Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA tahun berlalu sejak pemerintah memberikan lisensi slot orbit kepada PT Dini Nusa Kusuma (DNK), proyek satelit komunikasi nasional di jaringan L band itu tak menunjukkan kemajuan pesat. Padahal waktu terus berjalan menuju tenggat yang ditetapkan International Telecommunication Union (ITU) kepada Indonesia untuk mengorbitkan satelit di slot tersebut, yakni pada 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate mengatakan pemerintah berupaya mendorong proyek itu segera terwujud. “Concern saya satu: lisensi slot orbit ada batasnya dari ITU. Ini waktunya sudah mepet,” kata Johnny kepada Retno Sulistyowati, Khairul Anam, dan Aisha Shaidra dari Tempo pada Kamis, 25 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana evaluasi Kementerian Komunikasi terhadap proyek satelit di jaringan L band?
Apa yang sudah perusahaan buat? Sudah kami kasih lisensi slot sejak 2019. Dia harus menempatkan satelitnya.
Sepertinya perusahaan belum beres dengan urusan pembiayaan?
Memang enggak ada proyek satelit yang menggunakan equity sendiri. Biasanya memakai sindikasi pembiayaan internasional. Nah, sejauh mana itu (sudah dilakukan)? Mereka yang tahu.
Pada Januari lalu perusahaan meminta perpanjangan waktu penyampaian bukti pendanaan?
Untuk memastikan proyek feasible, tentu dengan tersedianya pembiayaan. Proof of fund bukan sekadar selembar kertas. Tapi tentu melalui sindikasi, baik menyangkut ekuitas di antara sponsor proyek maupun sindikasi dari lembaga pembiayaan. Itu yang kami minta. Untuk meyakinkan kami bahwa ada progres proyek.
Apa upaya pemerintah untuk mendorong proyek berjalan?
Karena ini perusahaan nasional, pemerintah harus mendukung. Apalagi ini bukan pekerjaan sederhana. Ini kompleks, perlu teknologi tinggi, pembiayaan besar. Kami ingin memberi bantuan, asistensi apa yang pemerintah bisa berikan agar satelit bisa mengorbit sehingga kami berkomunikasi. Tapi pemerintah tidak bisa lebih jauh untuk ikut ambil bagian dalam sindikasi karena ini bukan proyek pemerintah. Ini proyek swasta.
Perusahaan mengaku ada beberapa mitra potensial, antara lain dari Malaysia dan NU Connect (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama/PBNU)?
Yang dari Malaysia kami enggak pernah dapat informasi. Kalau PBNU, pernah disampaikan bahwa PBNU ingin mengambil bagian di dalamnya. Bagi kami, itu kan sindikasi nasional.
Bagaimana menilai kemampuan finansial dan teknologi mereka?
Kalau teknologi enggak ada masalah. Kan, tinggal pilihan satelit dan roket peluncurnya apa. Itu kebijakan manajemen. Kalau pembiayaan, ada dua komponen: ekuitas dan sindikasi finansial.
Johnny G. Plate di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Oktober 2019. ANTARA/Wahyu Putro A
PBNU bukan entitas finansial?
Saya tidak menilai keuangan PBNU. PBNU bukan pihak yang berkontrak. Tapi kalau nanti ikut dalam konsorsium, kami welcome.
Anda bertemu dengan bos PT DNK, Arifin Wiguna. Apa yang dibicarakan?
Pernah bertemu, berbicara, dalam rangka update perkembangan proyek. Kami mengawal dan memperhatikan bila ada potensi kendala. Agar bisa dimitigasi dari jauh hari. Makanya saya berkomunikasi.
Apa update yang mereka sampaikan?
Saya tanya, bagaimana perkembangan proyek? Disampaikan sedang mengupayakan sindikasi. Bagaimana pilihan teknologi, satelit. Roket peluncurnya kayak apa. Bagaimana kesiapan menyusun ground segment. Karena bukan hanya space segment, ada juga ground segment. Nah, ground segment-nya itu nanti hubungan dengan siapa. Target market seperti apa. Itu bagian dari mengawal, menjaga, dan mendukung industri nasional.
Apakah pemerintah khawatir akan kemampuan pendanaan perusahaan?
Dunia usaha itu punya banyak jurus. Kami harus menjaga lingkungan dan iklim bisnis, terutama industri satelit. Ini penting karena kita bertransformasi di ruang digital. Kita butuh satelit dan teknologi satelit karena masyarakat bergerak ke sana.
Kapan tenggat dari Kementerian Komunikasi kepada perusahaan?
Bukan kami yang memberikan deadline. Yang mengatur itu kontrak. Tapi sejauh perusahaan masih berusaha sendiri dengan melakukan berbagai negosiasi bisnis, silakan. Sampai suatu saat nanti, ada satu situasi yang harus fair, masih bisa terus atau tidak. Akan ada satu titik itu.
Ada kekhawatiran pemerintah?
Tentu. Kekhawatiran kami, kalau tenggat tiba, kita bisa kehilangan hak atas slot orbit, ditarik kembali oleh ITU. Kami tidak ingin itu. Untuk mempertahankannya, harus ada argumentasi yang sangat kuat di Konferensi Radiokomunikasi Dunia (WRC), yang diselenggarakan ITU nanti. Apa argumentasi yang kuat? Ya proses produksi satelit itu. Argumentasi lain enggak bisa.
Jadi apa yang akan dilakukan Kementerian Komunikasi?
Saya enggak bisa putusin kontrak slot. Kalau saya cabut sepihak, pemerintah (Kementerian Komunikasi) bisa dibawa ke arbitrase. Nanti malah seluruh kewajiban perusahaan dalam kontrak menjadi hilang. Jadi mesti hati-hati, harus pas. Jangan grasa-grusu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo