Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Vonis Empat Bekas Wali Kota

10 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN Khusus Tindak Pidana Korupsi menyatakan Baso Amiruddin Maula bersalah dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran pemerintahan kota Makassar. Majelis hakim yang dipimpin Kresna Menon di Jakarta, Kamis pekan lalu, memvonis mantan Wali Kota Makassar itu empat tahun penjara, Kamis pekan lalu. Selain kurungan, terdakwa harus membayar denda Rp 200 juta atau menjalani hukuman pengganti selama enam bulan penjara.

Praktek korupsi pemadam di Makassar terjadi pada tahun anggaran 2003. Kasus ini diawali oleh radiogram yang ditandatangani Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi pada 14 Maret 2003. Radiogram berisi petunjuk pengadaan alat pemadam. Terlampir dalam surat itu nama Direktur Utama PT Istana Sarana Raya Hengky Samuel Daud sebagai penyedia. Hengky saat ini dinyatakan buron.

Awalnya, Pemerintah Kota menganggarkan Rp 750 juta per unit mobil. Tapi setelah menerima radiogram dan bertemu Hengky, Baso menandatangani perjanjian pembelian 10 unit mobil dari PT Istana seharga Rp 8,182 miliar. Kekurangan dana dibebankan pada anggaran 2004. Menurut Kresna, jual-beli itu membuktikan adanya unsur memperkaya orang lain dan diri sendiri. Pengacaranya Baso, Taufan Pawei, mengajukan banding.

Kompensasi buat TKI

DUA tenaga kerja Indonesia, Tari binti Tarsim, 27 tahun, dan Ruminih binti Surtim, 25 tahun, tidak akan menggugat majikannya atas penyiksaan yang mereka alami. Mereka telah memperoleh kompensasi masing-masing US$ 4.000 dari asuransi perusahaan yang memberangkatkannya. Tari dan Ruminih merupakan dua dari empat pembantu rumah tangga yang dianiaya pada Agustus 2007. Mereka tiba di Jakarta, Rabu pekan lalu.

”Keluarga sepakat tidak melanjutkan kasus ini. Semuanya diselesaikan secara damai,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Teguh Wardoyo. Keduanya juga mendapat kompensasi dari majikan sebesar 16 ribu dan 30 ribu riyal. Tari dan Ruminih serta Tarwiyah, masing-masing 32 tahun, dan Susmiyati, 28 tahun, dianiaya karena dituduh menyihir anak majikan. Tari dan Ruminih selamat setelah dirawat di rumah sakit, sedangkan dua lainnya meninggal.

Direktur Eksekutif Mi-grant Care, Anis Hidayah, menilai pemberian uang kompensasi akan memberikan efek buruk bagi penegakan keadilan dan hak asasi buruh. Ia juga menyayangkan adanya kompensasi dari majikan kepada keluarga korban, yang disampaikan melalui pemerintah. Padahal, si majikan telah melakukan kejahatan terhadap empat tenaga kerja itu. ”Seharusnya kasus ini diproses secara adil melalui proses hukum,” katanya.

RUU Pemilu Rampung

SETELAH berulang kali molor, DPR dalam sidang paripurna mengesahkan Undang-Undang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Aturan kursi dari sisa suara disepakati melalui voting, sedangkan calon terpilih disepakati dalam konsultasi pemimpin DPR dan ketua fraksi. Hasil voting, ”Sisa suara kurang 50 persen Bilangan Pembagi Pemilih di daerah pemilihan dikumpulkan ke provinsi,” kata Ketua DPR Agung Laksono di Jakarta, Senin pekan lalu.

Pada voting, 320 dari 489 anggota mendukung usul itu. Mereka berasal dari Fraksi Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Bintang Pelopor Demokrasi, dan Fraksi Bintang Reformasi. Sedangkan lima fraksi lainnya, yaitu Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Bintang Reformasi, dan Partai Damai Sejahtera menolak.

Sehari setelah disahkan, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Ode Ida mengatakan akan mengajukan uji materi (judicial review) pasal yang mengatur syarat pencalonan anggota DPD. Pasal yang akan diuji antara lain mengatur soal diperbolehkannya pengurus partai politik menjadi anggota DPD dan syarat domisili calon yang dihapus. DPD juga mempersoalkan penghapusan 50 dukungan bagi calon jika ditemukan satu pendukung fiktif.

Perwira TNI Tewas di Nepal

Letnan Kolonel Laut TNI Sondang Dodi Irawan tewas dalam kecelakaan helikopter di Nepal, Selasa pekan lalu. Helikopter misi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditumpangi perwira berusia 42 tahun jatuh di Rhamecchap, 85 kilometer sebelah timur ibu kota Kathmandu, tak lama setelah mengudara. Selain Sondang, tujuh anggota misi PBB dan tiga awak helikopter sewaan perusahaan asal Rusia tersebut ikut tewas dalam kecelakaan itu.

Kepala Dinas Penerangan Markas Besar TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen mengatakan, keberadaan Sondang dalam misi PBB di Nepal sebagai pemantau senjata. Ia dikirim ke negara yang dilanda pemberontakan Maois itu pada 20 Januari. Menurut Sagom, helikopter jatuh karena cuaca buruk. Sagom telah mendapat kepastian tewasnya Sondang dari PBB. ”PBB akan segera menerbangkan jenazah Sondang ke Indonesia,” katanya.

Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB di Nepal, Ian Martin, mengatakan segera membawa jenazah dari lokasi kejadian ke Kathmandu. ”Kami akan melakukan yang terbaik guna memastikan keinginan keluarga korban terpenuhi,” katanya. Martin menyebutkan, helikopter jatuh setelah kembali dari lokasi kamp bekas pemberontak Maois Nepal di Sindhuli. Markas PBB di Nepal kehilangan kontak dengan heli sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

Sepi Calon Hakim Agung

HINGGA pekan lalu, belum satu pun calon hakim agung yang mendaftar pada Panitia Seleksi Calon Hakim Agung di Komisi Yudisial. ”Ada beberapa orang yang mengambil formulir, tapi belum ada yang mengembalikan untuk mendaftar,” ujar Mustafa Abdullah, ketua tim seleksi calon hakim agung, di kantor Komisi Yudisial kemarin. Pendaftaran itu untuk mengisi 14 kursi hakim yang akan kosong pada tahun ini, dibuka sejak 24 Februari lalu.

Komisi Yudisial menerima pendaftaran dari tiga unsur, yakni kalangan masyarakat, departemen, dan Mahkamah Agung. Mahkamah sendiri sudah menyiapkan 26 calon. Nama yang diusulkan itu baru diserahkan ke Komisi Yudisial pada 10 Maret, sebab Mahkamah menunggu dari para calon apakah mereka bersedia dicalonkan. Jika bersedia, para calon diminta segera melengkapi berkas persyaratan pendaftaran.

Mustafa tidak tahu mengapa belum ada pendaftar dari kalangan masyarakat. Dia menduga para calon masih melengkapi berkas persyaratan administrasi. Komisi Yudisial membuka pendaftaran hingga 17 Maret mendatang. Hasril Hertanto, Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, menilai sepinya minat pendaftar dari kalangan masyarakat karena mereka takut mengikuti seleksi uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat.

Safari Pemuka Muslim Inggris

Enam pemuka muslim Inggris dari berbagai organisasi berkunjung ke Indonesia selama tiga hari mulai Senin pekan lalu. Mereka, antara lain, bertandang ke Wahid Institute, sejumlah kampus, dan berdiskusi dengan anggota Majelis Taklim Masjid Al-Mujahidin di Pamulang, Banten. Safari para pemuka ini merupakan bagian kampanye pemerintah Inggris untuk menjalin hubungan lebih erat dengan dunia Islam.

Rombongan muslim Inggris itu terdiri dari Parvin Ali (aktivis dan Direktur Fatima Women’s Network), Shelina Janmohammed (penulis dan pengamat Islam), Dr Tahir Abbas (Director of Birmingham University Centre for the Study of Ethnicity and Culture), Amas Abbas (Mahasiswa pada Public Policy and Politics, Manchester University), dan Saiyyidah Najmus-sabah Zaidi (lembaga Moslem Youth Helpline).

Atase Pers Kedutaan Inggris, Faye Belvis, mengatakan, tujuan dialog untuk mencapai saling mengerti antarumat Islam di kedua negara. ”Inggris adalah negara yang menghargai kebebasan beragama. Di negara kami ada dua juta umat Islam,” kata Faye. Selain di Jakarta, rombongan juga berkunjung ke sejumlah pesantren di Bandung dan Bogor. Isu yang dibahas dalam diskusi antara lain seputar pemerintahan yang bersih, lingkungan, dan pemuda.

Vonis Pengibar Bendera RMS

DUA terdakwa kasus pengibaran bendera Republik Maluku Selatan divonis penjara masing-masing 20 dan 17 tahun. Vonis dijatuhkan ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon Raden Anton Widyopriyono, Rabu pekan lalu. Ruben Saiya dan Yohanis Saiya mengibarkan bendera sambil menari Cakalele di hadapan Presiden Yudhoyono pada acara puncak Hari Keluarga Nasional di Lapangan Merdeka, Ambon, 29 Juni 2007.

Vonis itu lebih berat dibanding tuntutan jaksa yang hanya menuntut kedua terdakwa diganjar 12 tahun penjara. Alasannya, selama persidangan Ruben dan Yohanis tidak menyesali perbu-atannya. Ruben bahkan mengaku tetap setia pada RMS. Ruben juga pernah diganjar hukuman 1,4 tahun karena ditangkap saat mengikuti upacara pengibaran bendera RMS di Desa Aboru, Maluku Tengah, 2003 lalu. Adapun Yohanis belum pernah dihukum.

Penasihat hukum terdakwa, Helmi Sulilau, maupun kedua terdakwa, tidak keberatan dengan vonis tersebut. ”Katong (kami) terima putusan hakim, tapi satu hal beta sampaikan bahwa selama ini beta seng (tidak) pernah melakukan kesalahan, karena yang dilakukan adalah perjuangan moral,” kata Ruben, yang hanya tamat sekolah dasar itu. Raden Anton mengatakan, perbuatan terdakwa sangat melecehkan dan mencoreng nama baik negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus