Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Waria dan aids

Waria tergolong kelompok paling tinggi terserang aids. mereka umumya melakukan hubungan seks lewat anus dan tak terkontrol. iakmi merencanakan merekrutnya sebagai penyuluh kesehatan sekaumnya.

11 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di kalangan waria, AIDS ternyata bukan momok yang menakutkan. ''Kalau kena penyakit, apalagi AIDS, memang sudah takdirnya,'' kata Cindy, seorang waria yang melacur di Jalan Irian Barat, Surabaya. Dan ia siap melakukan hubungan seks dengan gaya apa pun dengan pelanggan, baik oral sex maupun seks lewat anus, atau sekadar menjepit -- lewat paha. Di kalangan waria yang tidak melacur, kekhawatiran akan AIDS malah tidak ada sama sekali. ''Asalkan tidak gonta-ganti dan tidak jorok, saya merasa aman saja. Wanita juga bisa kena AIDS, bukan hanya waria saja,'' kata Inggrid, yang sudah hidup bersama dengan pasangan laki-laki tetap selama empat tahun. Apalagi selama ini Inggrid memang tidak pernah melacur di jalanan. Sedang bagi Rossy, seorang waria di Bandung, AIDS hanya menyerang orang yang melakukan oral sex dan ganti pasangan. ''Kegiatan seks seperti itu lebih banyak di kalangan homoseksual. Kaum waria lebih suka melakukan hubungan seks dengan dijepit,'' tutur Rossy, yang juga mengaku tidak melakukan hubungan seks dengan sembarang orang. Penelitian Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menunjukkan 10% waria merasa tidak punya risiko tertular AIDS, 30% mengaku punya risiko, dan 60% lagi tak mau memberi komentar. Namun, kenyataannya, waria termasuk sumber penyebaran AIDS yang potensial, di samping pelacur wanita. Itu karena banyak waria yang melakukan hubungan seks melalui anus atau anal sex, dan hubungan seks itu tergolong rawan AIDS. Soalnya, anus yang tipis mudah luka tergesek dan luka itu menjadi jalan masuk virus HIV sampai ke darah. Di samping itu, waria tidak seperti pelacur wanita, cenderung tidak terorganisasi dalam menjalankan bisnis seks sehingga kontrol relatif lebih sulit. Itu sebabnya IAKMI merasa perlu membina waria dan melakukan pemeriksaan darah waria secara rutin. ''Sampai saat ini sudah 2.000 waria di Jakarta yang diperiksa darahnya, dan dari pemeriksaan itu belum ada yang positif mengidap AIDS,'' kata Syafri Guricci, M.D., M.Sc., Sekjen IAKMI. Diharapkan waria- waria yang sudah diperiksa itu memberikan penyuluhan kepada waria lainnya. Materi penyuluhan meliputi hubungan seks dengan pasangan tetap, penggunaan kondom, dan larangan melakukan hubungan seks lewat anus, di samping tanda-tanda penyakit kelamin dan AIDS, agar mereka bisa mengenal lebih dini. ''Hubungan seks lewat anus paling berisiko tinggi untuk terserang AIDS'' kata Syafri. Yang dianjurkan adalah hubungan seks dengan menjepit alat kelamin laki-laki di kedua paha. Soalnya, sebagian besar waria melakukan hubungan seks lewat anus. Tahun 1992 IAKMI melakukan penelitian atas 600 orang waria di Jakarta yang berusia 20-39 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 70,6% waria melakukan hubungan seks dengan laki- laki yang tidak menggunakan kondom. Dari jumlah itu, sekitar 50% di antaranya melakukan hubungan anal sex. Jika dilihat lebih jauh, ternyata hanya 2,4% waria yang melakukan hubungan seks dengan pasangan berkondom, sedangkan 27% lagi hanya kadang-kadang menggunakan kondom. Artinya, bisa disebutkan bahwa waria yang tidak berisiko hanya sekitar 2,4%. ''Dari penelitian itu terasa bahwa kesadaran waria pada AIDS masih kecil,'' kata Syafri. Sampai saat ini, di Indonesia baru ada dua orang waria yang positif terserang AIDS, satu di Surabaya dan satu lagi di Denpasar. Menurut Syafri, angka dua waria yang terserang AIDS itu tak bisa dianggap sepi. ''Kalau ditemukan satu orang kena AIDS, teorinya ada 10 orang lain yang kena. Dan semua orang yang pernah melakukan hubungan seks dengan penderita harus segera diperiksa darahnya.'' Apalagi di Indonesia dan negara berkembang lainnya, tingkat pertumbuhan AIDS relatif lebih tinggi karena kesadaran yang masih rendah dan kontrol yang belum bisa berjalan efektif seperti di negara-negara maju. ''Dan waria itu juga masih suka main rahasia karena tidak terorganisas,'' tambah Syafri. Sifat waria yang tidak terorganisasi itu juga yang membuat waria merupakan kelompok yang paling tinggi terserang penyakit kelamin. Dari 2.000 waria yang sudah diperiksa IAKMI, diperoleh angka sexual transmitted diseases di kalangan waria mencapai 35%. Sebagai perbandingan, di kalangan pelacur wanita, tingkat penyakit kelamin hanya 5 sampai 10%. ''Ini karena pelacur wanita biasanya terorganisasi. Kalau pelacur wanita sedang sakit, biasanya dilarang main oleh germonya. Tapi, kalau waria, siapa yang mengawasi.'' Sebenarnya tak benar bahwa waria sama sekali tidak terorganisasi. Tapi memang tidak ada lokalisasi pelacur waria yang bisa dikontrol dengan efektif. Dan yang lebih repot, waria tak mudah untuk menyalurkan hubungan seks. Hasilnya, banyak waria yang siang hari bekerja di salon dan malam harinya nampang di jalanan, bukan sebagai pelacur tapi sekadar memuaskan kebutuhan seks. Kelompok inilah yang punya kecenderungan untuk menghindar dari penyuluhan maupun pemeriksaan. Susahnya, sebagai konsekuensi keadaan fisik waria, mereka banyak melakukan hubungan anal sex. Itu sebabnya IAKMI, yang mendapat bantuan dana dari organisasi NAMRU di Amerika Serikat dan WHO, punya rencana menggunakan waria sebagai penyuluh yang digaji. Tujuannya, waria itu diharapkan akan mampu menjangkau kelompok waria yang selama ini tak bisa ditembus dengan pendekatan formal, yang melacur demi kebutuhan seks itu. LPS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus