Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kami Ingin Mengurangi Ribut-ributnya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat edaran tentang proses hukum terhadap pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Surat edaran itu di antaranya mengatur soal terlapor yang tidak perlu ditahan.
Kepada Tempo melalui telepon, Senin malam, ia menjelaskan latar belakang dan rencana setelah surat edaran itu dijalankan. Ia menjamin edaran sudah sampai ke level kepolisian sektor—satuan terkecil kepolisian.
Mengapa kepolisian perlu mengatur penggunaan UU ITE secara selektif?
Seperti kita rasakan, situasi saat ini kan terjadi polarisasi di masyarakat yang merupakan sisa dari pemilihan gubernur dan kemudian pemilihan presiden. Dalam situasi ini, banyak orang saling lapor. Kami tangani karena bunyi Undang-Undang ITE yang masih berlaku memang begitu. Di situ kami menghadapi dilema. Kalau menangani terlapor yang kebetulan pada posisi berseberangan dengan pemerintah, kami dituduh melakukan tindakan represif. Sebaliknya, kalau menangani terlapor yang berada pada posisi pro-pemerintah, kami disebut tidak menghargai mereka. Ini dilemanya.
Penggunaan UU ITE secara selektif bisa mengakhiri hal itu?
Saya kira situasi polarisasi harus diakhiri. Saat ini, kita sedang membutuhkan persatuan untuk menghadapi dampak pandemi yang berat ini. Dengan bersatu saja berat, apalagi kalau terpecah-pecah. Jadi, kami akan menggunakan UU ITE secara selektif untuk mengurangi polarisasi itu.
Apakah itu cukup?
Selanjutnya, kami akan menjalankan virtual police. Kami sedang membangun aplikasinya.
Apa itu virtual police?
Jadi nanti, kalau ada ujaran-ujaran kebencian di media sosial, aplikasi ini akan mengenali dan segera mengirim peringatan kepada pemilik akun. Bahasanya peringatan, bukan bahasa hukum. Kami sedang mempertimbangkan, apakah peringatan ini diberikan melalui jalur umum atau direct message. Ini adalah cara edukatif agar orang juga tidak sembarangan berkomunikasi di media sosial.
Kapan ini akan dijalankan?
Segera, dalam waktu dekat. Ini edukasi, makanya tidak akan ada proses hukum. Jadi, misalnya nanti ada saling ejek di media sosial, kami akan mengirim pesan ke mereka. Paling tidak, virtual police ini akan bisa mengurangi ribut-ributnya.
Metodenya bagaimana?
Pada tahap awal, saya kira masih manual. Anggota kita yang mengikuti. Nantinya bisa memakai artificial intelligence. Ini semua sedang kami sosialisasi ke polsek-polsek.
Jadi, sudah sampai bawah, ya?
Ya, kan saya ingin agar dalam 100 hari kepemimpinan saya, semua itu bisa terealisasi.
Lalu, pelanggaran seperti apa yang akan dilanjutkan ke tahap pidana?
Intinya, untuk hal-hal yang sifatnya pencemaran nama, kita ingatkan. Tapi untuk pelanggaran yang mengancam, seperti yang kemarin itu, kan sangat sensitif bagi masyarakat Papua.
Maksudnya yang soal ejekan belum selesai berevolusi?
Iya…
Abu Janda dong...
Saya tidak menyebutkan kasus...
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo