke setiap kelurahan. Sewaktu berpamitan itulah sejumlah tokoh masyarakat Payakumbuh mendorong Josrizal untuk berkiprah di pentas nasional. Salah satunya lewat jalur lembaga legislatif. Awalnya, Josrizal mengaku setengah hati menjadi calon legislator. "Sepuluh tahun jadi wali kota rasanya sudah cukup," ucap ayah lima anak itu. Tapi tekadnya menguat setelah makin banyak pihak yang mendorong. Katanya, "Saya siap berjuang."

Bila kelak terpilih menjadi anggota DPR, Josrizal berjanji memaksimalkan fungsi pengawasan atas pelaksanaan kebijakan pemerintah. "Saya ingin kebijakan pemerintah berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat," ujarnya.


Bagaimana jika Anda diminta mencari proyek untuk mendanai partai?

Saya tidak mau begitu. Kalau harus cari proyek untuk setoran ke partai, sejak sekarang saya tak usah jadi caleg saja.

Bagaimana bila kepentingan partai berlawanan dengan kepentingan konstituen?

Saya percaya ajaran Nabi bahwa menjadi pemimpin itu harus amanah alias dapat dipercaya. Pemimpin harus menjadi tempat orang mengadu. Saya harus mendengarkan suara masyarakat. Daripada melanggar komitmen, saya lebih baik mundur.

Kalau perintah partai bertentangan dengan agenda pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia, atau lingkungan?

Kalau dari partai, saya kira enggak mungkin ada perintah seperti itu. Itu mungkin dari oknum partai. Tapi, kalau dipaksa juga, saya akan keluar. Saya tidak akan berkompromi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus