Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Diselamatkan Bulan Purnama

Lalu lintas jalur transortasi laut global macet setelah kapal kargo Ever Given tersangkut di Terusan Suez. Transportasi logistik baru akan pulih dalam 60 hari.

3 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapal Evergreen yang terdampar sehingga menutup jalur Terusan Suez, di Mesi 28 Maret 2021. Suez Canal Authority/Handout via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Selama enam hari, kapal kargo Ever Given menutup jalur transportasi di Terusan Suez.

  • Kerugian perdagangan global diperkirakan mencapai Rp 145 triliun per hari.

  • Proses evakuasi menjadi lebih cepat berkat gelombang tinggi akibat bulan purnama .

SAMBIL mengacungkan kepalan tangan ke udara, kru kapal tunda Mesir, Mashour, berkumpul di dek dan bernyanyi riang. "Mashour nomor satu!" mereka berteriak saat merayakan keberhasilan misi evakuasi kapal kargo sepanjang 400 meter, Ever Given, yang tersangkut di Terusan Suez di Mesir pada Senin, 29 Maret lalu. Kandas dengan posisi melintang, kapal yang dioperasikan perusahaan logistik Taiwan, Evergreen Marine, itu menutupi kanal selama enam hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Raungan klakson dari armada kapal penyelamat lain silih berganti mengiringi pembebasan kapal yang mengangkut 18 ribu kontainer itu. Kapal Mashour menjadi bagian dari tim evakuasi Ever Given yang terjebak gundukan pasir di tepi terusan itu. Tim evakuasi maritim dari perusahaan Belanda, Royal Boskalis Westminster, juga ikut dalam misi tersebut. Seperti dilaporkan The Guardian, sebanyak 13 kapal tunda dikerahkan untuk melepaskan Ever Given.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kapal Ever Given milik perusahaan Jepang, Shoei Kisen Kaisha, itu sebelumnya tengah berlayar menuju Rotterdam, Belanda. Ia diduga lepas kendali akibat terpaan badai pasir. Kecepatan angin bahkan mencapai 50 kilometer per jam, yang membuat kapal berubah arah, lalu menabrak sisi timur kanal.

Lalu lintas kapal dan angkutan logistik di jalur yang menghubungkan Benua Eropa dan Asia itu macet. Sebanyak 422 kapal yang membawa beragam barang, termasuk minyak bumi, bahan makanan, dan ternak, terpaksa berlabuh sementara di kedua ujung kanal. Sejumlah kapal, termasuk tujuh tanker, memutar sejauh hampir 5.000 kilometer melewati Tanjung Harapan, Afrika Selatan, agar dapat meneruskan perjalanan.

Terusan Suez merupakan salah satu rute andalan transportasi laut dunia. Sekitar 12 persen perdagangan global melewati jalur ini. Seperti dilaporkan USA Today, kerugian perdagangan dunia akibat macetnya lalu lintas di kanal ini selepas kecelakaan kapal Ever Given diperkirakan mencapai US$ 10 miliar atau sekitar Rp 145 triliun per hari. Mesir kehilangan pendapatan hingga US$ 95 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun akibat insiden itu. Suriah bahkan harus membatasi konsumsi minyak setelah suplai bahan bakar mereka terlambat datang.

Insiden Ever Given memaksa Otoritas Terusan Suez menutup jalur tersebut untuk keenam kalinya sejak kanal dioperasikan pada 1869. Dua insiden penutupan sebelumnya melibatkan kecelakaan kapal, tapi evakuasi bisa dilakukan lebih cepat. Tiga insiden penutupan lain dipicu konflik politik, termasuk perang antara Mesir dan Israel pada 1967.

Selama lima hari, siang dan malam, tim evakuasi gabungan dari Mesir, Belanda, dan Jepang berusaha mengeruk pasir di sekitar haluan Ever Given. Sebanyak 30 ribu meter kubik pasir diangkat. Tim juga membuat sejumlah skenario penyelamatan lain, termasuk menyedot pasir di bawah badan kapal dan memindahkan muatan Ever Given jika pekerjaan dengan kapal tunda gagal.

Namun misi evakuasi menjadi lebih cepat setelah gelombang pasang laut datang. Laporan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan fase bulan purnama pada Ahad, 28 Maret lalu, yang dikenal sebagai Worm Moon, memicu gelombang laut lebih tinggi 46 sentimeter dari kondisi pasang normal.

Kondisi pasang laut besar seperti itu membantu mengangkat badan kapal Ever Given. Kerja para teknisi dan kru kapal tunda pun menjadi lebih mudah. Gelombang pasang terus naik dan mencapai puncaknya pada Ahad malam. Ini menjadi energi tambahan bagi dua kapal terkuat milik tim evakuasi, Alp Guard dan Carlo Magno, untuk menarik Ever Given. "Kami benar-benar mendapat bantuan besar dari gelombang laut itu," kata Direktur Eksekutif Royal Boskalis Peter Berdowski.

Setelah lolos dari jebakan pasir, Ever Given diparkir di danau buatan di sebelah utara lokasi kecelakaan untuk diperiksa. Lalu lintas Terusan Suez pun mulai pulih. Reuters melaporkan, ada lebih dari 100 kapal yang bisa melintas setelah Ever Given disingkirkan.

Meski demikian, transportasi logistik dunia membutuhkan waktu lebih panjang untuk kembali normal. Antrean kapal selama sepekan ketika Ever Given kandas telah mengubah seluruh jadwal pengiriman logistik. Laporan Llyod's List, jurnal perdagangan dan logistik di London, menyebutkan nilai produk yang melintasi Terusan Suez mencapai US$ 9 miliar per hari atau US$ 400 juta per jam.

Kecelakaan Ever Given menjadi guncangan besar dalam lalu lintas barang untuk jangka panjang. "Perlu setidaknya 60 hari sampai semuanya bisa kembali normal," ucap Stephen Flynn, profesor ilmu politik dari Northeastern University, Boston, Amerika Serikat, seperti dilaporkan CNBC.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita mengatakan insiden ini tak terlalu berdampak terhadap operasi kapal kargo asal Indonesia. "Kontainer ekspor atau impor Indonesia dari Eropa diangkut perusahaan pelayaran negara lain, yang hampir 100 persen pengiriman lewat Singapura," ujar Zaldy kepada Tempo, Rabu, 31 Maret lalu.

Namun, kepada Tempo.co, Ketua Umum Indonesia National Shipowner's Association Camelia Hartoto menyebutkan kemacetan itu berdampak pada penundaan ekspor sejumlah komoditas Indonesia ke Eropa. Komoditas itu antara lain seperti barang olahan kayu, mebel, olahan makanan, nikel, dan tembakau.

Pemerintah Mesir dilaporkan bakal meminta kompensasi lebih dari US$ 1 miliar setelah menyelamatkan Ever Given. Kepala Otoritas Terusan Suez Osama Rabie mengatakan jumlah itu merupakan kerugian pendapatan selama kanal ditutup, biaya operasional peralatan dan perahu, serta upah sekitar 800 pekerja dalam proses evakuasi. "Kami meminta jumlah yang sepadan. Kapal itu diselamatkan tanpa ada kerusakan," tutur Rabie seperti dilaporkan NBC News.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA (ASSOCIATED PRESS, THE GUARDIAN, CNN, REUTERS)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus