Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARA bising mesin pemotong dan penghalus kayu menyisakan debu di seantero gudang. Para karyawan serius bekerja, termasuk Erie Sasmito, pemilik CV Permata Furniture. Jumat akhir Maret lalu, dia cermat mengawasi sekitar 150 pekerja dalam memproduksi mebel.
Erie memang tak mau ada yang teledor karena berpengaruh pada kualitas barang. Dari gudangnya di ujung Kampung Bubakan, Kecamatan Mijen, Semarang, dia sedang membuat furnitur pesanan pembeli dari sejumlah negara di Eropa, Asia, dan Australia. "Namanya barang ekspor, kami harus menjaga kualitas," katanya.
Di ibu kota Jawa Tengah itu, isi pabrik milik Erie tergolong lengkap. Selain alat pertukangan, ada ruang oven untuk pengering kayu serta pemotong log besar. Semua itu untuk menopang produksi CV Permata dalam memenuhi permintaan pasar. Dia juga mendirikan pabrik baru di Jepara. Ini belum menghitung kemitraan dengan usaha kecil-menengah asal Kabupaten Blora, Grobogan, dan Rembang.
Namun semua fasilitas dan sumber daya yang dimiliki CV Permata saat ini tak membuat Erie berbesar hati karena bisnisnya masih tertinggal dari pengusaha asing. Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia Kota Semarang itu merasa produsen mebel dalam negeri perlu bekerja ekstrakeras bila hendak beradu di pasar ekspor. "Dibanding Vietnam dan Malaysia, kami paling rendah, hanya mampu mengekspor US$ 1,7 miliarper tahun," ujar Erie.
Yang menjadi pangkal soal, kata Erie, pengusaha di kedua negara tersebut mendapat banyak kemudahan, misalnya dalam memperoleh bahan baku. Di sana pemerintah memberi kemudahan bila industri hendak mengimpor bahan utama. Sebaliknya, hal ini tidak terjadi di Indonesia. Bukan hanya itu, modal, teknologi, hingga tenaga kerjanya pun lebih baik. Tak mengherankan bila industri mebel di negara-negara itu mampu memproduksi beragam jenis, termasuk produk khas mebel asal Indonesia.
Karena itu, dia masygul setelah mengikuti pameran kerajinan di Belanda dua bulan lalu. Bukan hanya lantaran nilai produk Indonesia yang kecil seperti yang tercatat dalam grafik ekspor, melainkan juga kurang berdaya saing dalam sisi kualitas. "Pengusaha kitakalah segalanya," ujarnya. Dia bercerita, ketika mereka jatuh setelah peristiwa bom Bali pada 2002, Vietnam,Cina, dan Malaysia justru sedang agresif membangun industri ini.
Keresahan yang sama diungkapkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, yang terusik melihat data perdagangan industri kehutanan. Walau Indonesia memiliki hutan yang terbentang hingga 40 juta hektare, ekspor furnitur kayu tahun lalu hanya US$ 1,2 miliar dan yang berbahan rotan US$ 219,8 juta.
Nilai tersebut di bawah Malaysia, yang mencapai US$ 2,4 miliar per tahun. Akan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan Vietnam, yang dapat menjual di pasar internasional hingga US$ 4 miliar. Apalagi jika disandingkan dengan penguasa pasar ekspor produk kayu, Cina, yang mampu meraup hingga US$ 40 miliar. Lutfi berjanji membenahi sistem perdagangan yang memberdayakan para pedagang dan menyejahterakan produsen.
Ketika membuka Indonesia International Furniture Expo 2014 di Kemayoran, Maret lalu, Menteri Perindustrian Mohamad S. Hidayat mengutarakan keprihatinan serupa. "Saya juga resah. Padahal industri ini juga memperkuat devisa kita," ujarnya.
Karena itu, dia beriktikad mencari cara meningkatkan nilai ekspor produk kayu. Selain dengan meningkatkan produktivitas perajin, pemerintah akan menggeber aneka promosi. Misalnya dengan memfasilitasi pameran di Jerman, Shanghai, dan Las Vegas.
Kalangan pengusaha memang merasakan promosi di industri ini minim. Ketua Asosiasi Mebel Kerajinan Indonesia Soenoto mengungkapkan kurangnya kegiatan pengenalan produk. Karena itu, ia menyambut baik ketika pemerintah mengajaknya mengikuti 15 acara promosi di dalam dan di luar negeri sepanjang tahun ini.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak, menegaskan kembali keseriusan pemerintah dalam menggenjot ekspor produk industri perkayuan. Bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian, instansinya menyelenggarakan pelatihan pembuatan desain hingga mencari pasar ekspor potensial. Pemerintah pun memperlancar suplai bahan baku dengan mengeluarkan fasilitas kemudahan impor untuk tujuan reekspor. Pasar potensial itu misalnya Hong Kong.
Menurut Nuz, nilai ekspor kerajinan Indonesia ke negara itu melonjak drastis sepanjang lima tahun terakhir. Hong Kong menjadi pasar baru non-tradisional tujuan ekspor. Karena itu, selama tiga hari pada pekan lalu, ia membawa 500 pengusaha mengikuti pameran Hong Kong International Gift and Premium 2014.
Melalui aneka promosi yang digeber, Nuz percaya ekspor Indonesia akan membaik, terutama tahun depan, ketika Indonesia turut memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Tanpa sesumbar, ia pun menyatakan target ekspor dua tahun ke depan mencapai US$ 2,8 miliar.
Selain membawa produsen ke luar negeri, tahun ini Kementerian Perdagangan memulai program promosi baru. Modelnya dibalik, yakni dengan membawa pembeli potensial dari luar negeri ke sentra-sentra produksi beragam produk yang mereka minati. Agar menarik, biaya tur ini ditanggung pemerintah.
Program yang dinamai "misi pembelian" itu akan dimulai bulan ini dengan target transaksi hingga US$ 120 juta. Tahun ini ada 179 pameran dan aneka kegiatan promosi furnitur yang akan digelar. "Anggaran promosi tahun ini Rp 74,2 miliar," ujarnya. Dengan rupa-rupa acara tersebut, diharapkan keresahan pengusaha seperti Erie dapat terjawab.
Muchamad Nafi, Pingit Aria, Ali Hidayat, Edi Faisol (Semarang)
Membidik Pasar Non-Tradisional
Pemerintah berupaya memperbesar nilai ekspor nonmigas, termasuk furnitur atau mebel dan produk turunan kayu lainnya. Selain menguatkan pasar di negara-negara tradisional, pemerintah menggeber sejumlah program untuk memperlebar pangsa pasar, seperti Timur Tengah dan Afrika. Berikut ini tren ekspor furnitur tiga tahun terakhir.
Perbandingan Bayern Muenchen di Bundesliga | |||
Negara Tujuan Utama (US$ Juta) | 2013 | 2012 | 2011?? |
Amerika Serikat | 623,5 | 561,56 | 516,61 |
Jepang | 241,41 | 267,72 | 251,61 |
Inggris | 84, 38 | 83,04 | 81,87 |
Belanda | 72,94 | 84,79 | 89,76 |
Jerman | 67,59 | 80,97 | 87,65 |
Negara ASEAN? (US$ Juta) | |||
Malaysia | 37,97 | 43,46 | 41,41 |
Singapura | 26,17 | 27,67 | 23,92 |
Thailand | 7,55 | 5,27 | 4,44 |
Vietnam | 5,02 | 6,11 | 5,06 |
Total Ekspor | 1.750 | 1.760 | 1.720 |
Sumber: Kementerian Perdagangan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo