Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Membangkitkan Batang Terendam

Presiden Megawati akhirnya meminta pengusutan kasus 27 Juli ditunda setelah pemilihan presiden. Mengurangi kepercayaan pemilih.

14 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KHAZANAH Melayu mengenal peribahasa "ibarat membangkitkan batang terendam". Peribahasa ini bisa merujuk pada situasi "kompetisi", ketika satu pihak merasa tak cukup mumpuni?atau paling tidak kurang percaya diri?mengungguli pihak lain, lalu membongkar "file" yang sebetulnya sudah mengendap lama. Dalam realitas, batang terendam memang masih bisa dimanfaatkan, misalnya untuk tiang rumah, jika kayunya dari jenis paten.

Peribahasa itu tentu tak serta-merta laik disandingkan dengan ulang-alik "polemik" yang berkibar sejak pekan lalu, yakni pengusutan kembali kasus kerusuhan 27 Juli 1996. Sebagai upaya penegakan hukum dan demokrasi, bagaimanapun kasus-kasus terbengkalai?apalagi yang bernuansa kekerasan oleh kekuasaan?harus terus diusut dan dibikin tuntas. Termasuklah di sini kasus Tanjung Priok, Semanggi I dan Semanggi II, Mei 1998, Trisakti, penculikan aktivis, dan seterusnya.

Godaan untuk bertanya justru terasa ketika kabar pengusutan itu dibingkaikan ke dalam dimensi momentum, atau dimensi kronologi, proses hukum kasus 27 Juli sendiri. Hampir sewindu peristiwa penyerbuan ke kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, itu berlalu. Sampai sekarang duduk perkara sesungguhnya tak pernah terungkap terang-benderang.

Setelah rezim berganti, disusul pengangkatan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden, besar harapan?terutama dari pihak korban?kasus 27 Juli terungkap lengkap. Harapan itu sia-sia. Padahal Mega, pihak yang dianggap "teraniaya" dalam kasus tersebut, diperkirakan paling berkepentingan membuat jernih duduk perkara. Memang ada tindakan hukum terhadap beberapa rival Mega di PDI masa itu, misalnya Soerjadi dan Buttu R. Hutapea. Tapi skenario besarnya tetap lindap.

Pemeriksaan terhadap Sutiyoso, Panglima Kodam Jaya masa itu, misalnya, menggantung di awang-awang. Bahkan ketika para korban 27 Juli unjuk keberatan atas pengangkatan Sutiyoso sebagai Gubernur DKI, pada 2003, suara mereka ibarat anjing menggonggong kafilah lalu. Sutiyoso melenggang gemulai ke kursi gubernur. Ia terakhir diperiksa sebagai saksi pada 2001.

Kini statusnya meningkat jadi tersangka. Tapi lebih menarik dari itu, dalam berkas Sutiyoso termaktublah nama Susilo Bambang Yudhoyono, ketika itu Kepala Staf Kodam Jaya. SBY?demikian ia biasa disebut?juga sudah menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 2000 dan 2001. Kini ia menyandang "status" calon presiden unggulan Partai Demokrat, pesaing Mega di panggung kontestan.

Pihak kepolisian membantah tegas hubungan pengusutan ini dengan "pesanan dari atas". Kendalanya selama ini, kata polisi, semata-mata masalah teknis. Sebaliknya SBY menengarai pengusutan justru merupakan keinginan dari "pusat kekuasaan". Setelah terkatung berhari-hari, akhirnya Presiden Megawati meminta pengusutan kasus itu ditunda, usai pemilihan presiden nanti.

Pertanyaan kita, mengapa "batang terendam" itu selama ini dibiarkan mengendap lelap. Akibatnya, sulit menyingkirkan kesan urusan malapetaka ini malah dijadikan komoditas politik. Dalam prospek kampanye, bengkalai ini justru mengurangi kepercayaan pemilih terhadap janji-janji yang dihamburkan kandidat yang pernah memerintah sebagai presiden: wong menyelesaikan perkara di depan mata saja berlarut-larut, apalagi urusan yang belum jelas wujud wadaknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus