Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri angkat suara soal beredarnya informasi bahwa kementerian menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) Kota Depok atau Perda Kota Religius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Makmur Marbun mengataka penolakan Raperda Kota Religius bukan dilakukan oleh Kemendagri melainkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kenapa Kemendagri dibawa-bawa, Kemendagri itu kan tidak tugasnya memfasilitasi perda kabupaten kota,” kata Makmur saat dikonfirmasi Tempo, Senin 3 Oktober 2022.
Makmur mengatakan, memang saat terjadi penolakan Raperda Kota Religius oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Depok sempat berkonsultasi dengan Kemendagri untuk menanyakan kebenaran alasan penolakan yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
“Jadi yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat, ada substansi dalam Raperda itu menyentuh kewenangan absolut pemerintah pusat, nah itu (Pemkot Depok) datang ke kita konsultasi informal dan disampaikan staf saya memang benar yang disampaikan oleh Pemprov Jawa Barat,” kata Makmur.
“Ternyata Wali Kota nya mendapat informasi yang berbeda,” tambahnya.
Wali Kota Depok Mohammad Idris menyebut Raperda PKR atau Raperda Kota Religius tidak disetujui dan mandek di Kemendagri saat dilakukan sinkronisasi peraturan perundangan diatasnya.
“Sudah disahkan dewan, tetapi tidak disahkan oleh Kemendagri, Gubernur juga tidak mendukung, sehingga mandek di kementerian, padahal ranahnya kita tidak mengatur orang pakai jilbab atau mengatur salat itu tidak, tetapi masalah kerukunan umat beragama, kedamaian, kekompakan, dan toleransi,” kata Idris dikutip dari situs pribadinya.
Idris mengatakan Perda Kota Religius bertujuna untuk mengakomodir sejumlah kebutuhan di masyarakat perihal keagamaan, salah satunya untuk penganggaran para pembimbing rohani.
“Jika ada perda itu, Pemkot Depok bisa mengatur belanja langsung di Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Penelitian (Bappeda) untuk survei,” kata Idris.
Namun dengan ditolaknya Perda Kota Religius tersebut, untuk mewujudkan visi misi Pemkot Depok yang mengusung tagline religius menjadi terhambat.
“Kalau sekarang kami ingin melakukan survei dan menunjuk pelaksananya tidak bisa karena tak punya perda. Nanti akhirnya hibah, dan hibah ini sekarang ketat, syarat-syaratnya dan laporannya itu tidak main-main, harus hati-hati, bisa kejebak kita dengan permainan-permainan hibah, itu maksud dari perda ini,” kata Idris.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA