Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM empat hari, terjadi dua aksi teror di Gereja Katedral Makassar dan Markas Besar Kepolisian RI. Polisi tak mengendus aktivitas pasangan Muhammad Lukman Alfarizi dan Yogi Safitri Fortuna alias Dewi Juwariya sebelum bom meledak di gereja tertua di Sulawesi Selatan itu. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan masih ada “pengantin”--istilah untuk pengebom--lain yang belum terdeteksi. Berikut ini petikan wawancara tertulis dengan Boy dan penjelasannya dalam acara “Cover Tempo”, Selasa, 30 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah ledakan bom di Surabaya pada 2018, kini terjadi lagi pengeboman di gereja. Dalam tiga tahun ini, apa yang dilakukan polisi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun 2020 itu ada lebih dari 250 penangkapan. Sebagian besar yang ditangkap adalah anggota JAD (Jamaah Ansharut Daulah) dan Jamaah Islamiyah. Mereka ditangkap karena sudah masuk perencanaan aksi, termasuk memberangkatkan orang-orang ke Irak dan Suriah. Saya masih ingat betul, tahun 2020, saat pandemi corona, mereka masih melakukan berbagai persiapan. Kami mencegah jangan sampai misi mereka sukses.
Ada penangkapan besar-besaran, tapi kenapa bom tetap meledak di Katedral Makassar?
Sebelumnya, ada penangkapan sekitar 24 orang hingga 15 Januari 2021. Itu sel-sel jaringan JAD. Kalau dirunut ke belakang, ada tokoh sebelumnya, Muhammad Basri, yang meninggal di Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih Nusakambangan dua tahun lalu. Dalam penangkapan itu, ada Ustad Bustar dan Muhammad Rizaldy, yang meninggal saat penggerebekan. Rizaldy menikahkan Lukman dan Dewi. Pasangan ini tidak terdeteksi saat itu. Katakanlah luput dari penangkapan. Yang perlu kita waspadai, masih ada yang belum tertangkap. Waspadai pengantin-pengantin lain yang belum terdeteksi.
Masih ada jaringan kelompok mereka yang tersisa?
Setidaknya kelompok Lukman dan Dewi sudah terjaring. Beberapa rekan pendukungnya, termasuk yang ikut survei, telah ditangkap. Tinggal menelusuri lebih lanjut atau kemungkinan ada bahan peledak yang masih disimpan.
Berapa banyak sisa bahan peledak yang dimiliki kelompok ini?
Dari temuan-temuan sebelumnya, kita harus tetap waspada. Terutama jenis bahan peledak TATP (triacetone triperoxide). Kandungan ini tidak banyak digunakan. Apakah kelompok ini masih menguasai bahan peledak itu, tentu harus didalami lagi.
Apa saja target mereka?
Selain gereja, ada Sekolah Polisi Negara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Ciri khas mereka, kalau tidak menyerang rumah ibadah, ya kantor polisi.
Kelompok ini memiliki banyak jaringan?
Kelompok yang sekarang adalah regenerasi kelompok Basri yang terus berkembang biak dengan merekrut sel baru di kawasan Sulawesi Selatan. Jelas ini bagian dari JAD. Mereka juga terkoneksi dengan pelaku bom bunuh diri di Jolo, Filipina, pada 2018. Pelakunya juga suami-istri, Rullie Ryan Zake dan Ulfa Handayani Saleh. Dua orang ini bagian dari kelompok mereka.
Benarkah pengeboman ini terjadi untuk membalas dendam kematian Rizaldy?
Hipotesis tersebut mungkin saja. Namun, dari latar belakang dan motivasi kelompok teroris, mereka menjadi radikal karena ajaran jihad, bunuh diri akan masuk surga. Mereka memerangi pemerintah yang thagut dan mengajarkan paham takfiri, karakter dari ideologi terorisme. Itu juga dipropagandakan oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Apa kaitan bom Katedral Makassar dengan penyerangan di Mabes Polri?
Ada kemiripan karakter ideologi terorisme, seperti semangat untuk menyerang petugas. Namun cara penyerangan di Mabes Polri kurang terampil dan cenderung nekat. Ada pula ditemukan surat wasiat pelaku yang substansinya mirip dengan surat Lukman di Makassar. Format surat serupa pernah dibuat Abdurahman, penyerang Kepolisian Sektor Daha di Kalimantan Selatan pada 1 Juni 2020.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo