Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

VCD AFI Anti-Wiranto

14 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENILIK sampulnya, video compact disc (VCD) Akademi Fantasi Indosiar tampak meyakinkan. Selain ada tulisan "Menuju Bintang", juga dipajang foto artis-artis AFI I seperti Very dan Mawar yang lagi kondang itu. Tapi, setelah diputar, aksi kedua bintang hanya berlangsung delapan menit. Selebihnya, bunyi rentetan tembakan tragedi Mei 1998. Di situ muncul pula ikon kecil foto Wiranto bertuliskan "Tolak Wiranto" di kiri atas layar. Juga teks berjalan: "Adili Jenderal Wiranto, tolak capres dari militer (Jenderal Wiranto)." Tayangan dengan narasi berbahasa Inggris itu berdurasi 49 menit 58 detik.

"Anak saya baru nonton dua lagu, tiba-tiba teriak 'enggak rame ah, masa terusannya tembak-tembakan'," ujar Dimyati, pengojek di Bandung. Dia mengaku mendapat gratis VCD itu dari seorang pengendara mobil Kijang silver berpelat Jakarta, Senin pekan lalu. VCD serupa juga beredar di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Wiranto pun geram. Mantan Panglima ABRI itu menantang debat terbuka si pembuat VCD untuk mempertanggungjawabkan tuduhannya. "Kalau tuduhan itu benar, mengapa harus melalui VCD? Mengapa tidak melalui debat publik terbuka?" ujarnya di Solo, Jumat pekan kemarin. Ayo, siapa berani unjuk muka?

Eks Trans Tim-Tim Tuntut Ganti Rugi

LEPASNYA Provinsi Timor Timur dan menjadi negara merdeka, 1999, masih menyisakan cerita duka. Ratusan warga eks transmigran Timor Timur asal Bali sejak Senin pekan lalu menginap di halaman gedung DPRD. Mereka mendesak Gubernur Bali, Dewa Made Beratha, mengganti aset mereka yang hilang di Timor Timur.

Karena tak ada respons, keesokan harinya mereka nekat memblokir gedung rakyat itu dengan menutup tiga pintu gerbang. Segenap anggota dewan, pejabat pemda, dan pegawai tak bisa pulang. Bahkan Gubernur Beratha harus dievakuasi dengan kendaraan taktis Polda Bali. "Setidaknya, kami meminta dana talangan Rp 20 juta dari tuntutan total Rp 50 juta per-KK," kata Komang Sakrana Budi, koordinator aksi massa.

Massa akhirnya hanya diterima Wakil Ketua DPRD Bali, I Ketut Gde Yasa. Namun, Yasa hanya menyebut bersedia memperjuangkan tuntutan mereka ke Jakarta karena masalah penggantian aset adalah urusan pemerintah pusat. Meskipun tampak kecewa, para eks transmigran tampak pasrah.

Perang Suku di Papua

PERANG antarsuku di Papua, awal pekan lalu, menewaskan sedikitnya dua orang dan puluhan lainnya luka-luka, termasuk dari aparat keamanan. Ini buntut keributan 20 Mei silam, saat Matias Murib dari suku Damal terpanah Jimmy Murib dari suku Nduga. Karena menyangkut harga diri, mereka ingin menyelesaikan perselisihan sesuai dengan tata cara mereka: perang tradisional dengan tombak dan panah.

Komisi Pertahanan DPR RI bermaksud mengirim timnya ke Mimika, tempat terjadinya peristiwa. Namun, menurut Wakil Ketua Komisi IV Franklin Kayhatu, hal itu tergantung anggaran. "Kalau anggaran enggak turun, ya, kami belum bisa berangkat," kata anggota Fraksi TNI/Polri itu.

Hingga Jumat pelan lalu, belum ada tanda-tanda pertikaian dua kelompok yang masih kerabat itu akan berakhir. Polisi, yang sejak awal berada di lokasi kejadian, tetap mengupayakan perdamaian, tapi belum berhasil. Namun, menurut Kapolres Mimika AKBP Drs. Paulus Waterpauw, pihaknya telah turun tangan dan menetapkan sejumlah warga sebagai tersangka. "Mereka dianggap sebagai yang memprovokasi massa," katanya.

PK Bob Hasan Makbul

MAHKAMAH Agung mengabulkan sebagian permohonan peninjauan kembali (PK) Muhammad "Bob" Hasan. Majelis hakim pimpinan German Hoediarto dalam putusannya pada 27 Mei lalu tetap menyatakan Bob bersalah melakukan korupsi dalam kontrak antara Departemen Kehutanan dan PT Mapindo Parama.

MA memvonis Bob empat tahun penjara. Hanya, uang pengganti yang harus dibayar tak lagi sebesar tuntutan jaksa, US$ 243 juta. "Uang pengganti diubah menjadi sekian miliar," kata seorang hakim agung kepada Koran Tempo, Jumat pekan lalu, tanpa memberikan rincian. Permohonan PK Bob sudah diajukan pada Januari 2002, tapi lama tak kunjung diputus hingga Bob keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 20 Februari 2004.

Di tingkat pengadilan pertama, majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Bob dua tahun penjara dan dia harus mengganti kerugian negara Rp 14,126 miliar. Di tingkat banding, hukumannya menjadi enam tahun penjara dan dia mesti membayar kerugian negara US$ 243 juta. Putusan banding itu diperkuat majelis hakim agung di tingkat kasasi.

Membalas dengan Jempol Darah

Tim Aksi Promeg '96, yang mendukung calon presiden Megawati Soekarnoputri, melakukan aksi cap jempol darah. Mereka juga menolak fatwa sejumlah ulama Nahdlatul Ulama yang mengharamkan pemimpin perempuan. Caranya, jarum ditusukkan ke ibu jari yang dibasahi alkohol, lalu darah yang keluar dilekatkan ke kertas. "Kami ingin menunjukkan, Mega masih memiliki pendukung fanatik," kata koordinator aksi, Rony Aritonang, kepada Kukuh S. Wibowo dari Tempo News Room.

Ini aksi ulangan 1996 dan 1999 untuk Mega, masing-masing buat mendudukkannya sebagai Ketua Umum PDI dan Presiden RI. Kali ini aksi di sekretariat Tim Aksi di Jalan Darmokali 5, Surabaya, itu akan dilakukan hingga 5 Juli.

K.H. Hasyim Muzadi, calon wakil presiden pasangan Megawati, dan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur K.H. Ali Machsan Moesa mengimbau agar aksi itu dihentikan. Tapi aksi itu malah merembet ke Jakarta. Kamis pekan lalu, telah berdiri sekretariat aksi jempol darah di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Hasyim berharap Megawati ikut menghentikan aksi tersebut. Tapi, saat ditanyai wartawan, Mega hanya melontarkan senyum.

Kasasi Pelanggaran Hak Asasi Ditolak

Mahkamah Agung pekan lalu menolak kasasi jaksa terhadap kasus pelanggaran hak asasi manusia Timor Timur dengan terdakwa Letnan Kolonel (Inf.) Endar Priyanto, bekas Komandan Distrik Militer 1627 Dili. Penolakan kasasi jaksa ini yang kelima kalinya. Sebelumnya, MA menolak kasasi atas terdakwa mantan Kepala Kepolisian Daerah Timor Timur Brigjen Polisi Timbul G. Silaen, bekas Bupati Covalima Herman Sedyono, mantan Komandan Satuan Tugas Tribuana Yayat Sudrajat, dan bekas Komandan Distrik Militer 1638 Liquica Letnan Kolonel Asep Kuswani.

Bagi majelis kasasi pimpinan Hakim Agung Arbijoto, tak ada hubungan komando antara Endar sebagai komandan distrik militer dan kelompok Pam Swakarsa Besi Merah Putih, seperti dakwaan jaksa. Dia mengakui adanya dissenting opinion (beda pendapat) di antara anggota majelis dalam memutus perkara itu. Hakim Agung Soemaryo dan Mieke Komar menilai perbuatan tindak pidana dalam kasus itu terbukti. Sedangkan tiga hakim agung lainnya—Arbijoto, Eddy Junaedi, dan Ronald Z.—menilai dakwaan tidak terbukti. Seperti dilaporkan wartawan Koran Tempo Sukma N. Lopies, ketiganya juga berpendapat, karena putusan pengadilan hak asasi manusia ad hoc adalah bebas dari dakwaan, MA hanya memeriksa judex facti (pembuktian)-nya. Dan jika putusannya lolos dari tuntutan, MA memeriksa judex juris (penerapan hukum)-nya.

Dalam persidangan tingkat pertama, jaksa menuntut Endar 10 tahun penjara. Endar dianggap melanggar hak asasi berat karena mengetahui terjadinya penyerangan di rumah Manuel Viegas Carrascalao tapi tak berupaya menghentikan atau menyerahkan para pelaku ke pihak berwenang.

Awu dan Bromo Meletus

KESUNYIAN Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru tiba-tiba terusik. Gunung Bromo (2.392 meter di atas permukaan laut) di Kabupaten Probolinggo meletus pada Senin pekan lalu. Asap hitam bercampur debu dan material vulkanis lainnya membubung hingga 3 kilometer dan menyebar hingga ke Malang, Blitar, dan Kediri.

Kepala Subdirektorat Vulkanologi Wilayah Barat, Mas Atje Purbawinata, menyebut letusan yang menewaskan 2 orang dan mencederai 5 lainnya itu terjadi tiba-tiba. Biasanya, sebelum gunung meletus, selalu ada gejala alam seperti suhu udara meningkat dan asap menyembur dari mulut kawah. "Tidak ada gejala aktivitas apa pun. Amplitudo menunjukkan angka tiga milimeter," kata dia.

Tapi Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin justru mensinyalir ada kelalaian dari petugas. Polisi pun bertindak. Mas Atje dan dan M. Syafi'i, pegawai pengamatan gunung api, dimintai keterangan. Hasilnya, menurut Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Probolinggo, Ajun Komisaris Kartono, diketahui alat deteksi gejala dan amplitudo tak berjalan dengan baik. Selama abad ke-20, Bromo pernah tiga kali meletus dengan interval waktu yang teratur, 30 tahun. Letusan terbesar terjadi pada 1974, sedangkan letusan terakhir pada 2000.

Pada hari yang sama, Gunung Awu di Sangihe Talaud, Sulawesi Utara, juga meleduk. Sebanyak 16 ribu warga terpaksa mengungsi. Debu tebal menutupi perkebunan dan permukiman warga serta Bandar Udara Naha, Tahuna. Kegiatan masyarakat lumpuh total. Hingga Jumat, statusnya masih awas.

Adi Mawardi/Cunding Levi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus