DALAM Ebtanas barusan, 52 siswa kelas 3 SMA Muhammadiyah Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, lulus mulus. Tapi 9 Juni lalu, saat menerima Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), mereka masygul. Sebab, pada bidang studi minor tercantum hasil ujian bahasa Prancis. "Saya dapat nilai tujuh," ujar Suliyah. Ia dan teman-temannya bingung, karena merasa memang tidak pernah memperoleh mata pelajaran tersebut. Mereka dari jurusan A3 alias IPS. Selama ini bidang studi minornya adalah bahasa Arab. Mata pelajaran inilah yang diuji, tapi justru bidang studi bahasa Arab yang tak tercantum dalam STTB. Gantinya, ya, bahasa Prancis. Geger. Mereka memprotes kepala sekolahnya, Hartono. Selain para murid, juga guru bidang studi bahasa Arab yang telah memberikan nilai hasil ujian terhadap 52 siswa itu ikut protes. Sebab, nilai yang tercantum dalam STTB itu persis angka yang diberikannya untuk tiap siswa. Hartono segera menghalau bingung. Jalan keluarnya -- dan itu disepakati para siswa -- sekolah memberikan pelajaran tambahan bahasa Prancis. Kursus kilat (tiap hari tiga jam) yang dimulai pertengahan Juni itu berlangsung seminggu. Hartono menunjuk Setyo Nurhadi sebagai pengajar. Nurhadi lulusan program Diploma (D2) bahasa Inggris. Kebolehannya berbahasa Prancis semata-mata berkat rajin belajar sendiri. Meski bahan yang diajarkan sekitar pengenalan dasar kata-kata Prancis, dan para siswa mencoba tekun mengikuti kursus kilat itu, jangka waktu seminggu hampir sia-sia. "Susah nyangkut di sini," ujar Suliyah, menunjuk keningnya. Hartono juga mengakui langkah ini kurang efektif. Cuma ada sasarannya yang lain: para muridnya tidak frustrasi. Sebagai upaya ekstra lainnya untuk meredam kericuhan, Hartono membubuhkan "Bahasa Arab" setelah tulisan "Bahasa Prancis" di STTB tersebut. Sekalipun sudah melakukan koreksi, tak urung Hartono murung. "Saya merasa salah. Kejadian ini, semoga sekali untuk seumur hidup," katanya. Wallahi, Pardon! Ternyata urusannya sederhana. "Sedianya kami ingin mengganti STTB. Setelah kami berkonsultasi ke Kanwil Departemen P dan K Jawa Tengah, persediaan blangko sudah habis. Harus menunggu dua bulan lagi, baru bisa diganti," cerita Hartono kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini