Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penolakan di Rorotan Masih Berlanjut

Warga kembali bersiap menggelar unjuk rasa menolak pembangunan fasilitas pengolahan sampah di rorotan. Mereka khawatir timbunan sampah berdampak buruk pada lingkungan.

25 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lahan yang akan dijadikan tempat pengolahan sampah Intermediate Treatment Facility di Sunter, Jakarta, 29 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Warga Kelurahan Rorotan tetap menolak pembangunan fasilitas pengolahan sampah antara (FPSA).

  • Dinas Lingkungan Hidup Jakarta tak berwenang menanggapi protes warga Rorotan.

  • Dinas Lingkungan Hidup berkomitmen untuk tetap melanjutkan pembangunan FPSA.

JAKARTA – Warga Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, berencana kembali menggelar unjuk rasa untuk menolak pembangunan fasilitas pengolahan sampah antara (FPSA) atau intermediate treatment facility (ITF). Aksi itu dilakukan setelah penolakan yang beberapa kali mereka sampaikan tidak mendapat tanggapan dari pemerintah. "Kemungkinan (unjuk rasa) pada akhir pekan ini," kata Alamsyah, ketua aksi warga Kelurahan Rorotan, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alamsyah mengatakan unjuk rasa menjadi pilihan karena surat keberatan yang dilayangkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak membuahkan hasil. Permintaan warga untuk bertemu dan membahas rencana itu juga tak ditanggapi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alamsyah menuturkan rencananya FPSA dibangun di lahan tidur yang berada di sebelah perumahan mewah Rorotan Kiran Legacy. Februari lalu, warga menggelar unjuk rasa di tempat itu agar pembangunan dihentikan. Belakangan, kata dia, lokasi FPSA akan dipindahkan ke lokasi lain, tapi masih berada di Kelurahan Rorotan. "Karena itu, kami akan unjuk rasa lagi," kata dia.

Menurut Alamsyah, keberadaan FPSA dikhawatirkan menurunkan nilai aset properti dan kegiatan usaha di kawasan itu. Sebab, selama ini tempat-tempat pengolahan sampah selalu menimbulkan bau yang tidak sedap. Tumpukan sampah juga akan menjadi pemandangan yang tidak enak. Belum lagi ancaman gangguan kesehatan terhadap penduduk sekitar.

Alamsyah dan warga menyarankan pemerintah membangun FPSA di lokasi yang jauh dari permukiman. Ia mencontohkan kawasan di pulau reklamasi atau di Kawasan Berikat Nusantara (KBN). "Menyelesaikan suatu permasalahan jangan menimbulkan banyak masalah baru," kata dia.

Lahan yang akan dijadikan tempat pengolahan sampah Intermediate Treatment Facility di Sunter, Jakarta, 20 Oktober 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Pemerintah DKI sebelumnya berencana membangun FPSA di sejumlah lokasi di Jakarta, antara lain di Rorotan dan di Sunter, Jakarta Utara. Pembangunan FPSA ini bertujuan mengurangi ketergantungan Jakarta pada Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi. Alih-alih mengirim sampah ke Bantargebang, pemerintah provinsi berencana mengolah sendiri sampah warga di FPSA.

Sesuai dengan rencana awal, FPSA di Ibu Kota mulai dibangun pada Januari 2020 dan tuntas pada 2022. Namun akhirnya Gubernur DKI Anies Baswedan merevisi pelaksanaan proyek itu hingga molor pada 2024. Salah satu alasan Anies adalah DKI masih butuh waktu mencari mitra strategis untuk membangun empat FPSA. Maklum, Pemprov DKI menginginkan infrastruktur FPSA digarap dan dibiayai pihak ketiga.

Adapun DKI telah meminta dua badan usaha milik daerah (BUMD), yakni PT Jakarta Propertindo dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, melakukan pelelangan untuk mencari mitra strategis.

Pejabat Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yogi Ikhwan, mengatakan pihaknya berkomitmen menuntaskan program pembangunan FPSA. Sebab, infrastruktur tersebut sangat dibutuhkan untuk mengolah sampah yang dihasilkan warga Jakarta.

Yogi mengatakan Dinas Lingkungan Hidup tak berwenang memberikan tanggapan atas penolakan yang disampaikan warga Rorotan. Menurut dia, BUMD yang ditunjuk untuk menggarap fasilitas pengolahan sampah, yakni PT Jakarta Propertindo dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, lebih kompeten menjawab protes tersebut. "Yang pasti, konsultasi publik. Sosialisasi untuk proyek ini harus dilakukan," kata dia.

INDRA WIJAYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus