Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) atau Perda Kota Religius Kota Depok sejak Januari 2022. Penjelasan tentang tidak direstuinya Raperda PKR disahkan menjadi Perda itu disampaikan dalam surat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 408/HK.02.01/Hukham tertanggal 24 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja menyebut, alasan Raperda PKR tidak bisa diundangkan menjadi Perda di Kota Depok karena substansi aturan tersebut menyentuh ranah kewenangan Pemerintah Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Urusan agama merupakan urusan pemerintahan absolut yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, termasuk di dalamnya menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan,” kata Setiawan dalam beleid tersebut.
Setiawan menjabarkan alasan itu berdasarkan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (1) huruf f Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggaraan kehidupan keagamaan tidak dinormakan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota,” kata Setiawan.
Sebelumnya, Wali Kota Depok Mohammad Idris menyayangkan rancangan Perda Kota Religius tidak bisa disahkan menjadi peraturan daerah di Kota Belimbing tersebut. Menurutnya, aturan itu bertujuan untuk mengakomodir sejumlah kebutuhan di masyarakat perihal keagamaan, salah satunya untuk penganggaran para pembimbing rohani.
“Jika ada perda itu, Pemkot Depok bisa mengatur belanja langsung di Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Penelitian (Bappeda) untuk survei,” kata Idris dikutip dari situs pribadinya.
Padahal, kata Idris, Raperda PKR tidak ada mengatur soal hubungan masyarakat dengan Tuhan atau tidak mengatur masyarakat untuk berpakaian. “Ranahnya kita tidak mengatur orang pakai jilbab atau mengatur salat itu tidak, tetapi masalah kerukunan umat beragama, kedamaian, kekompakan, dan toleransi,” kata Idris.
Menurut Idris, rancangan Perda Kota Religius tidak disetujui dan mandek di Kemendagri saat dilakukan sinkronisasi peraturan perundangan diatasnya. “Sudah disahkan dewan, tetapi tidak disahkan oleh Kemendagri, Gubernur juga tidak mendukung, sehingga mandek di kementerian,” kata Idris.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca juga: Perda Kota Religius Depok Ditolak, Wali Kota: Kami Tidak Mengatur Jilbab dan Salat