DARNA AJAIB
Cerita & Skenario: Sofyan Sarna
Sutradara: L. Sudjio
Bintang Utama: Lydia Kandou, Dian Ariestya, Doni.
SEORANG bayi lahir terbungkus selaput, ketika sebuah bintang
biru jatuh. Dan bunga-bunga pun mekar semua.
Yang lahir memang bukan sembarang bayi. Bayi yang dinamai orang
tuanya Darna itu, tumbuh menjadi remaja yang cantik, baik hati
dan sakti. Bekas bungkus ketika ia lahir dijadikannya kalung
--dan itulah sumber kesaktiannya. Bila Darna memutar tubuhnya,
sambil memegang itu kalung ajaib -- berubahlah ia menjadi
seorang dewi bermahkota, bercelana pendek, bersepatu lars dan
bermantel merah berkibar-kibar dibawa terbang. Dan kekuatannya,
oh, di luar normal. Kereta api yang sedang meluncur dengan cepat
bisa ia hentikan dan tarik mundur kembali.
Sementara itu, seorang ibu yang lain di pinggiran Jakarta pun
melahirkan - hasil hubungannya dengan siluman ular yang menyamar
sebagai suaminya. Malang, yang dilahirkannya (di malam gelap,
ketika hujan mengguyur bumi disertai petir sambar menyambar) tak
lain seorang manusia bertubuh ular. Si ibu kaget dan meninggal.
Suaminya, yang tak lama kemudian pulang, juga tersentak. Ia
mencoba membunuh bayi itu tapi si siluman -- entah dari mana
datangnya -- menendangnya. Suami itu pun mati.
Dan entah bagaimana, anak bertubuh ular ternyata menjelma
menjadi cewek cakep, yang oleh bibinya yang kemudian
memeliharanya dinamai Maria.
Hanya Hollywood
Dua cewek itulah, Darna dan Maria, yang menjadi tokoh kisah
Darna Ajaib. Yang satu mewakili kekuatan baik, yang lain
dilahirkan memang untuk dibasmi.
Ide Cancer Mas Film, yang memproduksi film ini, memang dari
Superman. "Masak kita nggak berani mencoba film macam Superman
itu," kata Tanujaya, produsernya. Dan dari Rp 250 juta biaya
yang dikeluarkan, Rp 100 juta lebih memang hanya untuk membiayai
pembuatan Darna terbang plus tipuan kamera yang lain.
Tapi pembuatan adegan-adegan yang memerlukan proses laboratorium
memang tak sebagaimana Superman dibuat -- langsung dengan film
35 mm. Mengingat biaya, adegan Darna terbang terlebih dahulu
dibuat dalam video-tape. Pengambilan lokasi dilakukan di
Jakarta, tapi terbangnya itu sendiri dibuat di Amsterdam Studio,
Negeri Belanda. Kemudian keduanya disatukan -- di Amsterdam itu
pula, dan masih ukuran video-tape. Baru dikirim ke Los Angeles
untuk dipositifkan dan dibesarkan seukuran film biasa, 35 mm,
tutur Tanu pula. Cara begini menurutnya memang bisa menekan
biaya.
Mungkin karena sudah ada contohnya, Lidya Kandou tak susah-susah
belajar terbang. Dalam filmnya, kemudian, terbangnya memang
kayak beneran. Bagaimana ia melayang mengelilingi Tugu Monas.
Meluncur lewat di bawah jembatan penyeberangan. Dan betapa asyik
terbang mengejar dua penjambret yang lari dengan sepeda motor.
Disambarnya kedua bedebah itu, diceburkannya ke sungai.
Yang menegangkan ialah perihal Maria. Bila ia marah, takdir
Allah mengubah cewek cakep ini menjadi ular kobra. Korban
pertamanya, ketika ia masih duduk di SD, seorang ibu di
kampungnya -- yang marah kepadanya karena menabrak jemuran.
Padahal Maria mengaku bersalah. Matanya pun menjadi merah,
perlahan sekitar bulatannya menghitam dan wajahnya berubah buruk
sekali. Dan kemudian ular itu meluncur dan mematuk leher si ibu.
Teknik perubahan Maria menjadi ular memang tak kalah meyakinkan.
Yang menarik, untuk film anak-anak 13 tahun ke atas ini, tokoh
Maria yang jahat itu tak sepenuhnya menimbulkan kebencian.
Justru menerbitkan belas. Sebab kejahatannya terjadi di luar
kemauannya -- bila ia sedang "emosi". Tapi memang, kemudian,
ketika ia berebut pacar dengan Darna (o, ya, sejak SD sampai SMA
mereka sekelas), ia memang sengaja membunuh. Orang tua Dodi,
cowok yang dijadikan rebutan, menelepon Maria agar tak lagi
berhubungan dengan Dodi karena ia "tak jelas asal usulnya". Dan
marahlah Maria.
Darna akhirnya membunuh Maria-setelah ia ragu. Itu dilakukannya
juga atas permintaan Maria sendiri, agar ia tak terlalu lama
"tersiksa di dunia".
Cerita film ini memang sederhana. Bahkan di sana-sini terasa
janggal. Misalnya, mengapa si Dodi yang menyaksikan Darna
menolong sopir truk yang menabrak tiang listrik dengan
meluruskan tiang itu kembali -- cuma bengong dan tak mengusut
mengapa ceweknya punya kekuatan luar biasa. Juga, sampai film
habis, orang tua Darna tak tahu kesaktian anaknya. Beberapa
adegan yang membuka peluang tersebut dilewatkan begitu saja.
Agaknya film ini dibuat memang hendak menampilkan sensasi
manusia terbang -- dengan pertolongan laboratorium luar negeri.
Prosesnya hanya makan waktu 4 bulan - selesai Februari yang
lalu.
Dan anak-anak perempuan tentunya senang: kini mereka pun punya
tokoh jagoan -- untuk menandingi Superman, kebanggaan anak
lelaki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini